-->

Ilusi Janji di Balik Kartu Sakti

Oleh: Nur Afifah Intan (Pegiat literasi)

Penamabda.com - Di saat wabah covid-19 yang menghantam dunia menimbulkan pelbagai problematika hidup seperti terjadinya gelombang PHK besar-besaran dan  perekonomian mengalami resesi. Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang diklaim mampu memberikan solusi atas permasalahan yang tengah menghimpit negeri. 

Tepat pada tanggal 11 April 2020. Pemerintah resmi membuka pendaftaran kartu pra kerja gelombang pertama bagi 164 ribu pekerja yang terkena PHK maupun dirumahkan. Kartu pra kerja ini merupkakan program yang dijanjikan oleh presiden di tahun 2019 awal lalu. Di mana proyek ini merupakan pelatihan kerja bagi para pengangguran. Mereka yang telah lolos pendaftaran bisa membeli pelatihan yang diinginkan melalui e-commerce yang bekerja sama dengan pemerintah, seperti Tokopedia, Ruangguru, Maubelajarapa, Bukalapak, Pintaria, Sekolahmu, Pintarmahir, Sisnaker, dan lainnya. 

Pemerintah pun tidak tanggung-tanggung dalam menggelontorkan dana demi terselenggaranya proyek ini. Dana sebesar 20 triliun yang diambil dari uang negara akan dikucurkan dalam program kartu pra-kerja. Yang di mana setiap peserta nantinya akan mendapatkan manfaat sebesar 3.550.000 yang dikirimkan bertahap selama empat bulan. Sebagai rincian manfaat tersebut terdiri atas biaya pelatihan Rp 1 juta, insentif setelah menuntaskan pelatihan Rp 2,4 juta yang akan diberikan Rp 600.000 setiap bulan selama empat bulan dan insentif survei sebesar Rp 150.000 untuk tiga kali survei. 

Bantuan disebutkan akan hangus apabila dalam waktu 30 hari sejak ditetapkan sebagai penerima bantuan, peserta belum menggunakan kartu pra kerja untuk pelatihan pertama. Setelah pelatihan pertama selesai, peserta dapat menggunakan sisa bantuan biaya pelatihan untuk membeli pelatihan selanjutnya hingga 31 Desember 2020. (Kompas.com, 12/04/2020)

Maka dapat disimpulkan bahwa program kartu pra kerja ini bukanlah program yang sengaja dibuat pemerintah untuk sekadar menggaji pengangguran demi memenuhi kebutuhannya. Melainkan sebagai biaya pelatihan agar kompetensi kerja mereka meningkat. 

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bima Yudhistira menilai bahwa kartu pra kerja paling tepat diterapkan saat kondisi perekonomian sedang normal. 

Tapi di saat terjadi pandemi covid-19, progran ini tidak perlu diluncurkan. Apalagi sampai harus menaikkan anggarannya hingga 100 persen dari Rp 10 triliun menjadi 20 triliun untuk 5,6 juta orang.

"Ini kayak "Jaka Sembung" naik ojek (nggak nyambung), karena korban PHK sekarang nggak perlu dikasih pelatihan secara online gitu ya," terangnya dalam diskusi online bertajuk dampak ekonomi covid-19 dan telaah paket corona ala pemerintah RI, ahad (12/4). ( RMOL.id, 12/04/2020)

Inilah potret penanganan problematika umat  dalam sistem kapitalisme. Kebijakan yang diluncurkan pemerintah tidaklah menyentuh akar permasalahan. Bahkan tidak sinkron dengan apa yang sesungguhnya dibutuhkan rakyat kala pandemi. Rakyat diiming-imingi program yang sejatinya tidak memberi solusi atas jeritan rakyat saat ini. Alih-alih memihak pada rakyat, namun sejatinya keberpihakan hanya ditujukan pada segelintir elit yang mendatangkan keuntungan.

Untung-rugi menjadi tolok ukur dalam mengambil kebijakan di dalam sistem kapitalisme-sekuler. Asas yang diusung dalam sistem ini adalah seberapa besar manfaat yang didapat. Tak peduli akan kepentingan rakyat yang terabaikan. Beginilah sejatinya potret kepemimpinan dalam sistem kapitalisme.

Seandainya dana yang ditujukan dalam pembiayaan pelatihan online disalurkan demi memenuhi kebutuhan pokok rakyat di tengah mewabahnya virus covid-19, maka akan meringankan beban rakyat ditengah pemberlakuan PSBB yang diberlakukan saat ini. Yang di mana aktivitas rakyat dalam pemenuhan mencari nafkah pun sangatlah dibatasi. Akibatnya pendapatan mereka pun sangatlah berkurang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. 

Pemimpin Adalah Raa'in

Jika mengamati konsep Islam dalam memberikan solusi atas permasalahan yang menghimpit umat. Maka akan didapati bahwa seorang pemimpin di dalam Islam memiliki tanggung jawab dalam menjalankan amanahnya sebagai raa'in (pengurus rakyat). Ia bertanggungjawab memenuhi kebutuhan rakyat. Rasulullah SAW bersabda, "Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka." (HR. Abu Nua'im)

Di dalam sistem Islam pemerintah wajib menyediakan lapangan pekerjaan bagi kaum laki-laki.  Disamping itu pemerintah memiliki kewajiban untuk menjamin kebutuhan dasar berupa pangan, papan dan sandang, terlebih saat adanya wabah pandemi seperti saat ini. 

Rasulullah menjelaskan bahwa ketersediaan kebutuhan ini seperti memperoleh dunia secara keseluruhan. Ini merupakan kiasan yang digambarkan oleh Rasulullah untuk mencerminkan betapa pentingnya kebutuhan-kebutuhan tersebut bagi setiap individu.

Rasulullah SAW bersabda, "Siapa saja di antara kalian yang bangun di pagi hari dalam keadaan diri dan keluarganya aman, fisiknya sehat dan ia mempunyai makanan untuk hari itu, maka seolah-olah ia mendapatkan dunia." (HR. at-Tirmidzi)

Penguasa tidak boleh berlepas tangan dari menunaikan kewajiban itu. Sebab,  kelak ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kewajibannya ini di akhirat.
"Seorang imam (Khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjwaban atas urusan rakyatnya." (HR. Bukhari-Muslim) 

Islam Solusi Hakiki

Peradaban Islam telah menorehkan tinta emas dalam perjalanan kehidupan manusia. Kebijakan yang diambil pemimpin negara tidaklah memandang akan manfaat atau untung-rugi belaka.  Semua rakyat memiliki hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan dan jaminan hidup dari seorang Khalifah.  Tidak membedakan antara muslim dan non muslim.  

Orang-orang non muslim telah merasakan bagaimana pengaturan dan jaminan Islam dalam pemenuhan kebutuhan pokok di bawah naungan Daulah Islamiyah.  Diceritakan dalam kitab Al-Kharaj karangan Imam Yusuf,  bahwa Khalifah Umar bin Khattab pernah melihat seorang Yahudi tua di suatu pintu. Beliau bertanya,  "Apakah ada yang bisa saya bantu?"
Orang Yahudi pun menjawab bahwa ia sedang dalam keadaan susah dan membutuhkan makanan.  Sementara ia harus membayar jizyah, "Usiaku sudah lanjut," katanya.  
Umar bin Khattab berkata,  "Kalau begitu keadaanmu,  alangkah tidak adilnya perlakuan kami,  karena mengambil sesuatu darimu di saat mudamu dan kami biarkan kamu di saat tuamu."

Setelah kejadian itu,  Khalifah Umar bin Khattab lalu membebaskan pembayaran jizyah Yahudi tersebut dan memerintahkan Baitul Mal menanggung beban nafkahnya beserta seluruh orang yang menjadi tanggungannya. 

Beginilah potret pemimpin sejati di dalam sistem Islam.  Ia tidak mengeluarkan kebijakan yang mengenyampingkan apa yang sesungguhnya dibutuhkan dan diinginkan rakyat.  

Keberhasilan para Khalifah dalam menyejahterakan rakyatnya adalah karena para Khalifah hadir sebagai pelaksana hukum syari'ah yang berasal dari Al-Khaliq.  Inilah hikmah dan rahmat yang Allah jamin ketika setiap aturan yang diterapkan secara sempurna untuk dilaksanakan tanpa memilah-milih.  Sebagaimana kaidah yang mengatakan,  "Bahwa setiap ada syariah,  maka pasti ada maslahat". Hal inilah yang kemudian menjadikan Khilafah Islamiyah secara imani akan memberikan keterjaminan, kesejahteraan dan ketentraman bagi kehidupan manusia.

"Kami adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Apabila kami mencari kemuliaan di luar Islam,  maka Allah akan menghinakan kami." (Umar bin Khattab). 

Wallahu'alam.[]