-->

Ironi Kenaikan Tunjangan DPR Ditengah Kesulitan Hidup Rakyat


Oleh : Khusnul Aini S.E

Ditengah hiruk pikuk perayaan kemerdakaan HUT RI ke 80 publik ramai mempersoalkan tambahan tunjangan rumah bagi anggota DPR. Lebih dari 500 anggota Dewan periode 2024-2029 mendapat tunjangan rumah sebesar 50 juta rupiah per bulan. sehingga total gaji dan tunjangan mereka menjadi lebih dari Rp 100 juta per bulan. Di tengah berbagai gejolak ekonomi yang dihadapi saat ini, besaran pendapatan tersebut dinilai menyakiti perasaan rakyat. Melansir dari beritasatu.com edisi 20 Agustus 2025 Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menjelaskan bahwa kenaikan pendapatan tersebut tidak sensitif kepada kondisi ekonomi masyarakat yang sedang terpukul.

Bagaimana tidak kondisi masyarakat hari ini tengah dihadapi oleh gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, hingga lonjakan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) di sejumlah daerah di Indonesia. Apalagi, berbagai pukulan tersebut datang akibat kebijakan pemerintah melakukan efisiensi anggaran sehingga memberikan efek domino kepada masyarakat. Maka besarnya tunjangan yang diberikan kepada DPR sungguh menyakiti hati masyarakat. Dimana para pejabat DPR mendapatkan berbagai tunjangan dan fasilitas sedangkan rakyat di perah dengan pajak yang kian hari kian mencekik.

Fakta adanya kebijakan tunjangan yang besar kepada DPR ini menunjukan bagaimana penguasa dalam sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan hari ini melahirkan penguasa berwatak kejam dan nirempati terhadap rakyat. Dalam sistem demokrasi pejabat (DPR) diberikan kuasa untuk membuat aturan/kebijakan, termasuk bagaimana menentukan anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) maka dengan ini mereka bisa membuat kebijakan sesuai dengan kepentingan pribadi / kelompoknya dengan mengatas namakan sebagai perwakilan rakyat. Meskipun kebijakan yang mereka buat acapkali justeru menghianati kepentingan rakyat.

Berbeda halnya dengan penguasa dalam sistem islam, penguasa dalam sistem islam bukanlah pembuat aturan / undang-undang, tapi mereka adalah pelaksana dan pengawas yang menjalankan hukum-hukum Allah atas kehidupan masyarakat. Penguasa dalam islam atau khalifah hadir sebagai periayah masyarakat,demikian pula majelis umat yang berperan sebagai perwakilan dari masyarakat maka dia bertugas dengan sungguh – sungguh untuk kepentingan seluruh masyarakat. Dengan asas keimanan mereka akan amanah terhadap tugas-tugasnya, karena mereka sadar kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas amanahnya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW ''Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban (di hadapan Allah) tentang kepemimpinannya.''

Maka setiap pemimpin atau penguasa dalam islam akan bersungguh-sungguh bekerja keras untuk memenuhi kesejahteraan rakyatnya. dia tidak akan tega hidup bermewah-mewah, sementara rakyatnya kelaparan dan menderita. Sebagaimana masyhur riwayat yang mengisahkan bagaimana khalifah umar rela tidak mengecap daging dan minyak samin ketika bencana kelaparan dihadapi oleh rakyatnya. Dia berkata ''Bagaimana saya dapat mementingkan keadaan rakyat, kalau saya sendiri tiada merasakan apa yang mereka derita,'' 

Begitulah penguasa dalam sistem islam, yakni penguasa yang senantiasa menjalankan hukum syariat sebagai panduan aturan/kebijakannya, maka sudah pasti setiap kebijakan apapun yang dilahirkan akan memberikan kebaikan untuk rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya semata. Dia juga akan menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utamanya dan tidak akan nirempati sebagaimana penguasa dalam sistem demokrasi hari ini, yang buta dan tutup mata atas berbagai derita yang dirasakan oleh rakyatnya. Maka cukuplah fakta hari ini membukakan mata dan pikiran kita untuk meninggalkan sistem demokrasi yang terbukti bobrok nan rusak ini, kemudian kita ganti dengan sistem islam yang mulia.

Wallahualam bis showab