-->

Penghinaan Nabi Bukti Kebebasan Berekspresi Buah dari Demokrasi


Oleh : Endang Setyowati

Lagi-lagi atas nama kebebasan berekpresi, majalah satire LeMan di Turki menerbitkan karikatur menghina Nabi Muhammad saw. Sehingga memicu kemarahan publik. Seperti yang dilansir. (CNBC, Indonesia 05/07/2025).

Beberapa kartunis majalah satir ditangkap otoritas Turki setelah menerbitkan ilustrasi yang dinilai menyinggung agama karena dianggap menggambarkan Nabi Muhammad dan Nabi Musa. Kartun itu memicu kecaman luas dari pemerintah dan kelompok konservatif.  

Presiden Recep Tayyip Erdogan menyebut karya tersebut sebagai "provokasi keji" dan menegaskan bahwa pemerintah tak akan mentolerir penghinaan terhadap nilai-nilai sakral umat Islam.
Ilustrasi kontroversial itu menampilkan dua sosok berjabat tangan di langit, dengan latar konflik bersenjata. 

Banyak pihak menilai gambar itu menyerupai Nabi Muhammad dan Nabi Musa. 
Kartun tersebut terbit beberapa hari setelah konflik berdarah 12 hari antara Iran dan Israel.
akibat ilustrasi tersebut, pada Senin (30/06/2025), empat kartunis ditangkap. 

Ilustrasi tersebut dikritik oleh kaum konservatif religius dan partai yang berkuasa di Turki. Mereka menyebutnya sebagai “kejahatan kebencian islamofobia”. Majalah yang menerbitkannya, LeMan, meminta maaf kepada para pembaca yang merasa tersinggung dan mengatakan gambar tersebut telah disalahartikan. (Republika, 01/07-2025).

Beginilah ketika kita saat ini memakai sistem sekuler, maka penghinaan nabi akan terus berulang, lewat media cetak, media elektonik,majalah maupun kartun anak-anak yang tayang di tv. Walaupun selalunya mendapatkan kecaman dari publik, nyatanya hal tersebut terus berulang. 

Rasa benci yang tertanam dalam diri musuh-musuh Islam telah membutakan hati mereka dan akan terus memakai sarana apa saja untuk terus menghancurkan dan merendahkan Islam.
Atas nama kabebasan yang selalu dipuja-puja dalam sistem demokrasi sekuler ini, mereka para pembenci Islam melegalkan pembuatan karikatur yang terang-terangan menghina umat Islam. 

Siapa yang tidak marah, ketika nabinya, tauladan terbaik bagi umat manusia, yang dapat jaminan langsung masuk surga malah dinista dan dihina. Hal ini membuktikan bahwasanya aturan manusia tidak mampu untuk memberikan hukuman yang sepadan. Karena hukuman saat ini tidak menimbulkan efek jera, sehingga kajadian yang sama akan terus terulang.

Mereka mengatas namakan hak asasi manusia,sehingga mereka merasa bebas berekspresi ataupun bertindak sesuai keinginannya. Karena dalam sistem sekuler saat ini menganggap manusia bebas beragama, berpendapat, tingkah laku maupun bebas dalam hal kepemilikan. Nyatanya hal ini justru sangat membahayakan umat Islam yang mana semakin lama maka mengikis dan mengaburkan pemahaman Islam yang benar di tengah kaum muslim. Selain itu tidak ada perlindungan sama sekali dari negara.

Sangat berbeda ketika kita memakai sistem Islam, maka negara akan hadir ditengah umat untuk menjaga agar tidak ada yang menista agama dan menghina Rasulullah saw. Ketika memakai sistem Islam maka hukuman bagi para penista agama akan membuat efek jera,sehingga akan berfikir ulang ketika akan melakukannya.

Seperti yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Hamid II (1876–1918), Prancis pernah merancang pementasan drama karya Voltaire bertajuk “Muhammad atau Kefanatikan”. Begitu mengetahui berita ini, Khalifah Abdul Hamid II memberi perintah kepada Pemerintah Prancis supaya menghentikan pementasan tersebut dan memperingatkan akibat politik yang akan dihadapi Prancis jika meneruskannya. 

Prancis pun serta-merta membatalkannya.   
Kumpulan teater itu lalu datang ke Inggris untuk merancang pementasan serupa, dan sekali lagi, Khalifah Abdul Hamid memberi perintah kepada Inggris. Inggris menolak dengan alasan tiket-tiket telah terjual dan pembatalan drama itu bertentangan dengan prinsip kebebasan rakyatnya. Namun, Khalifah Abdul Hamid sekali lagi memberi perintah, “Saya akan mengeluarkan perintah kepada umat Islam dengan mengumumkan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasulullah kami. Saya akan kobarkan jihad akbar (jihad besar).” Inggris pun dengan serta-merta membatalkan pementasan drama itu.

Penghinaan terhadap nabi Muhammad saw merupakan penghinaan kepada seluruh umat Islam. Dan hukuman bagi para penista adalah mati. dalam firman Allah SWT “Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah akan mendapat azab yang pedih.” (TQS At-Taubah:61).

Al-Qadhi ‘Iyadh menuturkan, hal ini telah menjadi kesepakatan ulama dan para imam ahli fatwa, mulai dari generasi sahabat dan seterusnya. Ibnu Mundzir menyatakan, mayoritas ahli ilmu sepakat bahwa sanksi bagi penghina Nabi saw adalah hukuman mati. Ini pendapat Imam Malik, Imam Al-Laits, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ishaq bin Rahawih, dan Imam Asy-Syafii.

Begitulah, pemimpin Islam sangat tegas terhadap para penghina dan penista agama. Sehingga tidak akan ada yang berani lagi untuk melakukan hal yang serupa. 
Jadi jelas, ketika kita terus dalam sistem sekuler saat ini maka tidak akan bisa menghentikan penghinaan terhadap Rasulullah saw dan simbol-simbol agama lainnya. Maka sudah seharusnya kita harus segera kembali kepada Islam Kaffah, karena peradaban Islam dibangun atas asas aqidah yang lurus yaitu aqidah Islam.

Peradaban Islam terefleksi secara praktis dalam Daulah Khilafah Islamiyah, yang memiliki mekanisme untuk menjaga kemuliaan Islam dengan penerapan sistem Islam dalam naungan Khilafah. Sejarah panjang telah membuktikan hal tersebut. Maka sebagai umat Muslim sudah seharusnya kita memakai aturan dari sang pencipta yaitu Allah SWT.

Wallahu a'lam bi shawab