-->

PAJAK SAMA DENGAN ZAKAT DAN WAKAF?


Oleh : Arbani barus

Center of Economic and Law Studies (Celios) mengusulkan 10 pajak baru yang diklaim bisa menghasilkan Rp388,2 triliun. Usul ini disampaikan kepada Wakil Menteri keuangan Anggito Abimanyu. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjadi pembicara dalam acara Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah Refleksi Kemerdekaan RI 2025, Rabu (13/8/2025). Dalam pidatonya, Sri Mulyani mengatakan kewajiban membayar pajak sama seperti menunaikan zakat dan wakaf. Pasalnya, ketiganya memiliki tujuan yang sama, yakni menyalurkan sebagian harta kepada pihak yang membutuhkan.

Sri Mulyani menjelaskan dalam konteks kebijakan fiskal, pajak yang dibayarkan oleh masyarakat kembali ke masyarakat dalam berbagai bentuk. Seperti program perlindungan sosial, hingga subsidi yang manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat. Terutama kelompok berpendapatan rendah, misalnya berbagai fasilitas mulai dari diagnosa, pelayanan kesehatan gratis, pemeriksaan kesehatan gratis dan akses-akses kesehatan, puskesmas, BKKBN, posyandu, hingga rumah sakit di daerah-daerah yang ditingkatkan, membuka sekolah rakyat bagi rakyat yang tidak mampu, subsidi pupuk kepada petani, bibit, hingga perluasan. "Itu yang kami sampaikan sebagai instrumen APBN untuk mewujudkan keadilan. Secara substansi itu adalah ekonomi syariah," ujarnya.(cnbcindonesia.com 14/08/2025)

Pernyataan Sri Mulyani terkait pajak sama dengan zakat dan wakaf. Sejatinya, menunjukkan tujuan menggenjot penerimaan pajak yang sedang seret. Dan kita juga dapat melihat bahwa pajak menjadi tumpuan dari pemasukan APBN bahkan mencari objek baru seperti pajak warisan, karbon,rumah ketiga, dll. Dengan objek yang baru bukan menjadikan pajak bagi yang lain menurun justru pajak yang sudah ada, tarifnya dinaikkan berkali-kali lipat seperti PBB(pajak bumi dan bangunan).

Jelas, dari kenaikan pajak ini kita dapat melihat bahwa sistem kapitalisme menjadikan pajak sebagai tulang punggung ekonomi dan dengan bersamaan menyerahkan SDA kepada swasta kapitalis. Sangat menunjukkan kebobrokan sistem saat ini. Dan jelas tidak menjamin kesejahteraan bagi rakyat atau memang sejatinya bukan untuk mensejahterakan rakyat tapi untuk mereka yang berkuasa dan mengatas namakan rakyat.

Rakyat semakin dicekik dengan adanya pajak sehingga semakin banyak yang jatuh kepada kemiskinan. Sedangkan, para kapitalis mendominasi ekonomi Negara karena mendapatkan fasilitas dari Pemerintah. Bahkan, tidak dipungkiri setiap undang-undang dibuat untuk memanjakan para kapitalis dan rakyat semakin dipersulit. Maka, sangat terlihat bahwa sistem kapitalisme memang berdiri tidak untuk mensejahterakan rakyat tetapi mensejahterakan mereka yang katanya menyuarakan aspirasi rakyat dan mengatasnamakan rakyat tetapi setiap keuntungan masuk ke kantong-kantong mereka para pejabat.

Mirisnya, uang pajak yang diambil dari rakyat bukan untuk menyejahterakan rakyat. Bagaimana mungkin untuk mensejahterakan rakyat. Sedangkan, pajak saja diambil dari rakyat-rakyat yang miskin. Setiap hasil pajak digunakan untuk proyek-proyek yang menguntungkan kapitalis. Dan pajak ini menganakemaskan kapitalis.

Islam menjelaskan dengan gamblang terkait perbedaan antara pajak, zakat, dan wakaf. Zakat adalah kewajiban atas harta bagi muslim yang kaya dan ekakyaannya melebihi hisab serta mencapai haul. Sedangkan wakaf hukumnya sunah bukan sebuah kewajiban. Dan pajak dalam islam hanya dipungut dari lelaki muslim yang kaya, untuk keperluan urgen yang sudah ditentukan yaitu ketika kas negara kosong. 

Zakat merupakan salah satu dari sumber pemasukan APBN Khilafah (baitulmal). Namun, penerimanya sudah ditentukan oleh syariat. Dan baitulmalmemiliki banyak pemasukan tidak hanya bersandar kepada zakat, salah satu pemasukan terbesar adalah pengelolaan SDA milik umum yang tentu tidak diserahkan kepada swaswta seperti saat ini. Maka jelas sekali bahwa pajak tidak layak disebut sebagai zakat apalagi wakaf.

Kebobrokan sistem kapitalisme ini sangat nyata dan pasti disadari oleh rakyat walaupun tidak terlalu vokal dalam menyuarakan. Namun, efek nya sangat terasa apalagi kemiskinan jelas sangat related. Maka, kita membutuhkan sistem yang mengembalikan kepada fitrah kita sebagai umat yang sejahtera. Dan itu kita dapatkan dalam naungan khilafah karena sejarah pun mencatat bagaimana khilafah memimpin dunia dengan dasar syariat dapat menyejahterakan setiap rakyat. Dan menyuarakan kerusakan sistem ini tentu membutuhkan jamaah yang ideologis agar sampai pada tujuan mengembalikan kembali kehidupan islam dalam naungan daulah khilafah.
Wallahu a’lam bi shawab.