-->

Pejuang VBAC (Part 2)


Based On True Story.. 

Pejuang VBAC (Part 2)

Oleh : Ummu Farras 

VBAC memang high risk (beresiko tinggi). Kemungkinan terburuk dari VBAC adalah kegagalan karena tidak berhasil menjalankan persalinan normal dengan sempurna. Kondisi ini bisa membuat rahim robek (ruptur Uteri) karena bekas sayatan dari operasi caesar sebelumnya terbuka. Kalau sudah begini, operasi caesar darurat mau tidak mau harus segera dilakukan guna mencegah komplikasi lebih lanjut yang meliputi perdarahan hebat, infeksi, hingga cacat pada bayi. Dalam beberapa kasus, terjadi perdarahan yang cukup parah, operasi angkat rahim (histerektomi) pun harus dilakukan. Artinya, ada kemungkinan ia tidak bisa hamil lagi.

Ucapan dokter terngiang ngiang di benak Zahrana. Ya. dokter itu betul. Ia hanya berharap. Harapan yang selalu ia panjatkan kepada sang pemilik nyawa. Memang tak mungkin bagi Zahrana, tapi bagi Allah SWT yang maha sempurna tak ada yang tak mungkin. 
Bulir bulir airmata seringkali jatuh di pipi Zahrana. Saat itu usia kandungannya sudah menginjak 9 bulan lebih 2 minggu. Support dan motivasi selalu diberikan oleh suami, anak-anaknya, orang tua, kakaknya, serta keluarga yang ia cintai. Betapa ia bersyukur atas semua yang dimilikinya. Ia pun semakin pasrah kepada Allah SWT. Sekarang, ia hanya menunggu waktu. Biarlah Allah SWT menjawab dengan skenarioNya. Dan Zahrana yakin, itu skenario terindah untuknya. 

Di kehamilannya yang keempat, Zahrana memang berniat untuk melahirkan normal. Ia pun menyampaikan keinginan tersebut kepada suaminya. Suaminya mendukung yang terbaik saja untuk istrinya dan calon buah hatinya. 

Semua wanita pasti ingin melahirkan normal. Tak terkecuali Zahrana. Sebenarnya bukan hanya di kehamilan keempat saja Zahrana menginginkan melahirkan normal, di kehamilan pertama pun sebenarnya Zahrana sudah pembukaan lengkap dan hendak melahirkan normal, tetapi Allah berkehendak lain. Karena indikasi medis, akhirnya diputuskan untuk caesar. Saat itu keadaan Zahrana darurat, sudah 3 hari kontraksi dengan dibantu obat-obat induksi, detak jantung bayi melemah, setelah Zahrana berusaha mengejan kurang lebih satu jam. Partus tak turun jua, sang Ibu pun mulai susah bernafas. Dan jika Zahrana mendengar cerita dari suaminya, suaminya mengatakan kalau wajahnya sudah membiru saat itu. Untuk keselamatan ibu dan bayi, dokter memutuskan operasi untuk Zahrana. Ia pun merasa dokter dengan berat hati memutuskannya. Ya Allah.. Betapa besar perjuangan seorang ibu bagi anak-anaknya. Mengorbankan Nyawa, demi terlahir nyawa baru. 

Di dalam Islam, posisi seorang ibu memiliki keutamaan yang besar. 

Dalam sebuah hadist :
“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ ‘Ibumu!’ ‘Ibumu!, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari)

Selain itu, telah masyhur mengenai kisah Uwais Al Qorni yang sampai-sampai sahabat Nabi sekelas Umar bin Khathab radhiallahu’anhu dan yang lainnya dianjurkan oleh Rasulullah SAW untuk menemui Uwais. Hal ini disebabkan begitu hebatnya birrul walidain Uwais terhadap ibunya. Nabi bersabda:

“sesungguhnya tabi’in yang terbaik adalah seorang lelaki bernama Uwais, ia memiliki seorang ibu, dan ia memiliki tanda putih di tubuhnya. Maka temuilah ia dan mintalah ampunan kepada Allah melalui dia untuk kalian” (HR. Muslim).

"Umi.. Ko melamun?" 
Suami Zahrana membuyarkan lamunannya. 
Zahrana sedang mengasuh putri kecilnya, Qiara yang sedang bermain dengan riangnya di kebun belakang rumah. Nyari kupu-kupu kecil, katanya. 
"Ga kenapa-kenapa bi. Oh iya bi.. Umi sudah 9 bulan lebih 2 minggu. Tapi belum ada kontraksi." 

"Ya sudah besok periksa aja, gimana?" tanya suaminya. 
Zahrana pun mengangguk mengiyakan. Sebenarnya ia sudah punya rencana, dan sudah berdiskusi dengan suaminya. Rencananya kalau nanti sudah sakit kontraksi (pembukaan), baru periksa ke bidan. Ia tidak mau ke dokter, karena kalau ke dokter pasti langsung operasi caesar. Tapi ya sudahlah mungkin belum waktunya, besok periksa dan USG dulu saja. Pikirnya. 

Malam itu Zahrana seperti tak bisa tidur. Ia gelisah. Selepas sholat Maghrib tadi ia merasa perutnya agak mulas dan kencang terus. Rasanya agak nyeri. Ia bertanya-tanya "apa sudah waktunya ya?" 
Tapi ia belum memberitahu suaminya. Hawatir ini hanya kontraksi palsu. 
Semakin malam semakin terasa mulas. Kontraksi semakin intens. Nyeri. Sakit. Tidur berbagai posisi pun tak tenang. Tak enak. 

Hanya dzikir yang bisa ia lantunkan.. 
Hanya do'a yang bisa ia langitkan.. 

Bersambung...