-->

Apa yang Bisa Kita Lakukan terhadap Pelaparan Sistemis Gaza?


Oleh : Mela

Dunia semakin geram dengan tingkah biadab Israel yang tiada hentinya menyerang Palestina. Seolah tak cukup dengan serangan militer bertubi-tubi, kini Israel pun mengambil mekanisme pelaparan sebagai siasat genosida gaya baru. Setidaknya ada 900.000 anak di Gaza yang menderita kelaparan dan 70.000 di antaranya mengalami malnutrisi. Juru bicara Kantor Hak Asasi Manusia PBB, Thameen Al-Kheetan, mengatakan bahwa lebih dari 1.000 warga Palestina telah dibunuh oleh militer Israel saat mencoba mendapatkan makanan di Gaza sejak Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) mulai beroperasi pada 27 Mei lalu. GHF pun mulai mendistribusikan bantuan terbatas di Gaza Selatan dan Tengah setelah Israel memblokade jalur Gaza selama 11 minggu, hingga menyebabkan tidak ada makanan atau pun bantuan lain yang dapat masuk ke wilayah itu. (bbc.com, 23/7/25)

Sementara itu, Otoritas Mesir justru menekan Imam Besar Al-Azhar, Ahmed Al-Tayeb, untuk mencabut pernyataannya yang mengecam pengepungan oleh Israel di Gaza sehingga menyebabkan kelaparan massal penduduk Gaza, Palestina. Kelaparan massal ini pun tengah memicu amarah dunia internasional. Sungguh ironis, negara yang berbatasan langsung dengan Palestina itu seperti tak memiliki empati terhadap apa yang dialami Palestina, dan justru cenderung berpihak kepada Israel.

Para penguasa negeri-negeri muslim seolah tuli dan buta akan apa yang telah menimpa Palestina, setelah Israel secara terang-terangan melanggar perjanjian gencatan senjata dan membuat pelaparan sistemik terhadap penduduk Gaza. Seakan-akan tak ada ukhuwah islamiyah yang mengikat mereka dengan Palestina. Padahal jelas bahwa ikatan terbaik adalah ukhuwah islamiyah, karena ia dibangun atas dasar keimanan kepada Allah SWT.

Sikap yang dimiliki penguasa negeri-negeri muslim ini menunjukkan ketidaktegasan mereka terhadap perilaku Zionis Yahudi yang semena-mena merangsek habis wilayah Palestina dengan menghabisi secara brutal penduduknya. Sungguh berbeda dari apa yang telah dicontohkan oleh Sultan Hamid II. Beliau dengan tegas mengusir Theodore Hertzl dan seorang Rabbi Agung Yahudi yang berkunjung ke Istanbul dalam rangka meminta izin kepada beliau selaku Khalifah untuk mendirikan pemukiman di wilayah Al-Quds, Palestina. Kini tak ada lagi sosok pemberani seperti Sultan Hamid II. Sementara yang dibutuhkan Palestina tidak sekedar bantuan kemanusiaan, tetapi sosok pemimpin kaum muslimin (Imamah/Khalifah) yang tegas memerangi kebiadaban Israel dan membebaskan Al-Quds. Inilah saatnya umat muslim seluruh dunia membuka mata dan hati untuk bangkit membela hak-hak kaum muslim di Palestina dengan jihad dan perjuangan menegakkan Khilafah sesuai metode kenabian. Wallahu 'alam bi showab.