-->

Serakahnomic Dibungkus Legalitas, Serakahpolic Jadi Pelindungnya


Oleh : Isna Anafiah 
Aktivis Muslimah

"Di saat ketamakan dibungkus legalitas, maka yang terjadi kerakusan tak lagi tampak keji, akan tetapi menjadi sebuah kebijakan resmi."

Di saat ketamakan dijadikan norma, maka hukum pun menjelma menjadi alat kuasa. Membuat kebijakan yang bungkus legalitas, namun realitanya tidak berpihak pada rakyat. Akan tetapi kebijakan tersebut hanya untuk segelintir pemilik modal. Inilah wajah buram serakahnomic ekonomi, kerakusan pun tumbuh subur dalam sistem kapitalisme sekuler.
Sejatinya tamak merupakan kehancuran karena telah menjadikan materi sebagai standar kebagiaan. Bahkan belakangan, kepala negara kita memberikan istilah " serakahnomic" bagi orang-orang yang tamak (rakus). Dalam sistem kapitalis sekuler sifat rakus di normalisasi. Bahkan para korporat yang serakah tingkat dewa tersebut berlindung di atas nama kebijakan ekonomi. 

Serakahnomic (tamak) merupakan aktivitas mengambil keuntungan di atas penderitaan rakyat. Seperti halnya para pelaku bisnis atau spekulan pangan yang tega mencampur beras berkualitas tinggi dengan kualitas rendah dan di distribusikan kemasyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan sesuai yang di inginkan. Realita ini pun mendapat sorotan dari kepala negara, selain itu kepala negara pun merasa geram dengan para pelaku serakahnomic yang terus terjadi di negeri ini.

Para pelaku serakahnomic tersebut juga mendapat perlindungan dari para pelaku serakahpolic. Sebab, serakahpolic merupakan kerakusan penguasa atas kedudukan dan menjadikan kedudukannya sebagai alat untuk membuat kebijakan sesuai kepentingan. Serta cara untuk melanggengkan kedudukan sebagai penguasa tetap aman. Serakahnomic dan serakahpolic lahir atas dasar kerakusan.(kompasiana.com 23/07/2025)

Fenomena kerakusan para korporat tingkat dewa tersebut telah melahirkan kesenjangan sosial di tengah masyarakat. Mereka menggunakan berbagai cara, tidak perduli halal haram yang penting bisa memperkaya diri. Sehingga munculah kebijakan serakahpolic yaitu kebijakan-kebijakan yang tampak rasional namun faktanya menjadi pelindung bagi kerakusan. Pelindung kepentingan para korporat. Mereka menekan masyarakat kelas bawah dan menihilkan keadilan sehingga rakyat terzalimi.

Realita tersebut terjadi karena negeri ini mengadopsi sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalis. Sehingga kesenjangan sosial pun tidak dapat di hindari karena yang kaya makin kaya dan yang miskin tetap miskin. Fakta ini bisa kita lihat dari kebijakan publik yang tidak lagi berpihak pada kesejahteraan rakyat. Seperti halnya kenaikan harga bahan pokok, berbagai kebutuhan pangan di oplos, SDA di privatisasi, hingga marak terjadi kasus kriminalisasi terhadap para pedagang kecil hanya untuk memberi jalan kepada para korporat. 

Dalam sistem ekonomi kapitalis, pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator pasar bebas, bukan pengurus dan pelindung rakyat. Sehingga wajar jika kebijakannya pun seringkali berpihak pada kepentingan pemilik modal (pengusaha) bukan untuk kebutuhan dan kesejahtraan rakyat. Sistem ekonomi kapitalis merupakan sumber terjadinya serakahnomic, kebebasan kepemilikan dalam sistem kapitalis telah mengizinkan setiap individu boleh memiliki apa saja yang di inginkan. Bahkan kepemilikan individu bisa mengalahkan kepemilikan negara . Saat ini, negara hanya menjadi regulator bagi para korporat. Tidak ada standar halal dan haram dalam kepemilikan maupun distribusi. 

Fenomena ini justru membuat kesenjangan sosial di negeri ini semakin menganga, sebab SDA yang menguasai hajat hidup banyak orang di jadikan ATM berjalan tanpa batas oleh segelintir orang untuk menumpuk kekayaan, sementara rakyat terjerembab kemiskinan dan menjadi korban sistemik. Serakahpolic hadir untuk "mempoles" kerakusan dengan jurus kebijakan yang membuatnya tampak legal, berwibawa, dengan jargon "pertumbuhan ekonomi” atau “investasi”. Faktanya mekanisme tersebut justru memperkokoh dominasi para korporat dan meminggirkan hak-hak dasar rakyat.

Bukan penguasanya yang gagal, melainkan sistemnya yang gagal mensejahtrakan kehidupan rakyat. Dan hanya menguntungkan para pemilik modal, dan terus menumbuhkan kerakusan karena mereka tidak pernah merasa puas meski hartanya sudah berlimpah hingga kerakusan tersebut menjadi budaya. Sebab dalam sistem sekuler kapitalis pencapaian materi menjadi tolak ukur kesuksesan dan kebahagiaan. Mereka tidak peduli lagi dengan nilai-nilai agama dan integritas. Akan tetapi fokusnya hanya memenuhi keinginan (nafsu) yang tidak terbatas.

Rasulullah saw bersabda,
" Seandainya anak adam memiliki dua lembah harta niscaya dia menginginkan lembah ketiga. Dan tidak akan memenuhi perut anak adam kecuali tanah (kematian)". (HR. Al -Bukhari dan Muslim)

Fenomena kasus serakahnomic yang telah membuat geram kepala negara dan publik. Sumber daya alam yang menguasai hajat banyak orang di kuasi dan di rampok oleh para korporat. Mirisnya aktivitas mereka di pandang sah dan legal karena di lindungi oleh kebijakan pemerimtah berupa Undang-Undang yang disahkan oleh wakil rakyat. Untuk menghentikan dan menghilangkan kasus serakahnomic yang di lindungi serakahponic hingga keakarnya. Di butuhkan solusi yang tepat dan ideal. Sayangnya solusi tersebut tidak bisa diperoleh dari sistem sekuler kapitalis.

Namun, solusi ideal tersebut hanya ada di dalam Islam. Sebab sistem Islam tidak hanya membangun ekonomi yang adil, akan tetapi menumbuhkan adab dalam berkuasa dan bermuamalah serta amanah. Sistem tersebut adalah ekonomi Islam yang lahir dari wahyu, bukan nafsu. Islam menetapkan aturan kepemilikan, distribusi kekayaan, hingga pengelolaa SDA yang berlandaskan halal-haram, bukan untung-rugi. Negara dalam sistem Islam sebagai ra’iin (pengurus rakyat), bukan pelayan korporasi. Dan hukum yang ditegakkan bukan untuk membentengi keserakahan, melainkan untuk menciptakan keadilan di masyarakat. Sehingga tidak ada kesenjangan sosial melainkan masyarakat hidup sejahtra.
Untuk itu, jangan biarkan serakahpolic terus menjadi pindung bagi serakahnomic.

Allah Swt berfirman:

"Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di anatara kamu". (Qs. Al Hasyr 59 :7)

Islam memiliki mekanisme untuk mewujudkan distribusi kakayaan secara adil dan merata. Mekanisme tersebut adalah:

1. Zakat yang dibagikan kepada 8 golongan mustahiq (yang berhak menerima)

2. Islam mendorong umat untuk berbagi melaui infak, sedekah dan wakaf

3. Melarang riba, (gharar tidak jelas dan penipuan)

4. Pembagian kepemilikan di bagi menjadi tiga yaitu, kepemilikan individu, umum dan negara

5. Di dalam Islam terdapat qadhi hisbah yang mengawasi pasar dan melindungi konsumen

6. Menjadikan harta sebagai amanah bukan tujuan hidup

Sebab Islam mengajarkan harta sebagai alat untuk beribadah dan meraih ridha Allah. Bukan standar kesuksesan, namun harta tersebut bukan sekedar angka dalam rekening akan tetapi amanah yang harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah.

Rasulullah Saw bersabda,

Sebaik-baik harta adalah berada di tangan orang sholeh (HR. Ahmad)

Seperti halnya kisah Abdurrahman bin Auf, ia "gagal miskin" karena hartanya di gunakan menolong Agama Allah. Sebab Allah berjanji di dalam Al qur'an : 

"Jika kamu menolong (Agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu". 
(Qs. Muhammad :7)

SDA yang berlimpah harus di kelola oleh orang yang amanah, sholeh dan di lengkapi dengan sistem yang ideal seperti Islam, SDA akan dikelola untuk kepentingan dan kebutuhan umat bukan korporat. Sebab serakahnomic merupakan penyakit hati yang akan mengyengsarakan dan menyesatkan umat. Solusi terbaik untuk mengahiri serakahnomic dan serakahpolic adalah dengan kembali kepada SOP yang berasal dari Allah yaitu menerapkan Aqur'an dan sunnah dalam bingkai khilafah.

Wallahu'allam bissawab