-->

Terjangkaunya Harga Alat Pelindung Diri (APD), Tanggung Jawab Siapa?

Oleh : Inayah Wijayani (Pemerhati Sosial dan Praktisi Pendidikan) 

Penamabda.com- Di tengah pandemi Covid-19, Alat pelindung diri (APD) menjadi syarat mutlak penyediaannya untuk para dokter dan tenaga kesehatan (nakes) sebagai garda terdepan. Sesuai namanya APD adalah perlengkapan yang digunakan untuk melindungi diri dari paparan bahaya, biasanya yang disebabkan oleh risiko kerja.
Ada banyak jenis APD sesuai fungsi dan peruntukannya. 

Untuk nakes, selain pakaian hazmat,  membutuhkan juga Surgical Mask, Masker N95, Airtight Mask. 

Masyarakat yang panik pun ikut membeli APD ini dan ada yang memakainya untuk berbelanja. Ironis, bukan? 

Akhirnya hukum pasar pun berlaku, kelangkaan barang menjadikan kenaikan harga APD hampir mencapai 10 kali lipat. 
Sebelum pandemi, 1 box masker harganya hanya sekitar 35-50 ribu rupiah untuk 1 box nya. Sekarang seharga 325-500 ribu rupiah per box. 

Masker N-95 dari 180 - 200 ribu rupiah naik menjadi 2 juta rupiah. Baju hazmat dari 150rb naik menjadi 1,5 juta.

Bila kasusnya seperti di atas sementara dokter dan nakes terancam nyawanya bila tidak memakai APD, dengan data sudah 30 dokter yang meninggal, siapa yang bertanggung jawab akan ketersediaan APD? 

Berharap kepada pedagang, hanya bisa sekedar himbauan untuk mengasah nurani. Himbauan itu ternyata masih berlalu seperti tiupan angin. Terbukti barang yang sama belum juga turun harganya. 

Kepada para pedagang barangkali hadits ini bisa mengingatkan mereka bahwa menimbun barang yang dibutuhkan masyarakat agar keuntungan berkali lipat, tidak akan membawa berkah bahkan berdosa. 

عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم. قَالَ: لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ

Dari Ma'mar bin Abdullah; Rasulullah bersabda, "Tidak seorang pun yang melakukan penimbunan dia adalah pendosa ." (Muslim, no. 1605)

Untuk memutus mata rantai mafia APD maka negara wajib membeli dan membagikan gratis ke semua rumah sakit secara langsung tidak memakai perantara. Sebagai contoh, memberikan jatah impor 500 ribu Rapid Test kepada PT RNI (Rajawali Nusantara Indonesia) adalah sebuah langkah yang tidak tepat karena akan membuat harga barang menjadi mahal. 

Tapi kita mimpi kalau berharap penguasa kita bersikap begini. Sistem kapitalis membuat mereka menjadi pedagang semua. Meski mungkin masih punya sedikit nurani. Alasannya keterbatasan anggaran. Padahal ada, tapi harus memakai undang-undang yang diketuk palu DPR bila menggunakannnya utk alokasi berbeda. Tidak efisien dan efektif bila tetap memakai aturan proses seperti ini. Sebenarnya kalau penguasa bersedia, bisa saja kebijakannya berubah, seperti pembebasan 30 ribu narapidana dengan alasan mencegah wabah masuk ke lembaga pemasyarakatan. 

Yang bisa merubah alokasi anggaran utk disegerakan demi kepentingan rakyat banyak itu ya cuma sistem Islam. Terserah mau disebut sistem khilafah atau kesultanan atau yang lain. Yg jelas pemimpin punya otoritas tunggal utk mengalihkan anggaran di Baitulmal dalam keadaan darurat. 

Baitulmal dalam Islam sangat penting untuk selalu memproses arus keluar masuk keuangan negara. Baitulmal adalah institusi khusus pengelola semua harta yang diterima dan dikeluarkan negara sesuai ketentuan syariat. Sehingga negara memiliki kemampuan finansial memadai untuk pelaksanaan berbagai fungsi pentingnya termasuk fungsinya sebagai pembebas dunia dari penderitaan bahaya wabah.

Bersifat mutlak, maksudnya adalah ada atau tidak ada kekayaan negara untuk pembiayaan pencegahan dan penanggulangan pelayanan kemaslahatan masyarakat, yang dalam hal ini untuk sesuatu yang ketiadaannya berakibat kemudaratan, maka wajib diadakan negara.

Bila dari pemasukan rutin tidak terpenuhi, diatasi dengan pajak sementara yang dipungut negara dari orang-orang kaya sejumlah kebutuhan anggaran.

Kekuasaan dan tanggung jawab dalam Islam dibebankan kepada Khalifah. Termasuk kekuasaan untuk mengelola anggaran. Dalam Islam aturannya sudah baku tinggal teknis-teknisnya saja yg diserahkan pada manusia utk mencari teknis terbaik. Selain pengawasan rakyat, konsekuensi akhirat juga selalu disertakan agar pemimpin tidak melenceng . Satu nyawa gugur akibat tidak memakai APD dan Anda sebagai pemimpin saat itu, maka antrian surga Anda di belakang yg gugur tadi. Itupun kalau masuk surga. Sudah berupaya maksimal dan tidak dzolim, itu syaratnya.

Pemimpin itu penggembala, dia baru masuk rumah, kalau gembalaannya sudah masuk ke kandang semua. [PM]