-->

Jumhur Hidayat: Kartu Prakerja Perampokan Uang Negara, Harus Disetop

Jumhur Hidayat (ketiga dari kiri, pakaian batik) saat konferensi pers GNKR di Rumah Peruangan. Foto: Andesta Herli Wijaya/kumparan

Program kartu prakerja yang kini disiapkan bagi para pekerja yang ter-PHK akibat wabah corona, menuai kritik luas. Program senilai total Rp 20 triliun tersebut dinilai sebagai perampokan uang negara secara terang-terangan.  

"Hari ini sedang terjadi pencurian bahkan mungkin tepatnya perampokan uang negara, uang rakyat, secara besar-besaran yang membonceng pelaksanaan kartu prakerja, yang sesungguhnya program itu diawali niatnya baik," ucap mantan Kepala BNP2TKI, Jumhur Hidayat, dalam rilisnya, Kamis (30/4). 

Jumhur menyoroti alokasi anggaran sebesar Rp 5,6 triliun bagi platform penyedia pelatihan online yang dia sebut 'pemain tengah' di kartu prakerja, yang tidak punya kompetensi mengelola dana sebesar itu. 

Warga mencari informasi tentang pendaftaran program Kartu Prakerja gelombang kedua di Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

"Apalagi pekerjaan dilakukan dengan membajak tugas pokok dari Kementerian Ketenagakerjaan, Ditjen Binalattas (Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas) yang telah terbiasa berpuluh tahun melaksanakan tugas tersebut walau dengan anggaran seadanya dan jauh di bawah Rp 20 triliun," bebernya. 

Jumhur lalu menghitung, jika dibuat konten pelatihan melalui video dengan biaya per pelatihan Rp 70 juta, maka hanya perlu Rp 140 miliar untuk membuat 2.000 konten pelatihan seperti di kartu prakerja. 

"Tidak perlu lagi ada pemain tengah berupa 8 provider digital platform yang mengharuskan dibayar uang negara lebih dari Rp 5,6 triliun. Ini artinya ada keuntungan 40 kali lipat atau 4.000 persen yang dinikmati perusahaan platform digital itu," lanjutnya. 

Jumhur menilai Kemenaker sudah cukup sebagai lembaga negara yang mengelola dana untuk mereka yang belum kerja atau korban PHK. Kementerian ini punya dinas di tiap kabupaten dan kota, sehingga terstruktur dan punya data. 

Dia menyebut, setiap pencari kerja di daerah akan mendatangi Disnaker untuk mencatatkan diri dan mendapatkan kartu AK 1 atau sering disebut kartu kuning. Begitu juga hampir semua industri yang mem-PHK selalu lapor Disnaker untuk didata. 

"Data tersebut direkap di provinsi dan bermuara di Kemenaker, sehingga tidak ada lembaga paling mengerti kompeten untuk diketahui berapa jumlah calon pekerja dan ter-PHK selain dari Kemenaker ini," terangnya. 

Warga mencari informasi tentang pendaftaran program Kartu Prakerja gelombang kedua di Jakarta. 
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Sehingga tidak masuk akan tugas Kemenaker diganti oleh manajemen pelaksana bersifat adhoc yang dibentuk komite di bawah Kemenko Perekonomian.  

"Pasti kelembagaan itu kaleng-kaleng atau abal-abal yang memang fungsinya untuk menyembunyikan rencana jahat menggarong atau merampok uang negara," kritiknya. 

Jumhur mendesak Presiden Jokowi untuk menghentikan program Prakerja yang sudah menghabiskan Rp 166 miliar dari Rp 5,6 triliun dan mengalokasikan anggaran sisanya untuk mereka yang ter-PHK akibat wabah corona. 

"Presiden harus segera menghentikan cara yang vulgar dan ugal-ugalan dalam merampok uang negara tersebut."

"Bila presiden tidak hentikan perbuatan tercela ini, maka artinya presiden merestui perbuatan tercela jajaran di bawahannya tersebut. Perampokan itu sangat telanjang dan kasat mata," tegasnya. [kumparan]