-->

Diam yang Menghinakan

Oleh: M. Taufik NT

Tidak selalu diam itu emas. Adakalanya justru diam adalah kehinaan, seperti saat seharusnya dia melakukan pembelaan kepada agamanya namun justru dia memilih diam. Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا يَحْقِرْ أَحَدُكُمْ نَفْسَهُ

“Janganlah salah seorang diantara kalian menghinakan dirinya sendiri.”

Mereka (para sahabat) bertanya,

ا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يَحْقِرُ أَحَدُنَا نَفْسَهُ؟

“Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang dari kami menghinakan dirinya sendiri?”

Beliau menjawab:

يَرَى أَمْرًا لِلَّهِ عَلَيْهِ فِيهِ مَقَالٌ ثُمَّ لَا يَقُولُ فِيهِ فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَقُولَ فِي كَذَا وَكَذَا فَيَقُولُ خَشْيَةُ النَّاسِ فَيَقُولُ فَإِيَّايَ كُنْتَ أَحَقَّ أَنْ تَخْشَى

“Dia melihat satu perkara (yang seharusnya) dia mengucapkan satu perkataan karena Allah atas perkara tersebut, lalu dia tidak mengatakan (pembelaan) kepadanya, maka Allah ‘azza wajalla akan berkata kepadanya kelak di hari Kiamat; ‘Apa yang mencegahmu untuk mengatakan begini dan begini!’ lalu ia menjawab, ‘Saya takut terhadap manusia’. Maka Allah pun berfirman: ‘Aku lebih berhak untuk kamu takuti’.” (HR. Ibnu Majah. Al Bushiri dalam Zawa’id (3/242) berkata: hadis ini sanadnya shahih).

===

Jika diam saja adalah kehinaan, tentu memutar-mutar lidah yang bisa dikonotasikan masyarakat sebagai pembelaan kepada kezaliman adalah lebih hina lagi, dan jauh lebih hina lagi jika berkata secara nyata untuk menyokong kezaliman terhadap agama.

Hanya saja memang dibolehkan berkata yang tidak benar dalam satu kondisi: dipaksa, dengan tingkat paksaan yang memang membolehkan berkata tidak benar, misalnya mau dibunuh, dengan syarat:[1]

1️⃣ Pemaksa mampu untuk melaksanakan ancamannya dan yang dipaksa tidak mampu untuk menolaknya walaupun dengan melarikan diri.

2️⃣ Yang dipaksa punya keyakinan kuat bahwa jika dia menolak melakukan apa yang dia dipaksa tersebut maka ancaman tersebut benar-benar terjadi.

3️⃣ Sifat ancaman adalah saat itu juga, jadi jika dikatakan: “jika tidak kamu lakukan maka kupukul kamu besok”maka ini tidak bisa dihitung sebagai paksaan kecuali jika tempo diberlakukan ancaman tersebut singkat sekali dan kebiasaan pengancam tidak mengingkari ancamannya.

4️⃣ Tidak terlihat bahwa hal yang dikerjakan itu adalah atas pilihannya dan usahanya sendiri, misalnya seseorang dipaksa untuk berzina, kemudian dia memasukkan dzakarnya ke farji perempuan dan ada kemungkinan untuk mencabut dzakarnya lalu bilang “aku sudah eja**lasi”, namun dia malah sengaja melanjutkan hingga benar-benar eja**lasi, atau misalnya dipaksa utk mentalak istrinya dengan tiga kali, dan mungkin baginya untuk berkata satu kali atau sebaliknya, namun malah ditalak tiga betulan, maka yang seperti ini tidak dihitung sebagai paksaan , namun dihitung sebagai pilihan dan usaha sendiri. (Fathul Bary, 12/311)

Hanya saja jika terpenuhi semua syarat keterpaksaan tersebut, walaupun boleh berkata/berbuat yang tidak benar, namun tetap teguh mempertaruhkan nyawa untuk berkata dan bertindak benar adalah lebih utama.

===

Imam Ibnu Katsir menyatakan:

ولهذا اتفق العلماء على أنه يجوز أن يُوَالى المكرَه على الكفر، إبقاءً لمهجته، ويجوز له أن يستقتل، كما كان بلال رضي الله عنه يأبى عليهم ذلك وهم يفعلون به الأفاعيل، حتى أنهم ليضعون الصخرة العظيمة على صدره في شدَّة الحر، ويأمرونه أن يشرك بالله فيأبى عليهم وهو يقول: أحَد، أحَد. ويقول: والله لو أعلم كلمة هي أغيظ لكم منها لقلتها، رضي الله عنه وأرضاه

وكذلك حبيب بن زيد الأنصاري لما قال له مسيلمة الكذاب: أتشهد أن محمدًا رسول الله؟ فيقول: نعم. فيقول: أتشهد أني رسول الله؟ فيقول: لا أسمع. فلم يزل يقطعه إرْبًا إرْبًا وهو ثابت على ذلك

“Oleh karena itu, para Ulama telah sepakat bahwa seseorang yang dipaksa kufur, dibolehkan baginya menuruti keinginan pihak yang memaksanya, demi keselamatannya. Boleh juga ia menolak, seperti yang dilakukan Bilal r.a, yang menolak mengucapkan kata-kata kufur, walaupun mereka melakukan berbagai penyiksaan terhadapnya, hingga mereka meletakkan batu besar di atas dadanya ditengah terik matahari seraya memerintahkan Bilal supaya menyekutukan Allah, maka Bilal menolak permintaan mereka, Bilal hanya mengucapkan “Ahad, ahad” berkali-kali, sambil mengatakan: “Demi Allah, kalau aku tahu ada satu kata lain, yang akan menyebabkan kalian lebih marah, tentulah akan aku katakan!” radliyallahu ‘anhu wa ardlâhu (Allah meridloi Bilal, dan Bilal rida (atas ketetapan) Allah).

===

Demikian juga yang dilakukan oleh Habib bin Zaid Al Anshari terhadap pertanyaan Musailamah Al Kadzdzâb kepadanya: “Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad itu Rasulullah?” “Ya, benar”, jawabnya. Kemudian Musailamah bertanya lagi: “Apakah engkau juga bersaksi bahwa aku ini Rasulullah? Dia menjawab: “Itu tidak pernah kudengar”. Lalu Musailamah menyiksanya dengan cara memotong-motong tubuhnya hidup-hidup (dicincang), sedangkan Habib bin Zaid tetap teguh dengan sikapnya itu.

Ibnu Katsir menambahkan:

والأفضل والأولى أن يثبت المسلم على دينه، ولو أفضى إلى قتله، كما قال الحافظ ابن عساكر، في ترجمة عبد الله بن حُذَافة السهمي أحد الصحابة

“Lebih utama dan lebih baik bagi seorang Muslim tetap teguh memegang agamanya, sekalipun akhirnya ia dibunuh, seperti yang dikatakan juga oleh Al Hafidz Ibnu ‘Asakir dalam menulis catatan biografi Abdullah Ibn Hudzafah As Sahmi salah seorang shahabat…”.

===

Rasulullah ﷺ memuji sikap teguh hingga mempertaruhkan nyawa dalam kebenaran dengan sabdanya:

سَيِّدُ الشُّهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ المُطَلِّبِ وَرَجُلٌ قَالَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ

“Penghulu syuhada’ adalah Hamzah bin Abdul Muthallib, dan orang yang berkata di hadapan seorang penguasa yang zalim, lalu dia memerintahkannya (pada kemakrufan) dan melarangnya (terhadap kemunkaran), kemudian penguasa itu membunuhnya.” (H.R. al-Hakim, Al Mustadrak, 3/215, At Thabrani dalam Al Mu’jamul Kabîr, 3/151, Al Haitsami dalam Majma’uz Zawâid, 7/205, Al Hakim menyatakan sanadnya shahih menurut kriteria Bukhari dan Muslim, Maktabah Syâmilah)

Penguasa dalam sistem khilafah sekalipun, jika berbuat zalim tidak boleh didiamkan, apalagi penguasa dalam sistem sekularisme, sistem yang meminggirkan hukum-hukum Allah dari kehidupan, maka kezaliman sistemnya, termasuk penguasanya tidak boleh didiamkan, mendiamkannya adalah kehinaan kelak di akhirat, dan sebagian kehinaan tersebut akan diperoleh di dunia, jika Allah menghendaki.

Oleh karena itu, walau apapun resikonya, pangkal kemungkaran ini wajib diubah dengan aktivitas dakwah dan merubah pemahaman umat, sebagaimana telah dicontohkan Rasulullah ﷺ, bukan dengan teror fisik dan kekerasan. Allaahu A’lam

=== 
Sumber: https://mtaufiknt.wordpress.com/2018/06/14/diam-yang-menghinakan/