-->

Kado Pahit Tahun Baru dari Rezim Sekuler untuk Rakyat (Menggugat Fungsi Negara Ala Ideologi Kapitalis)


Oleh: Indira S. Rahmawaty (Dosen Ilmu Politik dan Aktivis Islam Ideologis)

Inilah “Kado Spesial” Tahun Baru 2020: Kado Tambahan Beban Berat Rakyat

Tangisan seorang ibu renta korban banjir Jakarta pecah saat sang wartawati sebuah media televisi swasta mewawancarainya. Sang ibu tak kuasa menahan tangis dan mengungkap pilu atas banjir terbesar yang pernah dialaminya: “Semua (kekayaan)nya habis” tuturnya.  Banjir kali ini pun telah merenggut nyawa dan masih mengancam nyawa dan kesehatan masyarakat tak terkecuali anak-anak dan bayi.

Ya, tahun baru ini memang dibuka dengan duka bencana. Bencana yang pasti kita tahu bukan karena faktor alam tapi karena faktor manusianya: Human Error atau ayat Al-Qur’an yang suci menyebutnya sebagai akibat ulah tangan manusia. Ulah tangan manusia yang melakukan kemaksiatan. Human Error ini membuat alam “marah” atas kerusakan yang dialaminya, sampai-sampai di akhir tahun 2019 jelang 2020, anak-anak ular kobra pun berkeliaran membuat warga diserang rasa takut.

Pernyataan Presiden yang meyakini nanti di 2020 akan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya seolah-olah dijawab oleh bukti nyata bencana yang mengepung berbagai daerah bahkan nyaris menenggelamkan ibukota. Pernyataan bahwa tahun 2020 akan lebih baik daripada tahun 2019 pun seolah tak sejalan dengan kebijakan yang ada. Rakyat telah siap dengan kado pahit berupa berbagai kenaikan tarif, harga, iuran yang rakyat wajib menerimanya. Diantaranya:  kenaikan tarif listrik, parkir, harga plastik, iuran BPJS hingga kenaikan tarif ojek online, tarif sejumlah tol sampai tiket pesawat yang masih juga mahal.

Tarif tol misalnya, sejumlah ruas tol lainnya juga dipastikan bakal ada yang naik di 2020. Hal ini mengingat penyesuaian tarif tol dilakukan setiap dua tahun sekali (https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4838428/kencangkan-ikat-pinggang-ini-deretan-tarif-yang-bakal-naik-2020_. Dalam daftar antrean ruas tol yang akan naik tarifnya diantaranya, Tol Dalam Kota Jakarta (JIUT), Belawan-Medan-Tanjung Morawa, Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa, hingga Surabaya- Gempol. Kenaikan tarif tersebut juga dinyatakan berdasarkan perjanjian pengusahaan jalan tol. https://www.kompas.com/tren/read/2019/12/30/112641565/siap-siap-ini-daftar-tarif-dan-harga-yang-bakal-naik-pada-2020?page=all.

Begitu pula dengan listrik dan BPJS. Terkait 2 (Dua) kebutuhan pokok rakyat ini pun sudah pasti tak ketinggalan ikut naik. Kenaikan tarif listrik ini disebabkan oleh rencana dihapuskannya subsidi untuk pelanggan listrik rumah tangga mampu 900 VA mulai tahun depan. Imbasnya, pelanggan tersebut akan kena penyesuaian tarif mulai 2020. Dan untuk kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan berlaku untuk seluruh peserta setiap kategori, dan untuk kelas 1 naik 100%. Berat ! Sesak! Zalim! Itulah diantara kata-kata yang siap-siap akan sangat sering di dengar pada tahun 2020 ini.

Walhasil, berdasarkan hal di atas, tahun 2020 adalah tahun yang akan penuh dengan beban berat yang harus ditanggung rakyat. Bersiaplah dengan jerit pengaduan rakyat pada Sang Pencipta atas kezaliman yang menimpa mereka. Dan sungguh ini adalah hal yang seharusnya cukup menggentarkan penguasa. Hal ini karena adanya peringatan keras dalam hadis Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam, “Takutlah kamu akan doa seorang yang terzalimi (teraniaya), karena doa tersebut tidak ada hijab (penghalang) di antara dia dengan Allah.” (HR Bukhari dan Muslim). Ditambah dengan sabda Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam dalam hadis shahih dalam Shahih Muslim nomor 1828, Nabi pernah berdoa: "Ya Allah, barang siapa yang mengurusi urusan umatku kemudian dia meyusahkan umatku maka susahkanlah dia".

Sungguh berbagai kondisi yang terjadi dan akan dijalankan di tahun 2020 ini sangat kontras dengan panggung-panggung kemeriahan palsu tahun baru 2020. Panggung yang menjadi saksi bisu atas ironinya negeri ini. Seremonial tahun baru itu pun justru tak kuasa menutupi betapa penguasa negeri mulai dari pemerintah tingkat pusat sampai daerah lebih berambisi untuk tampil eksis dan fantastis di hadapan dunia daripada berambisi menyelamatkan rakyatnya dari berbagai kerusakan dan himpitan.  

Lihatlah peristiwa kesurupan massal dan pingsannya para penari demi ambisi memecahkan rekor tali umbul di waduk jati gede. Bangga dengan event world class pertama di Indonesia bahkan di dunia, karena diikuti oleh 5555 penari dari 270 desa se Sumedang. Ini terbesar dengan harapannya mendongkrak potensi pariwisata daerah.  https://regional.kompas.com/read/2019/12/31/19233441/tari-umbul-kolosal-di-waduk-jatigede-6-orang-kesurupan-78-pingsan?page=all. Ya, pariwisata menjadi bidang yang digenjot daripada mengambilalih pendapatan dari sumber daya alam yang saat ini dikuasai asing-aseng dan swasta. Dan akhirnya lihatlah rakyat harus menelan pil pahit kebijakan ini, seolah-olah ada peningkatan ekonomi namun pada hakikatnya menjadi pelayan di negeri sendiri dan harus menanggung beban kerusakan lingkungan dan terutama kerusakan nilai dan akidah.
 
Menggugat Fungsi Negara Ala Ideologi Kapitalis: Si Penjual dan Pemalak Bagi Rakyatnya Sendiri!

Sistem Sekuler-Kapitalis adalah sistem yang diterapkan di Indonesia saat ini. Sistem inipun diterapkan hampir di seluruh negeri Islam di dunia. Sistem ini pada hakikatnya hanya memberikan ilusi kesejahteraan dan kebahagiaan kepada negara-negara di dunia Islam yang notabene bukan negara kuat dan hanya negara pengekor. Sistem ini hanya mensejahterakan segelintir orang yang berhasil memenangkan persaingan ekonomi dan politik yang terjadi secara tidak fair. Dan hal ini bukan terjadi tanpa rencana, ini adalah bagian dari konsekuensi kemenangan negara-negara sekuler-kapitalis dan runtuhnya negara Khilafah Islam.

Dinyatakan secara mendasar bahwa dalam cara pandang sekuler kapitalis liberal, kesejahteraan akan terwujud dengan kemerdekaan dan kebebasan setiap individu. Logikanya seolah masuk akal, aplikatif dan realistis padahal menyesatkan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat harus dicapai lewat sistem politik dengan sistem liberal dan persaingan bebas. Dengan sistem perekonomian yang bebas akan terbuka peluang dan kesempatan kerja yang lebih luas sehingga bertambah pendapatan rakyat. (Ramdlon Naning, Aneka Asas Ilmu Negara, hal 35).

Di dalam penjelasan lain dinyatakan bahwa ide liberal dalam sekuler kapitalis ini akan mewujudkan sebuah minimal states, dimana negara hanya menjadi a night watchman. Hal ini berarti layanan negara hanya akan diberikan ketika terjadi tata aturan yang terganggu. Konsekuensi dari minimal states ini menurut Heywood akan menjadikan urusan ekonomi, sosial, budaya, moral dan tanggung jawab-tanggung jawab yang lain diserahkan kepada individu. (Andrew Heywood, Politics, hal 95)

Pertanyaannya? Pendapatan rakyat mana yang bertambah? Peluang bagi siapa? Tentu sudah bisa kita jawab: para pemilik kekayaan atau pemilik modal yang kuat. Hal ini sebagaimana ditunjukkan secara internasional dan nasional bahwa 82 persen kekayaan di dunia dimiliki hanya oleh 1 persen orang. https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/23/090300426/82-persen-kekayaan-dunia-dikuasai-segilintir-orang-super-kaya. Dan di Indonesia sendiri, 1% Orang Terkaya Indonesia Menguasai 46% Kekayaan Penduduk (https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/10/30/1-orang-terkaya-indonesia-menguasai-46-kekayaan-penduduk)

Dengan sistem sekuler-kapitalis dan kebebasannya, membuat peran asing-aseng dan swasta yang besar dan dominan dan peran serta fungsi negara yang makin lemah dan memudar. Lemah atau tepatnya lepas tangannya negara dalam menjalankan fungsinya dalam mensejahterakan rakyat ini pun dikemas dengan istilah konsep dan kebijakan yang begitu menarik dan meyakinkan. Ada kebijakan good governance, reinventing government, public-private partnership, Kemitraan pemerintah dan Badan usaha, kemitraan pemerintah dan swasta. Atau mengatasnamakan persaingan global, go international, perjanjian pasar bebas dan sejumlah penjelasan lain yang sebenarnya membuat negara malfungsi bahkan disfungsi. Korporatokrasi menjadi model pengelolaan negara yang dijalankan hari ini. Model yang memang menempatkan rakyat dan seluruh aset rakyat menjadi komoditas dagang/bisnis dan rakyat ditempatkan sebagai pembeli bukan pihak yang dilayani secara penuh.

Sungguh, sistem sekuler-kapitalis inilah yang sesungguhnya harus kita gugat. Sistem yang membuat negara mandul dalam menjalankan perannya sebagai pengayom dan pelayan rakyat dan malah menjadi penjual dan pemalak rakyatnya sendiri. Akhirnya negara dan para pemimpinnya menjadi orang yang membenci rakyatnya sendiri dan rakyat pun membenci mereka. Dan inilah seburuk-buruknya kepemimpinan. Dari Auf ibn Malik, berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: “Sebaik-baiknya pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian, juga yang kalian mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka pun mendoakan kebaikan untuk kalian." "Sedangkan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga yang kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian. Lalu, Auf berkata: “Ya Rasulullah, bolehkah kita memberontak kepada mereka?” Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam bersabda: “Jangan, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah kalian.” (HR Muslim).

Ilusi kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat ini bisa diakhiri dengan solusi dari sistem Islam yang kaffah. Cukuplah apa yang ditunjukkan oleh Khalifah kedua kaum muslimin saat memberikan pidato sewaktu menerima Bai’at pengangkatannya menjadi kepala negara Islam. Umar  RA menyatakan: “Sungguh berat bagi Umar, menunggu datangnya saat perhitungan…”. Demikian sepenggal kutipan pidatonya. Penggalan kalimat yang merepresentasikan betapa Umar RA menjalankan tugasnya untuk menjalankan negara dengan start with the end yaitu hari penghisaban.

Ungkapan yang berpijak pada keimanan, berdiri di atas akidah. Dan tentu saja hal tersebut bertolak belakang dengan pijakan negara dalam sistem sekuler. Yang secara eksplisit memang meniadakan peran Sang Pencipta dan diganti dengan peran manusia sebagai ciptaan yang merasa digdaya mengatur kehidupan.

Maka inilah saatnya kita berupaya mengganti hari-hari kita: dari hari-hari suram di bawah sistem sekuler menuju hari-hari mulia di dalam sistem Islam kaffah. Itulah hari dimana gelap menjadi terang, duka menjadi suka, derita menjadi tertawa, kehinaan menjadi kemuliaan. Hari dimana masyarakat mencampakkan hukum jahilliyah dan mengambil sistem Islam yang mulia. Hari dimana alam pun begitu ceria, udara begitu segar dan jiwa begitu lapang dan tenang menjalani hari penuh ketaatan dan meninggikan kalimat Allah subhanahu wa ta'ala ke seluruh penjuru dunia: hari ketika Khilafah Islamiyah ala minhajin nubuwah yang kedua tegak kembali.
Wallaahu A’lam Bishshawwab

—————————————
Sumber : Muslimah News ID