-->

India Dalam Kenestapaan

Oleh : Nur Syamsiyah (Pegiat Literasi)

Nestapa, Kashmir – India terus mencekam. Sejak Ahad, 23 Februari 2020, umat Islam menjadi korban kebrutalan kalangan Hindu radikal. Penyerangan fisik terjadi silih berganti. Digebuk beramai-ramai dengan menggunakan tongkat, batang besi, batu, bahkan senjata api. Mereka pun membakar masjid dan merusak bangunan rumah, toko dan bengkel milik Muslim.

Mengutip laman thewire.in, pada Kamis, (5/3/2020), sebuah laporan menyebutkan bahwa jumlah korban tewas meningkat menjadi 53. Selain mereka yang terbunuh, lebih dari 200 orang menderita luka-luka serius akibat tembakan, senjata tajam, pelemparan batu dan bahkan jatuh dari bangunan selama kekerasan.

Kerusuhan ini berawal dari adanya UU Kewarganegaraan baru atau Citizenship Amendment Bill (CAB). Al Jazeera menulis, partai oposisi Kongres Nasional India berpendapat hukum ini sangat diskriminatif untuk umat muslim, terlebih diberlakukan di negara sekuler dengan penduduk 1,3 miliar yang mana 15 pesen di antaranya adalah masyarakat Islam. 
Yang dikritik dari UU CAB adalah langkah itu bagian agenda supremasi Hindu di bawah pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi sejak berkuasa hampir 6 tahun lalu. 

Sanjay Jha, juru bicara partai oposisi utama Partai Kongres, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa hukum itu adalah “bagian dari strategi politik Nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP) yang memecah belah lebih dalam untuk mempolarisasi India”.

UU CAB pertama kali diperkenalkan di Parlemen pada Juli 2016, yang merupakan amandemen UU Kewarganegaraan Citizenship Act (CAA) 1955 yang menjadikan agama sebagai dasar kewarganegaraan. 

Sejak tahun lalu puluhan ribu orang di seluruh India menentang kebijakan CAA, yang memberi amnesti untuk imigran non-Muslim dari tiga negara mayoritas Muslim di dekat India, yaitu Afganistan, Bangladesh dan Pakistan sementara yang Muslim tidak memperoleh hukum yang sama. 

Sebelumnya, UU tidak menjadikan agama sebagai kriteria kelayakan untuk menjadi warga negara. Kontroversi utama UU CAB adalah peraturan ini dapat dipakai untuk menghalangi Muslim dalam mencari kewaranegaraan, satu hal yang mirip dengan peraturan Donald Trump soal pelarangan umat Islam dalam mencari suaka di AS.

Perdana Menteri India Narendra Modi berdalih aturan itu dibuat untuk melindungi golongan minoritas yang teraniaya, sedangkan para pengkritik menyebut CAB adalah upaya untuk meminggirkan kaum Muslim di India.

Penguasa Negeri-Negeri Muslim Bagaikan Macan Ompong

Di tengah memanasnya kerusuhan di India hingga darah kaum Muslim pun tertumpahkan, sayangnya tak ada satu pun penguasa di negeri-negeri Muslim yang peduli. Mereka lebih memilih untuk diam dan mengabaikannya.

Ketua Pelaksana Al-Quds Foundation Malaysia, Dr Syarif Amin Abu Sammala, mengatakan kejahatan yang terjadi di India adalah tindakan kriminal, rasisme dan penodaan terhadap hak asasi manusia (HAM). Sayangnya kejahatan di India ini belum mendapat kecaman yang setimpal.

Memang, pemimpin Muslim yang mengecam keras pembantaian umat Islam di India, yaitu Presiden Turki, Erdogan. Namun sayang, itu hanya sebatas pada ucapan kecaman. Bukan pada kecaman yang serius pada tataran menghentikan pembantaian dan mengadili pelaku pembantaian dengan hukuman yang setimpal.

Pengerahan militer negeri-negeri Muslim adalah salah satu tindakan yang menunjukkan keseriusan untuk melindungi Muslim India. Begitu pun juga untuk melindungi kaum Muslim di berbagai belahan dunia, Myanmar, Suriah, Palestina, Uighur, dan kaum Muslim lainnya yang masih hidup dalam kungkungan penjajahan.

Umat Butuh Khilafah

Penindasan terhadap kaum Muslim menunjukkan tindakan kriminalitas dan merupakan perlakuan yang tidak manusiawi terhadap Muslim. Namun, kemanakah mereka yang selama ini meneriakkan HAM? Mereka tak lagi bersuara ketika kritis kemanusiaan menimpa pada umat Islam. Pemerintah pun bukan lagi menjadi pelindung bagi rakyatnya dan justru rakyat bagaikan musuh yang harus diperangi.

Inilah fase kediktatoran, pada fase ke-empat ini kaum muslimin senantiasa diperangi dan difitnah. Tidak ada harga nyawa untuk umat Islam. Namun sebaliknya, jika satu orang Yahudi mati, gempar seluruh dunia memberitakan dan memberikan respon. Tapi sebaliknya, ketika ratusan, ribuan bahkan jutaan umat Islam dibantai semua pada diam dan bungkam. Seolah-olah yang mati adalah tikus atau nyamuk.

Saudaraku, sesungguhnya umat Islam bagaikan tubuh yang satu. Sebagaima hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim. “Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.”

Ya Allah, satukanlah umat Islam di seluruh dunia dalam naungan Khilafah dan berikan kemenangan atas kaum Muslimin.
“... Kemudian akan datang kembali masa Khilafah yang mengikuti metode kenabian.” (HR. Ahmad)