-->

Telah Tampak Kerusakan di Daratan dan di Lautan: Peringatan Untuk Kembali Kepada Din Islam


Telah Tampak Kerusakan di Daratan dan di Lautan: Peringatan Untuk Kembali Kepada Din Islam

Oleh: Irfan Abu Naveed (Peneliti Balaghah al-Qur'an dan Hadis Nabawi)

Turunnya hujan hingga menjadi banjir, adalah tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah dan peringatan dari-Nya, banjir kali ini bahkan disebut-sebut, lebih parah dari banjir banjir sebelumnya. Ada apa gerangan? Banyaknya kemungkaran; stigma negatif atas ajaran Islam: jihad, khilafah; persekusi atas para ulama dan da'i; pembakaran bendera tauhid, penistaan atas Rasulullah ﷺ serta ajaran Islam; keikutsertaan oknum kaum Muslim dalam perayaan kufur dan adanya pihak pihak oknum yang menghalalkannya, menambah daftar kemungkaran zina, riba, LGBT, dsb di negeri ini. 

Maha benar Allah 'Azza wa Jalla yang berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ {٤١}

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Al-Rûm [30]: 41)

===

Ayat ini mengandung petunjuk agung dari Allah subhanahu wa ta'ala yang berkaitan erat dengan masa depan hidup manusia, yakni akibat buruk dari perbuatan mereka yang menegakkan kemungkaran. Akibat berupa tampaknya kerusakan di daratan dan di lautan, dimana kedua kata berkebalikan ini (dalam ilmu balaghah yakni al-thibâq), mewakili apa yang dekat dengan kehidupan manusia berupa daratan dan lautan yang memang jelas berada di sekeliling mereka, dimana kerusakan tersebut merupakan kerusakan yang pasti, Allah ungkapkan dengan diksi kata kerja lampau (zhahara).

Kerusakan tersebut Allah informasikan oleh sebab kemaksiatan manusia, dengan menekankan pada apa yang telah dilakukan oleh kedua tangannya (bi mâ kasabat aydi al-nâs), dalam persepektif ilmu balaghah (ilmu bayan), kalimat tersebut diungkapkan dengan ungkapan majazi (kiasan) yakni majaz mursal, dengan menyebutkan sebagian (yakni tangan) namun yang dimaksud adalah keseluruhan diri manusia (ithlaq al-juz’i wa iradat al-kull). Jelasnya ditafsirkan para ulama yakni oleh sebab kemaksiatan dan dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia.

Al-Hafizh Ibn Katsir (w. 774 H) mencontohkan salah satu bentuk fasad tersebut dalam tafsirnya: “Makna firman Allah subhanahu wa ta'ala: (zhahara al-fasad fi al-barr wa al-bahr bi mâ kasabat aydi al-nâs) yaitu bahwa kekurangan bauh-buahan dan hasil pertanian disebabkan oleh kemaksiatan.”

Ia lalu menukil penjelasan Imam Abu al-‘Aliyah: “Siapa saja yang bermaksiat kepada Allah di muka bumi, maka sungguh ia telah berbuat kerusakan di bumi, karena kebaikan bumi dan langit (bergantung) pada keta’atan. Sehingga disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Abu Dawud, Rasulullah ﷺ bersabda:

«لَحَدٌّ يُقَامُ فِي الْأَرْضِ أَحَبّ إِلَى أَهْلِهَا مِنْ أَنْ يُمْطَرُوا أَرْبَعِينَ صَبَاحًا»

“Sungguh satu sanksi had yang ditegakkan di bumi lebih disukai bagi penduduk bumi daripada diturunkannya hujan kepada mereka selama 40 hari.”

Karena jika hudud ditegakkan, maka menjadikan seseorang atau kebanyakan manusia berhenti dari melakukan keharaman , dan apabila maksiat dilakukan, maka hal itu menjadi sebab hilangnya keberkahan dari langit dan bumi.”

===

Luar biasanya, Allah subhanahu wa ta'ala pun menyebutkan hikmah di balik peringatan berupa kerusakan di daratan dan lautan yang dirasakan manusia, yakni agar manusia kembali kepada jalan-Nya, ditandai dengan adanya huruf la’alla pada kalimat la’allahum yarji’un. Al-Hafizh Ibn Katsir menjelaskan:

Firman Allah (لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا), yakni Allah menguji mereka dengan kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan sebagai ujian dari Allah untuk mereka, dan sebagai balasan atas perbuatan mereka, supaya mereka kembali dari kemaksiatan.[2]

Itu semua semakin mendorong kita untuk kembali kepada Din Islam, Islam sebagai ideologi kehidupan, dan hidup dalam naungan sistem Islam, al-Khilafah yang menjadi institusi penegak syari'at Islam kaffah. Tidak ada yang mengingkari hal ini kecuali mereka yang terpedaya dengan dunia, wal 'iyadzu biLlah []

—————————————
Sumber : Muslimah News ID