-->

Filisida Maternal, Cermin Sistem Rusak


Oleh : Endang Setyowati

Lagi-lagi berita duka yang menyayat hati terjadi, bagaimana seorang ibu tega membunuh darah dagingnya sendiri. Anak yang harusnya disayangi, dilindungi dan dijaga justru berakhir ditangan ibunya sendiri.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan bahwa kasus seorang ibu yang tewas bunuh diri usai meracuni dua anaknya di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, merupakan terkategori filisida maternal.
"Itu termasuk filisida maternal, yakni pembunuhan anak oleh ibu. Kami sudah berkoordinasi, memang faktornya karena masalah ekonomi," kata Anggota KPAI Diyah Puspitarini saat dihubungi di Jakarta, Senin.
(Antara, 08/09/2025). 

Maternal filicide atau filisida maternal mengacu pada pembunuhan anak yang dilakukan oleh ibu. Secara umum, ada dua kategori filisida yakni paternal filicide atau pembunuhan anak yang dilakukan ayah dan maternal filicide atau penghilangan nyawa anak yang dilakukan ibu.

Dalam tulisannya dalam artikel berjudul Darurat Filicide di Indonesia, Diyah Puspitarini menjelaskan maternal filicide biasanya dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Mulai dari stress, depresi, baby blues berlebihan, riwayat kekerasan fisik (pernah menjadi korban kekerasan suami), sampai percobaan bunuh diri ataupun kurangnya dukungan sosial hingga faktor ekonomi terutama bagi perempuan yang hidup tanpa suami.

Sepanjang 2024, KPAI mencatat ada 60 kasus filisida. Kemen PPPA juga mencatat ada 19.626 kasus kekerasan terhadap anak yang masuk ke sistem Simfoni PPA. Dari jumlah itu, 15.240 korban adalah anak perempuan, sedangkan 6.406 lainnya adalah anak laki-laki.
Sebelumnya, seorang ibu berinisial EN (34) ditemukan tewas gantung diri dan dua anaknya usia 9 tahun dan 11 bulan diduga diracun di sebuah rumah kontrakan di Banjaran, Kabupaten Bandung, Jumat (5/9/2025).

Sang ibu dalam kondisi tergantung di tiang pintu, sedangkan dua anaknya ditemukan tergeletak tidak bernyawa di dalam rumah. Peristiwa tragis ini diketahui pertama kali oleh YS, suami EN yang baru pulang kerja pada Jumat (5/9) subuh.
(Antara, 08/09/2025).

Ibu, adalah tempat teraman bagi anaknya, sosok yang sangat sayang kepada anaknya, bahkan rela melakukan apapun demi anaknya. Namun melihat fakta diatas, sungguh sangat menyedihkan. Sehingga menimbulkan pertanyaan besar, kenapa kah gerangan engkau ibu? Sehingga dirimu tega berbuat demikian?

Seorang perempuan, di dalam dirinya tersemat fitrahnya sebagai ibu, yang penuh kasih sayang merawat anak-anaknya, dan di pundaknya juga terdapat amanah sebagai madrasah ula, yaitu sekolah pertama bagi anak-anaknya. 
Namun ketika seorang ibu tega membunuh darah dagingnya sendiri, kita tidak boleh langsung menghakimi sang ibu, pasti banyak faktor yang mengikutinya. 

Kasus semacam ini, hampir selalu lahir dari kombinasi kompleks antara psikologis, sosial, ekonomi dan budaya yang menjadi persoalan yang menumpuk. Penelitian juga mencatat adanya motif tertentu seperti altruisme keliru yang mana ibu merasa anak akan lebih baik mati daripada hidup dalam penderitaan ataupun anak dijadikan korban tatkala ada persoalan dengan pasangan. 

Di dalam fakta di atas dikatakan, bahwa faktor yang mendorong ibu melakukan filisida maternal yaitu masalah ekonomi. Dalam kasus ini, kita melihat bahwa catatan soal kesulitan ekonomi yang tidak terdeteksi, serta lemahnya dukungan sosial, membuat ibu merasa semua beban harus ia tanggung sendiri. 

Tidak dipungkiri hari ini banyak masalah yang terjadi di tengah masyarakat, bagaimana mencari pekerjaan susah, menumpuknya hutang keluarga, harga bahan pokok semakin meningkat, biaya pendidikan, kesehatan yang mahal dan pajak yang semakin mencekik.

Belum lagi masalah psikologinya, sehingga mengaitkan kondisi finansial yang buruk dengan peningkatan stres, gangguan kecemasan dan depresi yang merupakan faktor resiko utama bagi pelaku bunuh diri.

Kejadian yang memilukan ini, bukan sekadar statistik saja, melainkan sebuah gambaran nyata dari bagaimana krisis ekonomi dapat meruntuhkan ketahanan mental seorang individu, terutama seorang ibu yang sering memikul beban ganda sebagai pengatur rumah tangga, bahkan ikut menopang ekonomi keluarga. 

Karena hal tersebut akibat dari sistem yang di terapkan saat ini, kehidupan keluarga dijalani dalam tekanan berat,
Harga pokok yang melambung, banyaknya para suami yang menganggur, biaya kesehatan dan pendidikan yang tak terjangkau membuat ibu harus berfikir cerdas serta bijak bagaimana dalam menjalani kehidupan saat ini, namun ternyata banyak ibu yang tumbang dengan bukti adanya filisida maternal ini.

Tragedi tersebut mencerminkan adanya problematika sistemik dalam masyarakat, ketika sistem kehidupan yang mengatur urusan manusia sudah rapuh, dampaknya akan menjalar keseluruh aspek kehidupan. Sistem yang sakit maka akan melahirkan individu-individu yang sakit pula.

Sangat berbeda ketika kita memakai sistem Islam, dalam Islam perempuan mempunyai kedudukan yang mulia, terutama kedudukannya sebagai ibu. Ibu merupakan madrasah ula, sekolah pertama bagi anak-anaknya, sehingga dari ibu akan terlahirlah generasi yang cemerlang dan kelak akan menjadi generasi yang kelak membawa perubahan yang lebih baik.

Sehingga Islam memastikan ibu terlindungi, agar bisa menjalankan perannya dengan sempurna tanpa lagi ada rasa was-was ataupun khawatir tentang ekonomi, ketika ibu ingin bekerja maka tidak akan membebaninya.

Karena mencari nafkah adalah kewajiban seorang laki-laki (suami/ayah). Seperti dalam firman Allah SWT :
"... Dan kewajiban ayah untuk menanggung nafkah dan pakaian mereka secara layak... (TQS Al- Baqoroh [2] :233).

Juga di dalam firmanNya:
" Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah kepadanya. Allah kelak akan menganugerahkan kelapangan setelah kesempitan".
(TQS At-Talaq[65] :7)

Begitulah, Islam telah menjelaskan bagaimana kewajiban suami untuk menafkahi istri serta anak-anaknya. Sehingga mencari nafkah tidak akan dibebankan kepada ibu. Ibu merupakan makhluk yang mulia maka dalam kondisi tertentu ibu justru boleh meninggalkan puasa yakni ketika sedang hamil dan menyusui demi menjaga kesehatannya serta bayinya. 

Sehingga tugas negaralah untuk menyediakan lapangan pekerjaan, yang mana seluruh masyarakatnya bisa mengakses dengan mudah. Negara juga menjamin ketersediaan kebutuhan pokoknya yang mencakup sandang, pangan dan papan. Juga memenuhi kebutuhan sekundernya berupa kesehatan, pendidikan dan keamanan dengan harga murah bahkan gratis. 

Sehingga kehidupan ibu akan menjadi ringan, dan naluri keibuannya bisa berkembang sempurna yang akan di jalankan secara sempurna. 
Demikianlah bagaimana Islam menjaga peran ibu agar ibu bisa fokus menjalani perannya tanpa ada beban yang menghimpitnya, sehingga tidak ada lagi kasus filisida maternal terulang lagi. 

Wallahu 'alam bi showab