-->

Tiada Pelindung, Nestapa Umat Terus Merundung

Oleh : Najmah Millah (Pengasuh MT Asmaul Husna)

Kekejaman dan penistaan yang menimpa kaum muslimin terus tak terbendung. Belum hilang luka umat atas kekejaman rezim China terhadap muslim Uyghur. Bagaimana mereka disiksa begitu rupa hingga di luar batas kemanusiaan. Ditangkap dan ditahan dalam kamp-kamp. 

Para muslimahnya diseterilisasi dan dipaksa untuk melayani nafsu para penjaga kamp dengan ancaman akan dibunuh jika menolak. Keluarga-keluarga dipisahkan secara paksa dan didoktrin dengan ideologi China. Organ-organ tubuh mereka diambil paksa. Sampai makam-makam etnis Uyghur juga turut dihancurkan oleh pemerintah China dengan alasan pembangunan kota. 
Sementara dunia hanya sebatas formalitas mengutuk dan mengecam tanpa ada tindakan tegas untuk menghentikan kebiadaban rezim China. Para pemimpin negeri muslim malah sibuk berdalih dengan alasan tak mau campur urusan negara lain. 

Padahal sesungguhnya hanya untuk menutupi ketakutan dan kekhawatiran tak lagi dapat sokongan materi dari China. Lebih takut ancaman akan kehilangan investasi untuk negerinya daripada nyawa saudara muslimnya yang terancam. Hingga membiarkan muslim Uyghur harus menghadapi sendiri kebengisan pemerintah China.

Belum sembuh luka atas peristiwa yang dialami muslim Uyghur, kembali luka ini harus berdarah. Sejak Ahad 23 februari 2020, umat Islam India menjadi korban kebrutalan kaum Hindu Radikal. Kaum muslim India mengalami penyiksaan fisik yang kejam. Mereka digebuk beramai-ramai dengan menggunakan tongkat, besi, batu bahkan senjata api. Tidak hanya itu, para pembantaipun tak segan-segan masuk masjid dan menganiaya kaum muslim yang sedang beribadah. Bahkan mereka dengan beraninya membakar masjid. Banyak dari kaum muslimin yang menjadi korban, terluka bahkan meninggal dunia. Darah kaum muslimin kembali tertumpah. Kehormatan kaum muslimin kembali terkoyak. Dan sekali lagi dunia bungkam. 

Kaum muslimin di negeri-negeri lainnya hanya bisa melihat dengan perasaan iba. Paling banter mengirim doa atas tragedi yang terjadi tanpa berfikir kenapa tentara kaum muslimin tidak segera dikirim kesana. Kenapa penguasa negeri muslim membisu saja? Dimana jiwa satria kalian?
Apa yang menimpa kaum muslimin ini sebenarnya bukan hal baru tapi melengkapi apa yang pernah terjadi pada kaum muslim di seluruh dunia. Di Tajikistan, Turkistan, Palestina, Suriah, Irak, Rohingya dan yang lainnya. PBB yang seyogyanya sebagai polisi dunia tidak bersuara ketika umat Islam dibantai dimana-mana. Sementara orang kafir dan musuh-musuh Islam tak lagi segan dan takut kepada kaum muslimin.

Umat Butuh Pelindung 

Dalam sejarahnya, India adalah sebuah negeri yang dibebaskan melalui tangan Muhammad Ibn al-Qasim ats-Tsaqafi yang dikirimkan oleh khalifah Umawiyah Walid ibn Abdul-Malik sebagai pemimpin pasukan. Peristiwa ini bermula ketika ada sekelompok kaum Muslim melakukan pelayaran di atas kapal di Samudera Hindia, dari daerah Ceylon dekat pesisir negeri Sind yang dirampok kemudian diculik. Sang khalifah kala itu kemudian mengirimkan pasukan untuk menolong kaum Muslim dan kemudian membebaskannya.

India terus menjadi bagian kekhilafahan selama lebih dari seribu tahun (abad 1-14 H). Pada masa khalifah Harun al-Rasyid (786-809 M), pasukan Islam memperluas batas-batas negeri Sind ke arah barat sampai kota Gujarat. Di daerah inilah pasukan Muslim menetap dan membangun kota-kota baru. Sejak saat itu sejumlah besar orang-orang India terselamatkan dari cengkraman kasta kafir dan masuk menjadi bagian dari persaudaraan Muslim sedunia di bawah naungan daulah khilafah. Mereka terbebaskan dari kebodohan dan kekufuran menuju cahaya Islam, menyembah Allah SWT saja. 

Pemerintahan Islam pada saat itu meliputi apa yang sekarang dikenal dengan nama India, Pakistan, Kashmir dan Bangladesh. Dan itu berlangsung selama seribu tahun lamanya. Di bawah naungan pemerintahan Islam, negeri India telah melahirkan ulama-ulama besar seperti Syaikh Ahmad Sir Hindi (1624 M) dan Syah Waliyuddin ad-Dahlawi (1703-1762 M).

Kini India, sebagaimana negeri-negeri muslim lainnya yang dulu pernah bernaung dalam Daulah Islam, terluka dan berdarah. Umat muslimnya terus-menerus menjadi sasaran mereka yang benci terhadap Islam. Kedzaliman dan penderitaan masih terus menghantui umat Islam, bukan hanya di India, tetapi juga di seluruh dunia.
Penderitaan yang menimpa kaum muslimin ini setidaknya disebabkan oleh dua hal;

Pertama, kaum muslimin tidak memiliki pelindung ( perisai), dalam sebuah hadits Rasul saw bersabda:

“Sesungguhnya seorang imam adalah perisai, orang-orang berperang dari belakangnya dan menjadikannya pelindung, maka jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘azza wa jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya maka ia harus bertanggungjawab atasnya“ (HR. al-Bukhari, Muslim, an-Nasai dan Ahmad).

Yang dimaksud dengan al-imâm adalah khalifah. Sebab sebagaimana penjelasan Imam an-Nawawi, sebutan al-imâm dan al-khalifah itu adalah metaradif (sinonim). Makna hadits ini bisa dipahami sebagai pujian atas keberadaan imam atau khalifah.

Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa imam adalah junnah (perisai), yakni seperti tirai/penutup karena menghalangi musuh menyerang kaum Muslim, menghalangi sabagian masyarakat menyerang sebagian yang lain, melindungi kemurnian Islam dan orang-orang berlindung kepadanya. Adapun menurut al-Qurthubiy maknanya adalah masyarakat berpegang kepada pendapat dan pandangannya dalam perkara-perkara agung dan kejadian-kejadian berbahaya dan tidak melangkahi pendapatnya serta tidak bertindak sendiri tanpa perintahnya.

Hadits ini juga memberikan makna bahwa keberadaan seorang al-imâm atau khalifah itu akan menjadikan umat Islam memiliki junnah atau perisai yang melindungi umat Islam dari berbagai marabahaya, keburukan, kemudaratan, kezaliman, dan sejenisnya. Makna hadits ini menemukan faktanya saat ini. Ketika imam yang mejadi perisai umat Islam itu tidak ada, umat Islam pun menjadi bulan-bulanan kaum kafir dan musyrik serta orang-orang zalim. Akibatnya ketika saat ini China semena-mena terhadap Uyghur, India bersimbah darah, tidak ada seorang khalifah yang mengirim tentara kaum muslimin untuk membela dan membebaskan mereka. 

Lebih dari 96 tahun yang lalu, tepatnya sejak 3 Maret 1924, Khilafah Islamiyyah melalui tangan Musthafa Kemal La’natullah, seorang agen Inggris, secara resmi menghapus institusi Khilafah Islamiyah. Semenjak saat itulah darah kaum muslimin tak berhenti tertumpah oleh musuh-musuh Islam.  

Sementara apa yang disabdakan Rasulullah saw. di atas dibuktikan dalam sejarah; antara lain oleh Khalifah Al-Mu’tashim Billah yang sukses menaklukkan Kota Amuriyah (di Turki), kota terpenting bagi imperium Romawi saat itu, selain Konstantinopel. Al-Qalqasyandi dalam kitabnya, Ma’atsir al-Inafah, menjelaskan salah satu sebab penaklukan kota itu pada tanggal 17 Ramadhan 223 H. Diceritakan bahwa penguasa Amuriyah, salah seorang raja Romawi, telah menawan wanita mulia keturunan Fathimah ra. Wanita itu disiksa dan dinistakan hingga berteriak dan menjerit meminta pertolongan. Menurut Ibn Khalikan dalam Wafyah al-A’yan, juga Ibn al-Atsir dalam Al-Kamil fi at-Tarikh, ketika berita penawanan wanita mulia itu sampai ke telinga Khalifah Al-Mu’tashim Billah,  sang Khalifah sedang berada di atas tempat tidurnya. 

Kemudian ia segera bangkit dari tempat tidurnya seraya berkata, “Aku segera memenuhi panggilanmu!” Tidak berpikir lama, Khalifah Al-Mu’tashim Billah segera mengerahkan sekaligus memimpin sendiri puluhan ribu pasukan kaum Muslim menuju Kota Amuriyah. Terjadilah peperangan sengit. Kota Amuriyah pun berhasil ditaklukkan. Pasukan Romawi bisa dilumpuhkan. Sekitar 30 ribu tentaranya terbunuh. Sebanyak 30 ribu lainnya ditawan oleh pasukan kaum Muslim. Sang Khalifah pun berhasil membebaskan wanita mulia tersebut. Sang Khalifah lalu berkata di hadapannya, “Jadilah engkau saksi untukku di depan kakekmu (Nabi Muhammad saw.), bahwa aku telah datang untuk membebaskan kamu.” Demikianlah hakekat dari perisai bagi kaum muslimin. Betapa pentingnya umat Islam memiliki perisai yang mampu melindungi dari berbagai kejahatan.

Kedua, adanya sekat nasionalisme yang telah dibentuk oleh musuh-musuh Islam. Sejak disahkannya ide Negara bangsa pasca pecahnya revolusi AS (1765-1783) dan Prancis (1789-1799) menjadi awal hadirnya tatanan dunia baru yang melahirkan nation-state (negara-bangsa).

Negara-bangsa inilah yang kemudian menggantikan segala bentuk pengelompokan masyarakat dunia saat itu. Sejak saat itulah dunia Islam dikotak-kotak dengan sekat nasionalisme, pasca runtuhnya Khilafah Islamiyah. Kaum muslimin terpecah menjadi lebih dari 50 negara kecil. Yang merasa memiliki wilayah sendiri, kedaulatan sendiri, tidak lagi disatukan dengan aqidah yang satu, juga tak memiliki perasaan dan pemikiran Islam yang sama. Sehingga peristiwa pembantaian, penyiksaan yang menimpa kaum muslimin di satu negeri muslim seolah bukan menjadi permasalahannya dikarenakan adanya perbedaan wilayah dan Negara. Bahkan meski tragedi ini terjadi di Negara tetangganya yang hanya dibatasi oleh tembok perbatasan yang rapuh sekalipun kaum muslimin dan penguasa negeri muslim tidak ambil pusing.

Begitulah ketika junnah sebagai pelindung telah hilang digantikan dengan sekat nasionalisme. Sungguh sangat tidak mungkin kaum muslimin bisa mengharap iba darinya. Maka, sudah saatnya junnah ini kembali kepangkuan kaum muslimin sehingga ksatria-ksatria agung Islam akan muncul kembali. Islam akan kembali pada kemuliaan dan kewibawaannya. Dan ini tidak bisa kita dapatkan tanpa perjuangan untuk menyadarkan umat Islam. Menyatukan kesadaran kaum muslimin bahwa Khilafahlah satu-satunya yang akan membebaskan dan mengirim pasukan kaum muslimin. 

Wallahu ‘alam bish-showab. []