-->

Wabah Bullying Melanda Generasi

Oleh: Hamsia (Pemerhati Umat)

Diawal tahun ini, dunia remaja kita disambut dengan kasus bullying. Tercatat ada empat kasus perundungan termasuk kasus MS dan FA. Dua kasus lainnya pun tidak kalah pilu. RS, seorang siswa kelas VI di salah satu SD Negeri di Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, bahkan mengalami depresi berat. Usai diduga menjadi korban perundungan yang dilakukan teman-temannya. Ironisnya, RS di bully selama dua tahun atau sejak ia duduk di bangku kelas IV SD.

Republika.Co.ID, Jakarta – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra mengatakan sepanjang 2011 hingga 2019, KPAI mencatat 37.381 pengaduan mengenai anak. Terkait dengan kasus perundungan, baik dimedia sosial maupun di dunia pendidikan, laporannya mencapai 2.473 laporan.
Bahkan Januari sampai Februari 2020, setiap hari publik kerap disuguhi berita fenomena kekerasan anak. Seperti siswa yang jarinya harus diamputasi, kemudian siswa yang ditemukan meninggal di gorong-gorong sekolah, serta siswa yang ditendang lalu meninggal.

Sangat disayangkan, hampir setiap hari terjadi kasus bullying di sekolah. Pemerintah justru lewat Kementerian pendidikan dan kebudayaan (Kemendikbud) mengaku belum punya terobosan baru mencegah kekerasan dan perundungan yang masih terjadi di sekolah. (cnnindonesia,com, 7/2/2020).

Sikap yang ditunjukkan oleh Kemendikbud, sebenarnya mengonfirmasikan pada publik bahwa pemerintah gagal dalam membangun sumber daya manusia bangsa lewat sistem pendidikan sekuler saat ini diterapkan.

Aturan Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan yang selama ini digunakan untuk mencegah tindak kekerasan dan bullying pada anak, juga teryata mandul dalam mengatasi kasus tersebut. Faktanya, hingga hari ini kasus bulliying dan kekerasan terus saja muncul tak ada habisnya.

Jasra menyakini, pengaduan anak kepada KPAI tersebut bagaikan fenomena gunung es. Artinya, masih sedikit yang terlihat di permukaan karena dilaporkan, sementara di bawahnya masih tersimpan kasus-kasus lain yang besar namun tidak dilaporkan.

Menurut Jasra, pemicu anak melakukan perundungan sangat banyak. Seperti tontonan kekerasan, dampak negatif gawai, penghakiman media sosial. “Dan itu kisah yang berulang, karena bisa diputar balik kapan saja oleh anak, tidak ada batasan untuk anak mengkonsumsinya kembali. Ungkap Jasra.

Kasus bullying ini menjadi masalah akut bagi generasi saat ini. Alih-alih semakin berkurang, yang ada justru tiap tahun menjadi tren peningkatan. Baik jumlahya maupun kesadisannya. 

Seyogyanya, kasus bullying disebabkan oleh ide sekuler yang telah membentuk generasi dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah secara instan. Tanpa melibatkan aturan agamanya. Tidak heran jika lahir generasi yang tidak takut akan dosa kepada Allah SWT dalam melakukan suatu kemaksiatan.

Peran masyarakat dan negara pun mandul. Lemahnya kontrol sosial masyarakat akibat paham individualis, mendorong generasi pada perilaku permisif. Alhasil, generasi semakin enjoy dalam melakukan kekerasan dan bulliying. Sedangkan, peran negara hanya sebatas pada regulasi semata. Faktanya, regulasi tersebut tidaklah ampuh. Terbukti kekerasan dan bullying masih saja terjadi baik di dunia nyata ataupun jagat maya.

Tindakan preventif yang dilakukan akan menjadi sia-sia belaka, selama pemerintah menerapkan sistem pendidikan sekuler yang terbukti gagal. Sedangkan upaya kuratif pun tidak akan berhasil secara sempurna tanpa dibarengi dengan upaya mencampakkan sekularisme sebagai biang kerusakan generasi. 

Dalam Islam, bullying sangat dilarang karena bisa merugikan orang lain. Untuk menghilangkan bullying pada remaja, selain dibutuhkan kerja sama antara keluarga, masyarakat, dan peran negara maka remaja harus disibukkan dengan ketaatan. Baik membaca, mendengar atau menghafal Alqur’an atau berdakwah di tengah-tengah umat dan sebagainya.
Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur persoalan ini. 

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Abu Musa radhhiyallahu’anhuma berkata, “Mereka (para sahabat) bertanya, Wahai Rasulullah, Islam manakah yang lebih utama? Beliau menjawab, ‘Orang-orang Islam lainnya selamat dari lidah dan tangannya,” (HR. Bukhari)

Dari hadits di atas bisa dipahami jika Islam telah memberikan tuntunan kepada kita agar kita mampu menjaga lisan dan perbuatan kita agar tidak menimbulkan dosa dan fitnah.

Allah SWT berfirman.”Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan janganlah pula sekumpulan wanita merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekanSeburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim,” (TQS. Al-Hujarat ayat 11)

Sejatinya, kita tidak layak disebut sejati kalau kita sering menjadikan saudara muslim kita yang lain celaka akibat keburukan lisan dan tangan kita. Bukan pula muslim yang baik jika ia tidak mau menyelamatkan muslim yang lain dengan kebaikan lisan dan tangannya yang menimpa mereka.

Sabda Rasulullah SAW :
“Jika ada seorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang ada pada dirinya. Biarkanlah dia, akibat buruknya akan menimpa dirinya dan pahalanya untuk dirimu. Dan janganlah sekali-kali mencela seseorang pun.” 
(HR. ABU Daud at Thayalisi, Ash Shahihah 770). 

Wallahu a’lam Bishawab.