-->

Peran Dan Aktivitas Domestik Perempuan


PERAN DAN AKTIVITAS DOMESTIK PEREMPUAN

Oleh : Ustadzah Najmah Saiidah

Yang dimaksud dengan peran domestik perempuan adalah perannya dalam lingkungan rumah tangga/keluarganya atau di dalam rumah.  Dalam hal ini Islam telah memberikan aturan dan hukum-hukum yang rinci terkait dengan peran ini.  Islam sebagai Diin yang sempurna telah memberikan peran beragam di dalam keluarga, yaitu sebagai anak, istri dan ibu.  Ketiganya memiliki peran yang penting dan strategis.
.
// a.  Perempuan Sebagai Anak //
Dalam pandangan Islam, anak adalah sebagai hiasan dalam keluarga dan penenang bagi kedua orangtuanya ketika mereka masih hidup, juga sebagai generasi pelanjut keluarga ketika kedua orangtuanya telah berpulang ke rahmatullah.  Oleh karena  itu Islam memerintahkan kepada kedua orang tua untuk mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin karena mereka merupakan asset generasi di masa mendatang di samping juga melindungi dan menjaga keamanannya.  Sebaliknya, Islam pun telah memerintahkan kepada anak-anak untuk berbuat baik kepada kedua orangtuanya, selama mereka tidak memerintahkan kepada kemaksiatan.  "Dan kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dengan susah payah pula, mengandung dan menyusuinya selama 30 bulan.“  (QS Al-Ahqaf : 16)

“Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kamu sekalian untuk berbakti kepada ibumu, kepada ibumu, kepada ibumu, lalu kepada ayahmu baru kemudian kepada orang yang lebih dekat dan seterusnya.” (HR Bukhari, Ahmad dan Ibnu Majah).
.
Dalam pandangan Islam, anak bukan orang nomor dua di dalam keluarga setelah orang tuanya atau tidak memiliki andil dalam perjalanan hidup sebuah keluarga.  Anak-anak, terutama yang telah dewasa, berhak bahkan berkewajiban untuk membawa keluarganya kepada kebaikan.  Satu sama lain diperintahkan oleh Allah untuk beramar makruf nahi munkar terhadap anggota keluarga lainnya berdasarkan keumuman nash.  Ketika seorang ayah atau anggota keluarga lainnya salah langkah, maka anak-anak dan anggota keluarga lainnya wajib untuk mengoreksi atau menasehati, tentu saja dengan cara yang makruf. 
.
// b. Perempuan Sebagai Istri dan Ibu //
Dalam kehidupan rumah tangga, Islam telah mengajarkan agar suami dan istri sama-sama berusaha menjaga kasih sayang dan kerukunan di antara mereka. Suami yang baik dalam pandangan Islam adalah suami yang bertanggung jawab, penuh kasih sayang, dan memuliakan istrinya. Sebaliknya, istri yang baik dalam pandangan Islam adalah istri yang selalu menjaga kehormatannya, serta memuliakan dan mematuhi serta mentaati suaminya. Islam juga mengajarkan agar isteri dan suami bergaul secara makruf antara satu dengan yang lain, saling berhias demi menjaga kasih sayang di antara mereka, serta masih banyak lagi ajaran akhlak lain dalam Islam yang berkaitan dengan perkawinan dan rumah tangga.
.
Pada dasarnya pernikahan atau kehidupan pernikahan adalah memberi ketenangan sehingga terjadi persahabatan yang penuh kebahagiaan dan ketenangan antara pasangan suami istri.  Asalkan si istri memenuhi hak-hak suaminya dan sebaliknya suami memenuhi hak-hak istrinya dengan cara yang makruf (baik).  Dari Ibnu Abbas  : ”Sesungguhnya aku akan berhias untuk istriku sebagaimana ia berhias untukku.  Dan aku suka jika ia menyampaikan secara bersih segala sesuatu yang merupakan hakku atasnya sebagaimana aku menyampaikan secara bersih apa apa yang menjadi haknya atasku.  Karenanya Allah berfirman: Dan para perempuan memiliki hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf” (QS Al-Baqarah: 228).  Dalam hadits yang lain: “Hak dia (istri) adalah persahabatan dan pergaulan yang baik dari suami terhadapnya setimbang dengan kewajiban istri berupa ketaatan kepada suami yang diwajibkan atasnya”
.
Dalam perannya  sebagai isteri,  perempuan shalihah adalah perempuan yang senantiasa taat pada suaminya selama tidak memerintahkan maksiyat, senantiasa berusaha menyenangkan suami untuk mencari keridhaannya, membantunya dalam urusan akhirat, memelihara rumah, anak-anak dan harta suaminya, dan lain-lain. Hal ini tentu harus didudukkan dalam kerangka bahwa  hakekat k
.
eberadaan pernikahan adalah hubungan persahabatan (shohbah) dalam menjalani ketaatan. Tentang hal ini Allah SWT   berfirman, yang artinya: “...Oleh karena itu, perempuan shalihah adalah yang mentaati Allah dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada karena Allah telah memelihara mereka”. (TQS. An-Nisa’ [4]: 3) Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda :  “Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang bersujud kepada orang lain, aku pasti akan memerintahkan kepada perempuan untuk bersujud kepada suaminya”
.
Islam juga telah memberikan aturan  khusus kepada perempuan untuk mengemban  tanggungjawab kepemimpinan dalam rumahtangga suaminya sekaligus menjadi pemimpin bagi anak-anaknya. Rasulullah ﷺ bersabda, sebagaimana yang dituturkan oleh Ibn ’Umar:  “Setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang amir (kepala pemerintahan) adalah pemimpin bagi rakyatnya, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya; seorang laki-laki adalah pemimpin rumahtangga, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya; seorang perempuan adalah pemimpin atas rumahtangga suaminya dan anak-anaknya yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya; seorang pelayan adalah pemimpin atas harta tuannya, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Ingatlah setiap kalian adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari Muslim).
.
Peran kepemimpinan dalam hadits ini sama sekali tidak menunjukkan adanya legitimasi atau superioritas derajat yang satu atas yang lain. Pemimpin negara tidak dianggap lebih mulia dari rakyatnya. Seorang laki-laki sebagai suami tidak pula dianggap lebih mulia dibandingkan dengan istri dan anak-anaknya. Kepemimpinan adalah tanggung jawab dan amanat yang dibebankan oleh Allah Swt. untuk dilaksanakan, selanjutnya dipertanggungjawabkan sebagai sebuah amal ibadah. Justru ketaatan masing-masing terhadap tanggung jawab kepemimpinan inilah yang akan menentukan kemuliaan derajat seseorang, sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa". (QS al-Hujurat [49]: 13).
.
Perempuan sebagai pemimpin rumahtangga suami dan anak-anaknya mengandung pengertian, bahwa peran kepemimpinan yang utama bagi perempuan adalah merawat, mengasuh, mendidik, dan memelihara anak-anaknya agar kelak menjadi orang yang mulia di hadapan Allah. Di samping itu, ia pun berperan membina, mengatur, dan menyelesaikan urusan rumahtangga agar memberikan ketenteraman dan kenyamanan bagi anggota-anggota keluarga yang lain. Dengan perannya ini berarti ia telah memberikan sumbangan besar kepada negara dan masyarakatnya. Sebab, dengan begitu berarti dia telah mendidik dan memelihara generasi umat agar tumbuh menjadi individu-individu yang shâlih dan mushlih di tengah-tengah masyarakatnya. Dengan begitulah bisa dikatakan bahwa kepemimpinan perempuan ini berperan melahirkan pemimpin-pemimpin lainnya di tengah-tengah umat.
.
Dari berbagai pembebanan hukum-hukum yang dikhususkan bagi perempuan ternyata dapat disimpulkan bahwa peran pokok perempuan adalah sebagai ibu dan manajer rumah suaminya (ummun wa rabbah al-bayt). Adapun dalam kedudukannya sebagai manajer rumah tangga suaminya, perempuan berfungsi sebagai mitra utama dari pemimpin rumahtangga, yaitu suami; hubungan keduanya dalam rumahtangga dibangun atas dasar persahabatan dan kasih sayang. Dengan begitu, sekalipun suami berlaku sebagai nahkoda dalam biduk rumahtangga, bukan berarti kepemimpinannya bersifat diktator atau seperti majikan terhadap budaknya.  
.
Di sisi lain  perempuan sebagai ibu adalah pendidik yang pertama dan utama, di tangannyalah terbentuk generasi handal harapan umat dan di tangannyalah tergenggam masa depan umat, karena ia adalah tiang negara, yang menentukan tegak atau runtuhnya sebuah negara/masyarakat.  Karenanya merupakan suatu hal yang alami jika Islam sangat mendorong perempuan untuk senantiasa tanggap terhadap segala sesuatu yang ada di sekelilingnya
.
(sadar politik), di samping terus membekali kaum perempuan dengan pemahaman Islam sehingga mampu menyelesaikan seluruh problematika yang menimpa dirinya dan yang ada di sekelilingnya dengan benar.  
Wallaahu a’lam bishshawwab.
________________
Sumber : Wadah Aspirasi Muslimah