-->

'BANSOS' Pencitraan Ditengah Pandemi

Oleh: Rifdah Nisa (Ibu Rumah Tangga dari Yosowilangun, Lumajang) 

Penamabda.com - Belum usai kemalangan rakyat menghadapi pandemi COVID 19. PSBB (pembatasan sosial berskala besar) menjadi salah satu solusi untuk mencegah penyebaran COVID 19. Namun disisi lain perekonomian terhenti akibat berhentinya pergerakan masyarakat dan melambatnya distribusi komoditas barang. Tiap keluarga pasti merasakan imbas kesulitan ekonomi untuk mencukupi kebutuhan anggota keluarga.  

Bantuan pemerintah menjadi satu-satunya yang diharapkan oleh rakyat untuk memenuhi kebutuhan dimasa pandemi. Bansos yang digelontorkan pemerintah ternyata tak lepas dari unsur politisasi. Diberitakan oleh (www.cnnindonesia.com) foto Bupati Klaten Srimulyani yang menempel dipaket bantuan sosial penanganan COVID 19 memantik polemik.

Ditengah-tengah rakyat membutuhkan uluran tangan pemerintah untuk mencukupi kebutuhan hidup selama masa pandemi. Namun bantuan yang didapat sarat akan kepentingan politik. Foto yang menempel pada tas bantuan seolah menjadi ajang pencitraan para penguasa saat ini. Padahal hal itu sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk mensejahterakan rakyat termasuk memenuhi kebutuhan rakyat pada masa penerpan PSBB untuk mencegah penyebaran pandemi. Ibarat buah simalakama itulah yang dirasakan rakyat.

Kehendak diri ingin mentaati aturan pemerintah dengan penerapan PSBB namun disisi lain pemenuhan kebutuhan tak tercukupi sehingga memaksa keluar rumah untuk bekerja. PSBB wajib ditaati  namun pulang kampung boleh diikuti, tragis!

Ruwet, miris dan tragis itulah gambaran kebobrokan politik demokrasi. Ibarat 'mati sebelum hidup' ini adalah fakta demokrasi "dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat" hanyalah jargon hayali yang selama ini ada dalam materi pelajaran sekolah. Namun realita penerapan demokrasi hanya untuk segelintir orang yaitu penguasa dan pengusaha. Rakyat hanya sebagai tumbal memperoleh suara untuk meraih kekuasaan. 

Keadilan langka, kedzoliman merajalela, himpitan ekonomi didepan mata, menghampiri tiap kepala keluarga membuat mereka berjuang keras memenuhi kebutuhan hidup. Sebaliknya para wakil rakyat menghabiskan waktu untuk tidur diruang-ruang rapat, kenikmatan kekayaan alam hanya hanya dirasakan oleh para investor. Lantas masihkah sistem demokrasi menjadi sistem yang final dalam negara kita?

Ideologi sosialis komunis telah tumbang dengan penerapan aturan tak manusiawi. Ideologi kapitalis demokrasi yang saat ini berkuasa berada diujung tanduk keruntuhan dengan keserakahan segelintir golongan untuk menguasai dunia. Hanya ideologi Islam menjadi satu-satunya solusi alternatif untuk diterapkan. Sebagaimana firman Allah dalam TQS Al-Anbiya ayat 107; "Dan tialah kami mengutus kamu (muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam". Rahmat Allah akan dirasakan baik muslim maupun non muslim dengan penerapan syariah islam sebagaimana contoh keadilan bagi non muslim dalam kisah ali. 

Ali bin abi thalib kala itu menjabat sebagai amirul mukmin. Beliau kehilangan baju besi yang ditemukan oleh seorang non muslim (kafir dzimmi), silah pendapat terjadi antara keduanya yang mengaku baju besi miliknya. Hingga datanglah  seorang hakim yang meminta pada Amirul Mukminin untuk mendatangkan 2 orang saksi, maka Ali menyebutkan budak dan Hasan anaknya, namun hakim menolak pesaksian anak terhadap bapaknya sebagaimana hadist Rasulullah SAW. 

Peradilan dimenangkan oleh orang non muslim, sehingga Ali merelakan baju besi miliknya. Namun non muslim tersebut berkata "sunggu aku mengaku baju besi ini adalah milikmu wahai amirul mukminin. Namun hakim memenangkan perkara ini untukku hanya karna engkau tak bisa mendatangkan 2 orang saksi. Sungguh aku bersaksi agama yang mengatur perkara ini benar", kemudian non muslim tersebut bersyahadat. Kisah diatas menunjukkan keadilan tidak hanya dirasakan oleh muslim, non muslim pun akan memperoleh keadilan yang sama sekalipun persengketaan tersebut antara pejabat negara dengan warga sipil. Begitu pula kisah kholifah umar bin khattab berkeliling ditengah dinginnya malam hanya untuk memastikan tidak ada warganya yang kekurangan. Ini sudah cukup menjadi bukti hanya dengan sistem Islam keadilan dan kesejahteraan terealisasi. 

Lantas apakah kita bertahan pada sistem bobrok demokrasi atau beralih pada sistem Islam rahmatan lil a'lamiin?

Wallahua'lam bishowwab