-->

Fatherless, Bukti Kapitalisme Mereduksi Peran Ayah


Oleh : Nining Ummu Hanif

Fatherless adalah sebuah fenomena ketiadaan peran ayah secara fisik dan psikologis dalam pengasuhan anak. Fatherless didefinisikan sebagai sosok ayah yang tidak hadir dalam hidup anak, sekalipun sang ayah masih hidup dan sehat. Di Indonesia, fenomena fatherless kini menjadi salah satu masalah sosial yang sangat mengkhawatirkan. Terlebih hal ini dipicu oleh hasil penelitian bahwa Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai negara dengan angka fatherless tertinggi di dunia.

Dilansir dari detik.com (17/10/25) didapati fakta yang mencengangkan yaitu sebanyak 15,9 juta anak mengalami fatherless. Dengan perincian 4,4 juta anak tinggal di keluarga tanpa ayah, sementara sisanya sekitar 11,5 juta anak tinggal bersama ayah dengan jam kerja lebih lebih dari 12 jam per hari. UNICEF mencatat pada tahun 2021, sekitar 20,9 persen anak Indonesia kehilangan peran dan kehadiran ayah dalam keseharian mereka. 
Sementara menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun yang sama (2021) hanya 37,17 persen anak usia 0-5 tahun yang diasuh secara penuh oleh kedua orang tua, baik ibu maupun ayah.Lalu kemana peran ayah? (cnnindonesia.com, 17/12/24)

Ketiadaan peran ayah dalam kehidupan seorang anak dapat memberikan dampak yang signifikan pada berbagai aspek perkembangan anak baik secara emosional, psikologis, maupun dampak sosial.

Ironisnya fenomena fatherless ini tidak hanya lahir akibat perceraian atau ayah yang meninggal / kehilangan tetapi akibat dari sistem yang menekan dari sisi sosial dan ekonomi hingga menghilangkan peran ayah dalam pola pengasuhan anak.

Penyebab utama fenomena fatherless menurut Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga atau BKKBN Wihaji karena masih kuatnya persepsi di masyarakat bahwa pengasuhan anak merupakan tanggung jawab ibu semata. Apalagi masih kentalnya budaya patriarki di Indonesia. Budaya patriarki menempatkan perempuan bertanggung jawab untuk urusan domestik dan mengurus anak. Sementara laki-laki bertanggung jawab pada urusan publik.

Di laman media sosial bahkan ada seorang wanita tinggal di Malang ,Rut Helga (31) yang meminjamkan papanya pada warganet. Sang papa tersentuh cerita warganet yang mengalami fatherless. Bahkan ada komunitas “Satu Meja Makan yang terbentuk April 2025 yang diampu oleh 2 orang psikolog yang pernah mengalami masalah fatherless dan berusaha untuk memberikan wadah untuk orang- orang yang mengalami fatherless untuk mencurahkan keluh kesah mereka.(kompas.id, 10/10/25)

Akar Masalah

Ketiadaan peran ayah dalam proses tumbuh kembang anak bukan hal yang lahir secara alami. Sebagian besar karena ayah sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga bahkan sampai harus mengambil pekerjaan sampingan. Dengan demikian jam kerja ayah bertambah, artinya waktu di rumah semakin berkurang. Akibat selanjutnya hanya sedikit waktu untuk bersama anak, disinilah hilangnya peran ayah dalam pertumbuhan, perkembangan dan pendidikan anak.

Hegemoni kapitalisme sekuler yang telah mereduksi peran ayah menjadi sekedar mesin ekonomi. Tuntutan ekonomi dan sosial dalam sistem kapitalis mengharuskan para ayah untuk “kerja keras bagai kuda“. Biaya hidup yang tinggi karena harga-harga kebutuhan pokok melonjak, biaya pendidikan mahal, aneka pajak yang semakin beragam jenisnya, memaksa ayah untuk lebih lama berada diluar rumah. 

Disisi lain, fungsi seorang suami atau ayah sebagai qowwam mmemiliki tanggung jawab untuk memimpin, melindungi dan memenuhi kebutuhan keluarga. Kehadirannya diperlukan tidak hanya secara fisik tapi harus mampu memberikan perhatian dan kasih sayang. Maka apabila peran qowwam ini tidak dilakukan maka anak kehilangan teladan bagi perkembangan mental dan kepribadiannya.

Islam Mengembalikan Peran Ayah

Islam sesungguhnya mempunyai tuntunan tentang keseimbangan peran ayah dan ibu sebagai orang tua dalam pengasuhan anak. Ayah dan ibu mempunyai karakter dan peran yang berbeda tetapi sama-sama saling memerlukan, melengkapi dan menyempurnakan. Allah Swt berfirman ,
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.“(QS. At Tahrim : 6)

Dari ayat diatas jelas bahwa Allah memerintahkan orang tua,bukan hanya ibu tapi khususnya ayah untuk menjadi pendidik anak yang berperan sebagai pemimpin dalam memelihara keluarga. Sebagaimana teladan dari Luqman Al Hakim, sosok yang dihormati dan diangkat derajatnya oleh Allah SWT dan diabadikan dalam sudah Al Luqman. Luqman Al Hakim dikenal karena bijaksana dalam memberikan nasihat kepada anaknya tentang pentingnya menjaga lisannya dengan berkata kebenaran dan kejujuran. I Sedangkan Ibu memegang peran penting untuk menyusui, mengasuh, mendidik anak serta mengatur urusan rumah tangga.

Islam mempunyai sejumlah mekanisme untuk melejitkan peran ayah untuk membangun ketahanan dalam keluarga. Oleh karena itu peran ini perlu disupport oleh negara khilafah.
Rasulullah Saw bersabda, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Negara khilafah dengan sistem ekonomi Islam akan membangun iklim usaha yang kondusif sehingga bisa menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya dengan upah yang layak. Khilafah juga memberikan berbagai jaminan untuk kesejahteraan rakyat seperti jaminan pendidikan , jaminan kesehatan, dan jaminan keamanan yang bisa diakses oleh semua masyarakat secara gratis. Karena khilafah mengatur pengelolaan SDA sehingga bisa di manfaatkan untuk pembiayaan kebutuhan masyarakat.

Oleh karena itu dengan adanya peran strategis negara dalam memberikan berbagai jaminan kehidupan dapat membuat para ayah mempunyai waktu yang cukup dalam memenuhi kewajibannya untuk mendidik dan mengembangkan potensi anak.

Selain itu Islam juga mempunyai sistem perwalian yang memastikan bahwa anak memiliki figur pengganti ayah (wali) yang berperan melindungi dan membimbing anak. Islam tidak membiarkan seorang anak tumbuh tanpa role model dan bimbingan sosok ayah.
Oleh karena itu fenomena fatherless adalah “alarm sosial“ kerusakan ketahanan keluarga karena dominasi nilai materialistik dalam sistem kapitalis.

Saatnya untuk kembali pada nilai-nilai Islam yang mengembalikan fitrah keluarga sebagai tonggak pembentuk generasi islam yang cemerlang.

Wallahu’alam bishowab