-->

L98T dan Pertaruhan Reputasi Intelektualitas Kampus


Oleh: Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si (Koordinator LENTERA)

Kasus Reynhard Sinaga sungguh menampar dunia. Tak heran jika kemudian Walikota Depok, kepala daerah tempat tinggal dan almamater Reynhard, menyatakan akan merazia L98T di Depok. Namun, munculnya kasus Reynhard ini sebenarnya hanyalah bom waktu. Selama ini, kasus-kasus serupa justru terkesan dibiarkan.

Empat tahun yang lalu (2016), Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi saat itu, M. Nasir, pernah menegaskan kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (L98T) semestinya tidak boleh masuk kampus. Karena, menurut Nasir kala itu, ada standar nilai dan standar susila yang harus dijaga dan kampus adalah penjaga moral. Nasir bahkan sempat dengan tegas melarang perilaku L98T di semua perguruan tinggi di Indonesia yang berada di bawah Kemenristek Dikti. Sayangnya, pernyataan tersebut hanya bertahan satu hari.

Poedjiati Tan asal Surabaya, Jawa Timur, menginisiasi petisi online via Change.org terhadap Nasir. Sang Menristekdikti dipetisi lantaran ucapannya yang dianggap mendiskreditkan kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (L98T). Dalam waktu satu hari itu, petisi Poedjiati telah ditandatangani oleh 1.296 pendukung. Poedjiati mencoba berkilah dengan Pasal 31 ayat (1) UUD 1945, yang mencantumkan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.”

Nasir sendiri pada hari yang sama langsung mengklarifikasi pernyataannya soal L98T. Menurut mantan Rektor Universitas Diponegoro itu, ia bukannya melarang L98T masuk kampus atau melarang semua kegiatan terkait L98T, sebab kampus terbuka lebar untuk mengkaji berbagai kerangka keilmuan, termasuk L98T.

“Larangan saya terhadap L98T masuk kampus apabila mereka melakukan tindakan yang kurang terpuji seperti bercinta atau pamer kemesraan di kampus,” demikian kata Nasir melalui akun Twitter resmi miliknya. Sebagai warga negara Indonesia, ujar Nasir, kaum L98T perlu mendapat perlakuan yang sama di mata undang-undang. “Namun ini tidak lantas diartikan negara melegitimasi status L98T. Hanya hak-haknya sebagai warga negara yang harus dijamin oleh negara,” lanjut Nasir (cnnindonesia.com, 25/01/2016).

Dikuatkan dalam detik.com (25/01/2016), Nasir menyatakan, “Mau menjadi lesbian atau gay itu menjadi hak masing-masing individu. Asal tidak menganggu kondusivitas akademik,” jelas Nasir dalam akun twitter @menristekdikti, Senin (25/01/2016). Nasir pun meminta agar seluruh perguruan tinggi memberi pendampingan kepada mahasiswanya. Lingkungan kampus mesti dijaga.

“Imbauan saya kepada seluruh pihak perguruan tinggi untuk selalu melakukan pendampingan secara intensif kepada mahasiswanya. Karena lingkungan kampus akan sangat berpengaruh terhadap psikologi mahasiswa,” jelasnya. “Memang sebagai bagian dari warga negara Indonesia, kaum L98T perlu mendapat perlakuan yang sama di mata UU. Namun ini tidak lantas diartikan negara melegitimasi status L98T,” ujarnya (detik.com, 25/01/2016).

Semangat Unand dan UII

Sebagaimana kita ketahui pula, masih dalam topik yang sama, tahun 2017 lalu diberitakan tentang ketegasan Rektor Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat, yang mensyaratkan calon mahasiswanya tak termasuk dalam kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (L98T). Surat pernyataan status bebas L98T ini sendiri telah viral di media sosial dan memancing beragam komentar netizen.

Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek Dikti Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI saat itu, Ali Ghufron Mukti, mengatakan pemerintah pusat tak pernah mengeluarkan atau memberi instruksi soal kebijakan larangan L98T bagi para calon mahasiswa.

“Setiap orang memiliki hak atas akses pendidikan. Kalau benar ada universitas yang menerapkan kebijakan tersebut, itu di tingkat lokal. Di tingkat nasional tidak ada,” kata Ali.

Tak ayal, pihak universitas mendapat kritik publik. Ada yang pro dan kontra. Yang pro, mereka mendesak Rektor Unand untuk konsisten dengan kebijakan itu, karena hal itu sangat positif.

Lalu tahun 2018, giliran Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang menegaskan tidak akan menerima mahasiswa, karyawan, dan dosen dari golongan L98T. Bila civitas akademika UII terbukti berperilaku L98T, maka kampus ini tidak akan segan memecatnya.

“UII akan tegas menindak kalau ada pelaku-pelaku L98T (di internal kampus),” kata Rektor UII, Nandang Sutrisno saat melangsungkan jumpa pers di sebuah rumah makan di Jalan Kaliurang KM 5,6, Sleman, DI Yogyakarta, Senin (22/1/2018).

Nandang menjelaskan, sejauh ini belum ada mahasiswa, karyawan atau dosen di UII yang menunjukkan perilaku seksual menyimpang. Lanjut Nandang, pun tidak ada pegiat atau aktivis di internal UII yang memperjuangkan L98T. “Yang jelas bagi UII ini kan untuk menjadi dosen harus lulus dulu tes agama. Pandangan-pandangan agama di situ akan dieksplorasi, sehingga tentu akan diketahui di awal tentang sikapnya terhadap L98T ini,” ungkapnya.

“Kemudian juga kalau misalnya di dalam dia sudah diterima, kemudian kedapatan dia L98T jelas peraturan disiplin pegawai akan kita gunakan. Jangankan L98T, bahwa pelanggaran moral yang lain seperti isu perselingkuhan dan lainnya itu kita tegas aturannya,” lanjutnya.

Dalam kesempatan ini Nandang juga mengakui bila UII adalah lembaga pendidikan yang terbuka dalam setiap diskursus keilmuan. Terkait sikap UII yang tegas menolak L98T, kata Nandang, adalah hasil diskursus yang berlangsung di UII. “Tentu saja sikap kami (menolak L98T) adalah merupakan salah satu diskursus, dan kajian-kajian terhadap L98T bidang keagamaan juga sudah dilakukan,” ucapnya.

Itu berita lama. Entah di 2020 ini. Semoga semua kampus tersebut masih konsisten menentang L98T.

Kampus, Bukan Pencetak Agen Pelangi

Memang bukan tidak mungkin, ada motif untuk mengubah karakter asli kampus sebagai pencetak agen perubahan, menjadi pencetak agen pelangi simbol L98T. Bagaimanapun, mahasiswa yang sebelumnya cuek dengan L98T sangat mungkin jadi tergerus dan teraruskan atas nama proses pergaulan.

Perubahan melalui pergaulan ini sejalan dengan misi dan arah pandang kaum L98T. Akal mereka tak lain berisi perjuangan HAM bagi nasib kaumnya sebagai wujud pembenaran atas perilaku L98T. Atas nama HAM, bahkan bagi yang bukan L98T juga sangat bisa menjadi pembela L98T, meski mereka muslim. Tak pelak, ini adalah jalan untuk menjauhkan mahasiswa yang muslim dari ke-Islam-annya. Manusia berperilaku L98T adalah manusia-manusia rapuh. Karena mereka jauh dari peringatan Allah Swt.. Bisa dibuktikan, mereka bukanlah manusia-manusia taat syariat. Dan terlampau ironis jika kampus berubah peran menjadi tempat pencetak agen pelangi.

Tingkah laku “alay”, “melambai”, kemayu, dan menyukai sesama jenis, jelas-jelas jauh dari karakter agen perubahan hakiki. Sebagaimana firman Allah dalam QS Ar-Ra’du [13] ayat 11:

“...Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”

Allah Swt. tidak akan mengubah keadaan mereka, selama mereka tidak mengubah sebab-sebab kemunduran mereka.

Jika keberadaan kaum L98T ini ditumbuhsuburkan, tunggu saja masa kehancuran masyarakat kampus. Yang meski dari sisi akademik boleh jadi mereka berprestasi, tapi dari sisi sikap menyelesaikan permasalahan kehidupan mereka nol besar. Pola ini pula yang menjadi jati diri demokrasi, anak kandung ideologi kapitalisme.

Lihatlah generasi pembela demokrasi-kapitalisme-liberal. Banyak dari mereka yang sudah menjadi generasi permisif, hanya mengerti hidup secara sekular, liberal, dan hedonis. Masa depan semu sajalah yang akan ada di tangan mereka. Intelektualitas generasi kampus tiada makna jika tidak membuat yang bersangkutan makin tunduk pada Sang Khaliq. Reputasi cerdas cendekia mereka jelas dipertaruhkan.

Keberadaan kaum L98T itu memang bersifat merusak. Bagaimana mungkin perubahan dunia menuju kebaikan dan kebenaran yang diridhoi Allah SWT itu terwujud, jika identitas para mahasiswa sebagai pengemban perubahan dari kampus sendiri ternyata adalah sosok-sosok yang dilaknat Allah SWT, sebagaimana Allah telah firmankan dalam Al-Quran tentang kehancuran kaum Nabi Luth as sebagai salah satu adzab Allah paling dahsyat. Na’udzubillaahi min dzaalik.

Khatimah

Sungguh, bagi masyarakat muslim, L98T tak layak menjadi fenomena. Dalam Islam, hukum L98T sudah jelas dan tegas. Adzab yang pernah terjadi pada kaum Nabi Luth as, seharusnya menjadi kaca benggala, cerminan kekinian. Islam melalui pelaksanaan syariat Islam dengan Khilafah memiliki aturan holistik untuk memberantas tuntas penyimpangan perilaku L98T.

Karena itu, hendaklah seluruh komponen masyarakat mewaspadai ekspor sistematis penyakit kaum Luth ke negeri-negeri muslim. Tujuan L98T tidak lain adalah merusak identitas generasi muslim, menghancurkan jati dirinya dan bahkan bisa menjadi politik depopulasi.

Pelegalan perkawinan sejenis di sejumlah negara Barat baru-baru ini kian membawa arus keberanian kampanye L98T. Dukungan dana dan opini dari lembaga-lembaga dunia dan media-media Barat yang liberal turut berperan menyebarkan kerusakan di negeri-negeri muslim.

Sementara di Indonesia, makin besarnya ruang gerak kerusakan L98T di Indonesia tak lain akibat dukungan kondisi sosial dan politiknya. Karenanya, tidak cukup hanya dengan penolakan (resistensi) dari masyarakat. Pelakunya pun tidak bisa dihentikan dengan dialog ilmiah.

Penolakan tersebut semestinya diikuti dengan pemberantasan L98T hingga ke akarnya, yakni meninggalkan sistem demokrasi, menghapus paham kebebasan-HAM dan menggiatkan budaya amar makruf nahi munkar di tengah masyarakat.

Siapa pun yang menghendaki masyarakat yang bersih, dipenuhi kesopanan, keluhuran, kehormatan, martabat dan ketenteraman, akan menuntut penerapan syariat di negeri ini hingga terwujud kehidupan manusia dalam peradaban yang gemilang di bawah naungan Khilafah.

Karenanya, kalangan kampus, civitas, jajaran, para alumni hingga masyarakat umum yang bermukim di sekitar wilayah kampus, harus tegas mengkritisi maraknya L98T di kampus. Meski secara khusus keberadaan kaum L98T adalah merusak pelestarian keturunan manusia, namun identitas mahasiswa sebagai agen perubahan sangat terancam jika dunia intelektualitas dan pergerakan mereka dekat dengan dunia L98T.

Ini sangat memprihatinkan, bahkan mengerikan. Ini bukan sesuatu yang boleh dibiarkan. Ini adalah sesuatu yang harus dihentikan. Wallaahu a’lam bish showab. 

________

Sumber : MuslimahNews.com