-->

Inkonsistensi Kebijakan Membuat Rakyat Kelabakan

Oleh : Rifdatun Aliyah (Anggota Kelompok Penulis Sahabat Syurgawi, dari Nganjuk, Jawa Timur) 

Penamabda.com - Virus corona penyebab penyakit covid-19 masih terus bergejolak di Indonesia. Bahkan terjadi kenaikan jumlah penderita di seluruh Indonesia. Pemerintah mengumumkan data pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang dalam pemantauan (ODP) Corona di Indonesia hingga 12 Mei 2020 meningkat. Jumlah PDP bertambah menjadi 32.147 orang dan ODP menjadi 251.861 orang (m.detik.com/12/05/2020). Merebaknya wabah corona juga menyebabkan kemerosotan ekonomi dikalangan masyarakat khususnya dikalangan kaum marginal. Terlebih lagi, bantuan sosial yang diberikan pemerintah tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka yang semakin sulit dalam mencari nafkah. 

Namun, guna tetap mencegah penyebaran virus corona dikalangan masyarakat, pemerintah tetap membatasi kegiatan masyarakat diluar rumah. Hanya saja, desakan ekonomi yang semakin menghimpit akhirnya membuat pemerintah kembali berpikir ulang untuk menyelesaikan permasalahan ditengah wabah yang terjadi. Sehingga, pemerintah bahkan kepala negara melontarkan diksi yang membingungkan masyarakat terkait dengan kebijakan yang diberikan sebelumnya.

Melalui akun resmi media sosialnya pada Kamis (7/5), Jokowi meminta agar masyarakat untuk bisa berdamai dengan Covid-19 hingga vaksin virus tersebut ditemukan. (m.cnnindonesia.com/09/05/2020). Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin menjelaskan maksud Presiden yang meminta masyarakat berdamai dengan Covid-19 yang masih mewabah Indonesia dalam dua bulan terakhir. 

Bey mengatakan, maksud berdamai dengan corona sebagaimana dikatakan Jokowi itu adalah menyesuaikan dengan kehidupan. Artinya masyarakat harus tetap bisa produktif di tengah pandemi Covid-19 (m.cnnindonesia.com/11/05/2020). Namun, anggota Komisi IX DPR RI, Muchamad Nabil Haroen menilai, ada dua perspektif yang dapat dilihat dari pesan Presiden Jokowi yang mengajak masyarakat Indonesia untuk berdamai dengan Covid-19 sampai ditemukannya vaksin (www.kedaipena.com.11/05/2020). 

Meskipun menuai kritik karena diksi yang membingungkan masyarakat, nampaknya pemerintah akan membiarkan warganya beraktivitas khususnya bagi mereka kaum muda. Pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 akan mengizinkan kelompok muda dengan usia di bawah 45 tahun untuk bisa bekerja atau beraktivitas lagi di tengah pandemi Covid-19 (www.cnbcindonesia.com/12/05/2020).

Perubahan kebijakan pemerintah menunjukkan inkonsistensi pemerintah dalam menangani wabah sebelum ditemukannya vaksin. Negara juga seakan berlepas tangan dalam menangani kasus sebab membiarkan rakyat memasuki "medan tempur" melawan virus corona tanpa perlindungan dan vaksin. Terlebih lagi tenaga medis juga dibiarkan menangani sendiri masyarakat yang terjangkit virus tanpa adanya upaya menghalangi masuknya pasien tambahan lantaran dibiarkan beraktivitas diluar. 

Sungguh, ini tidak pernah terjadi didalam sistem pemerintahan Islam. Sebab, Islam memandang bahwa negara adalah penanggungjawab atas masyarakat. Negara wajib memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam 6 hal yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan dan kesehatan. Negara juga akan mengelola segala sumber daya alam untuk mensejahterahkan rakyat. Sehingga tak ada alasan negara tak mampu memenuhi kebutuhan rakyat jika negara tersebut merupakan negara subur dan penuh akan segala potensi sumber daya alam. Negara akan mengerahkan segala daya dan upaya agar rakyat mendapatkan hak mereka. Sebab kepemimpinan mereka akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.