-->

Perempuan dan Kemiskinan



Oleh: Hj. Nida Sa’adah, S.E.Ak., M.E.I.

Angka kemiskinan di dunia dari waktu ke waktu senantiasa mengalami peningkatan. Indonesia, sekalipun statusnya di World Trade Organization (WTO) sudah keluar dari posisi sebagai negara berkembang, namun angka kemiskinan masih meluas. Masyarakat masih sangat jauh dari kondisi sejahtera.

Dalam data Hunger Map 2019 yang dirilis World Food Programme, tercatat 821 juta manusia didera kemiskinan. Artinya lebih dari 1 dalam 9 orang dari populasi dunia, tidak mendapatkan makanan yang cukup untuk dikonsumsi.

Beberapa kalangan terutama pemimpin dunia abad 21 mengaitkan kemiskinan ini dengan aktivasi perempuan. Antara lain Hillary Clinton yang mengatakan bahwa membiarkan perempuan tidak bekerja sama halnya seperti membiarkan uang tergeletak begitu saja di atas meja.

Sehingga bagaimana upaya menghentikan kemiskinan ini dilakukan UN Women dalam formula sebagai berikut:

Memastikan semua laki-laki dan perempuan, terutama yang miskin, memiliki hak yang sama terhadap sumber daya ekonomi.
Menyusun kerangka kerja kebijakan skala internasional, nasional, dan reguional yang berbasis mendukung kelompok miskin dan mengembangkan strategi yang sensitif gender. Untuk mendukung akselerasi investasi pada aksi pengurangan kemiskinan.

Sektor privat sebagai mesin pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh besar untuk mengurangi kemiskinan, dengan berfokus pada segmen ekonomi dimana sebagian besar orang miskin aktif di dalamnya. Yakni sektor mikro dan bisnis skala kecil yang hal itu berada dalam sektor informal.
Kita akan menguji apakah benar logika yang ditawarkan, bahwa jika perempuan berkiprah aktif dalam sektor ekonomi, maka hal itu akan mengentaskan kemiskinan yang terjadi di negeri-negeri muslim, tidak terkecuali Indonesia.

Gagasan women as economic drivers pun di-launching besar-besaran oleh APEC Women. Dan Indonesia pun telah mengimplementasikan rekomendasi PBB dan UN Women untuk memberikan peluang sebesar-besarnya bagi perempuan masuk ke sektor swasta (usaha menengah, kecil, dan mikro-UMKM).

Dalam data yang dirilis oleh Badan Ekonomi Kreatif Indonesia, tercatat dari tahun 2011-2016 tenaga kerja pada bidang ekonomi kreatif di Indonesia didominasi oleh perempuan. Meningkat dari tahun 2011 sebesar 52,3% menjadi 55,7% di tahun 2016. Sementara angka kerja laki-laki menurun dari 47,6% di tahun 2011 menjadi 44,3% di tahun 2016.

Namun ironisnya, angka kemiskinan di Indonesia makin meluas. Terlihat dari masih banyaknya jumlah penerima dana berbagai bantuan untuk kalangan miskin. Antara lain penerima anggaran Program Keluarga Harapan (nama lain untuk keluarga miskin) sejumlah 10 juta keluarga di tahun 2018, penerima Bantuan Pangan Nontunai sejumlah 2,36 juta keluarga di tahun 2018.

Meski World Bank menyatakan bahwa lebih dari 20 juta orang di Indonesia telah keluar dari garis kemiskinan, tapi World Bank juga menyatakan mereka rentan kembali miskin. Mengapa?

Karena dalam analisis penulis, keluarnya 20 juta orang dari garis kemiskinan terjadi pada saat momen mereka menerima bantuan tunai yang bersifat sementara. Sehingga terjadi peningkatan sedikit pemasukan secara temporal. Tidak permanen. Karena kenaikan sedikit pemasukan itu bukan karena income permanennya bertambah, sehingga rentan kembali miskin.

Terlihat bahwa meskipun gerakan PEP (Pemberdayaan Ekonomi Perempuan) telah berjalan secara masif di negeri ini, kemiskinan pun masih terus meluas. Itu artinya, penyebab kemiskinan di negeri-negeri Islam bukanlah karena perempuan tidak dipekerjakan.

Ada penyebab lain yang justru menjadi penyebab utama yang tidak diselesaikan. Apakah itu? Yakni penjajahan negara Barat terhadap dunia Islam dan penguasaan sumber daya alam dan pasar dunia Islam oleh negara Barat.

Diperparah lagi, rezim penguasa di dunia Islam menjadi antek Barat yang memperpanjang berlangsungnya penjajahan negeri-negeri Islam oleh Barat.

Melepaskan dunia Islam dari penjajahan Barat adalah solusi problem kemiskinan massal yang menimpa umat, termasuk kalangan perempuan. Pembangunan ekonomi tanpa problem kemiskinan dalam Negara Khilafah dilakukan dengan mekanisme makro ekonomi dan mikro ekonomi.

Dalam kebijakan skala makro ekonomi, dilakukan pengaturan dalam berbagai hal berikut:

Larangan keras praktik riba (ekonomi sektor nonriil),
Penerapan moneter emas dan perak,
Penerapan kebijakan fiskal berbasis aset produktif, dan
Sistem keuangan negara baitulmal.
Dalam kebijakan skala mikro ekonomi dilakukan pengaturan dalam hal berikut:

Ekonomi rumah tangga dan bisnis harus dijalankan sesuai prinsip syariah,
Muamalah untuk perolehan harta berbasis syariah, dan
Muamalah untuk mengembangkan harta dan muamalah pengembangan bisnis berbasis syariah.

Dengan pengaturan demikian, ekonomi berjalan stabil, produktif untuk pengembangan bisnis. Sehingga income per keluarga terjaga dengan baik. Bahkan meskipun Islam tidak mewajibkan para perempuan bekerja, kesejahteraan mereka tetap terjaga dengan baik.

Rahasianya, Islam memberikan beban tanggung jawab nafkah perempuan kepada laki-laki. Abai terhadapnya adalah pelanggaran UU. Dan karena itulah negara mengatur agar setiap laki-laki tidak menjadi pengangguran.

Di sisi lain, Negara Khilafah mengambil porsi memenuhi kebutuhan pokok massal. Yakni pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Sehingga income per keluarga hanya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Ini sangat efektif untuk memastikan setiap income per keluarga cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

Adapun dalam kondisi extraordinary (kasus tertentu, ed.), ada perempuan-perempuan yang nafkahnya menjadi tanggung jawab negara. Yakni ketika tidak memiliki ayah/suami/kerabat laki-laki yang mampu menanggung nafkahnya.

Begitulah, sejatinya kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia telah dijanjikan Allah SWT apabila manusia taat pada seluruh aturan-Nya, sebagaimana firman Allah dalam Alquran Surah Al A’raf ayat 96.

“Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu.  Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” 

_____
Sumber :
https://www.muslimahnews.com/2020/03/22/perempuan-dan-kemiskinan/