ISLAM ITU SOLUSI, BUKAN SANDUNGAN
Oleh : Zahida Arrosyida (Revowriter Kota Malang)
Orde baru telah pergi seiring datangnya era reformasi. Namun bukan berarti warisan Orde Baru telah hilang. Justru ditengah perjalanan reformasi tidak bisa dipungkiri gelagat kemunculan tanda kembalinya benih-benih kebijakan dan statement ala Orde Baru belakangan ini. Rezim terindikasi meniru gaya Orde Baru dalam membungkam lawan politik dan pihak-pihak yang selama ini dinilai kritis terhadap pemerintah. Beberapa ulama di persekusi, para aktifis dan tokoh ditangkapi, bahkan ajaran agama (Islam) pun dikriminalisasi.
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi yang baru seminggu dilantik mendadak viral dan menjadi sorotan publik terkait pernyataannya soal agama adalah musuh terbesar Pancasila . Pernyataan tersebut terkait dengan kritiknya terhadap realitas diera informasi yang meniscayakan ormas-ormas islam memilih islam sebagai asas organisasi. Padahal menurutnya Pancasil yang seharusnya menjadi asas bukan islam, karena menjadikan islam sebagai asas sama halnya membunuh Pancasila secara administrasif.
Yudian juga merasa prihatin bahwa belakangan ini ada kelompok yang mereduksi agama sesuai kepentingannya sendiri yang tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila. " Si minoritas ini ingin melawan Pancasila dan mengklaim dirinya sebagai mayoritas. Ini yang berbahaya. Jika kalau kita jujur musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan," kata Yudian. (cnnindonesia.com 12/2/2020)
Tak kalah kontroversial,dilansir dari Republika.co.id Wakil Presiden KH. Ma'ruf Amin menghimbau para khatib dalam khutbahnya untuk mengedepankan persatuan dan kesatuan umat. Ma'ruf berpesan agar khatib tidak memberikan materi dakwah yang justru mengobarkan permusuhan diantara umat. Pernyataan itu disampaikan Ma'ruf saat membuka Rakernas ke II dan Halaqa khatib Indonesia di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jum'at (14/2/2020) lalu. "Karena itu harus membangun narasi kerukunan, dalam khutbah itu jangan bangun narasi konflik dan permusuhan jangan ada perasaan seperti perang melawan Belanda,". Ujar Ma'ruf dalam sambutannya.
Pernyataan para elit politik yang merefresentatifkan apa yang menjadi komitmen negara terhadap suatu persoalan ini telah mengkonfirmasi pada kita bahwa sesungguhnya yang menjadi objek dalam pernyataan tersebut adalah ditujukan kepada Islam dan umat Islam. Ini tidak berlebihan karena sejak dulu kekuatan Islam politik dianggap sebagai sesuatu yang mampu menandingi status quo. Karena umat Islam selalu menjadi garda terdepan dalam menyuarakan perlawanan terhadap kezaliman yang dilakukan penguasa terhadap rakyat.
=============
Pancasila sebagai _set of filosofy_ sangat dipengaruhi oleh siapa saja yang menafsirkan dan memahami pada saat itu. Sejarah membuktikan bahwa Pancasila pernah sangat dekat dengan komunisme pada masa orde lama dan organisasinya. Jadi siapa saja yang menolak organisasi saat itu disebut anti Pancasila. Pada Orde Baru rezim menggunakan Pancasila untuk mempersekusi lawan-lawan politik dan dianggap tidak tunduk terhadap demokrasi Pancasila. Pertanyaannya Pancasila diinterpretasikan dengan baik itu pada masa kepemimpinan siapa? Masa Orde Lama ataukah pada masa Orde Baru? Ternyata memang Pancasila itu sangat refresentatif, sangat relatif, sangat tergantung siapa yang menjadi penguasa.
Sejak negara ini berdiri sampai sekarang, Pancasila terlanjur dianggap sebagai sesuatu yang sakral dan keramat. Menyentuh dan mengkritiknya berati si pelaku telah melakukan kesalahan besar bahkan dikatakan memiliki "dosa politik". Jangankan melawan ajarannya, melawan atau mengkritisi penguasa yang tengah berjibaku "mengagungkannya" disamakan dengan memusuhi Pancasila.
Pancasila akhirnya menjadi stempel politik dengan kendaraan hukum. Siap melibas siapapun dari kalangan lawan politik untuk berhadapan dengan negara. Ironis, Pancasila yang diharapkan mampu mewujudkan kedaulatan, kedamaian, keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat justru dijadikan sebagai alat untuk membuat ketakutan, menghisap dan memalak rakyat. Bahkan juga melegitimasi kekuasaan. Pancasila telah berubah menjadi alat untuk mempertahankan status quo. Lawan politik akan dibungkam dengan tuduhan melawan Pancasila.
Lempar batu sembunyi tangan. Begitu pepatah yang pas untuk menggambarkan bagaimana rezim mengobrak-abrik harmonisasi di tengah masyarakat. Masyarakat yang sebenarnya tidak ada masalah di tingkat bawah, berubah menjadi bergejolak manakala muncul labelisasi dan pernyataan tendensius oleh negara. Mereka yang dituding anti Pancasila dihadapkan kepada mereka yang disematkan predikat Pancasila oleh negara. Tentu saja ini menimbulkan benturan.
Kalangan Islam yang ingin melaksanakan ajaran agamanya disemati predikat kelompok radikal, intoleran dan anti kebhinekaan. Pada saat inilah negara tampil mendukung kelompok yang dianggap moderat dan toleran atas segala hal (termasuk kezaliman penguasa terhadap rakyat) untuk kemudian bersama negara menghabisi kelompok yang menurut mereka radikal.
Melakukan komparasi antara Pancasila dan Islam itu sudah pasti bukan pemikiran yang jernih dan ide brilyan. Karena Pancasila memang tidak layak disandingkan dengan Islam. Pancasila adalah falsafah bangsa yang lahir dari produk pikir manusia yang terbatas ilmu dan penginderaannya terhadap manusia, kehidupan dan alam semesta. Sedangkan agama Islam adalah Dien yang bersumber dari Rabb Semesta Alam, Yang Maha Pencipta sekaligus Maha Pengatur. Sungguh suatu perbandingan yang tak sepadan ketika membandingkan hasil karya antara Al Khaliq dan makhluk. Senaif saat kita membandingkan barang asli dan barang palsu. Senaif saat kita membandingkan kaki palsu buatan dokter dengan kaki yang telah diciptakan Allah. Senaif saat kita membandingkan Muhammad Fatah alias Lucinta Luna yang telah melakukan operasi plastik untuk menjadi wanita, dengan perempuan yang memang sejak lahir sudah tercipta menjadi wanita.
Pernyataan untuk selalu membandingkan dan membenturkan Pancasila dan agama (Islam) akan selalu keluar dari mulut manusia yang _mindset_ berfikirnya telah dibentuk oleh sistem demokrasi. Sistem yang dibangun di atas asas sekulerisme, memisahkan antara agama dan kehidupan. Dan ini terbukti dengan pengakuan Yudian bahwa untuk mewujudkan Pancasila perlu sekularitas, artinya manusia yang membuat aturan main sendiri.
Demokrasi telah memberikan hak kebebasan pada manusia untuk berpendapat sebebas-bebasnya tanpa perlu khawatir apakah pendapat itu merusak, merancukan dan meracuni pemikiran masyarakat. Bebas mengeluarkan pendapat meski itu melenceng dari aturan Islam yang menjadi akidahnya. Bebas mengeluarkan pendapat meski telah melecehkan akidah yang diyakininya.
Sesungguhnya Islam diturunkan oleh Allah untuk seluruh manusia dalam semua aspek mengatur kehidupan. Dari urusan akhlak, ibadah, makanan, pakaian, ekonomi, pendidikan, pergaulan, pemerintahan dan peradilan.
Dalam Surat An-Nahl Ayat 89 :
وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ ۚ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
(Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri."
Dalam hadist Rasulullah beliau bersabda : "Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya.”
[HR Ar-Rawiyani, Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi).
Dalam Alqur'an surat Ali Imran ayat 3 : "... "Sesungguhnya agama yang diridhoi disisi Allah adalah Islam".
Dari sini bisa difahami bahwa Islamlah satu-satunya yang terbaik untuk mengatur hidup manusia, sebagai sumber hukum dan sebagai panduan dalam berfikir dan memutuskan segala sesuatu. Manusia diperintahkan oleh Allah untuk mengikuti petunjuk yang telah ditetapkan agar kehidupan berjalan harmoni. Ketika manusia menjadikan Islam sebagai aturan dalam seluruh kehidupannya maka yang didapatkan adalah keberkahan, kesejahteraan dan ketentraman.
Allah berfirman :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
"Dan tidaklah Kami mengutus engkau Muhammad melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam"
(QS : al- Anbiyaa: 107).
Jelaslah bahwa Islam itu bukan sumber masalah kehidupan, namun solusi atas segala persoalan kehidupan. Menuduh agama (Islam) sebagai musuh Pancasila adalah pernyataan yang kontraproduktif dengan upaya untuk mewujudkan ketuhan Yang Maha Esa seperti yang termaktub pada sila pertama Pancasila.
Salah satu hak pemikiran Islam atas kita adalah kita tidak boleh menyatakan kecuali bahwa pemikiran Islam adalah pemikiran yang Haq. Jika hal ini tidak kita lakukan berati kita mengabaikan firman Allah SWT.
Sungguh Allah telah menyindir manusia pada firman-Nya :
إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ
Artinya : " (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar."
(QS : an-Nur: 15).
Wallahu a'lam.
Posting Komentar