Penipuan Kualitas dan Kuantitas Beras Adalah Buah Kapitalisme
Oleh : Dewi Ummu Azkia
Beras adalah bahan pangan paling pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, baik masyarakat kelas menengah ke atas maupun masyarakat menengah ke bawah di semua level, makanan pokok mereka adalah nasi.
Jika terjadi gejolak di pasar tentang distribusi beras dampaknya akan sangat dirasakan masyarakat luas.
Sebagaimana yang kita saksikan berita beberapa pekan lalu yaitu Menteri Pertanian menemukan 157 merek beras premium tak sesuai standar, mayoritas dijual di atas HET dan berpotensi merugikan konsumen hingga Rp 99 triliun per tahun (Kompas, 26 Juni 2025). Pada kasus ini, beras kwalitas medium dikemas dengan kemasan premium dan dijual dengan harga setara beras premium.
Selain dari segi kwalitas, kuantitasnya dipotong oleh para pengusaha nakal tersebut, misal beras kemasan 5 kg ternyata realitasnya hanya 4,5 kg isinya.
Sungguh perilaku pengusaha yang tega dan rakus, berambisi meraup keuntungan sebesar-besarnya dengan cara mengelabui dan mengurangi timbangan, jelas ini perbuatan haram dan merugikan masyarakat banyak.
Bagi masyarakat ekonomi menengah ke atas, mereka dirugikan dengan penipuan kwalitas beras, mereka beli harga premium akan tetapi mendapat kwalitas medium.
Sedangkan masyarakat yang biasa mengkonsumsi beras kwalitas medium, tetap saja dirugikan dengan timbangan yang tidak sesuai alias kurang.
Perilaku para pengusaha nakal seperti ini marak di era sekarang, dimana sistem kehidupan diatur dengan sistem kapitalis, standar kebahagiaannya adalah ketika mereka mendapatkan materi sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan halal-haram, tidak mempertimbangkan bahwa hal tersebut merugikan masyarakat banyak atau tidak, yang penting bagi mereka adalah mendapatkan keuntungan melimpah walaupun dengan cara licik.
Padahal Rosulullah Saw. sudah berwasiat kepada ummatnya:
"Jika terdapat aib pada barang dagangan, yang mengurangi nilainya, penjual berkewajiban untuk menjelaskannya kepada pembeli. Jika dia tidak menjelaskannya maka penjual terhitung melakukan tindak penipuan".
Dinyatakan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Saw. pernah melihat setumpuk bahan makanan,
kemudian beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam tumpukan makanan itu, ternyata bagian dalamnya ada yang basah. Beliaupun bertanya, “Apa ini wahai penjual makanan?” dia menjawab: “Makanan itu terkena hujan, wahai Rasulullah..” “Mengapa tidak kamu letakkan di atas, agar calon pembeli bisa melihatnya. Siapa yang menipu, itu bukan bagian dari adabku” (HR Muslim).
Kemudian dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، وَلَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ أَخِيهِ بَيْعًا فِيهِ عَيْبٌ إِلَّا بَيَّنَهُ لَهُ
"Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak halal bagi seorang muslim untuk menjual barang yang ada cacatnya kepada temannya, kecuali jika dia jelaskan" (HR. Ibn Majah 2246, Al-Hakim dalam Mustadrak, beliau shahihkan dan dishahihkan adz dzahabi).
Allah Swt. juga memberikan ancaman kepada para penipu takaran dan timbangan, dalam surat Al Muthafifin ayat 1:
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِيْنَۙ ١
wailul lil-muthaffifîn
"Celakalah orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!"
Jauhnya masyarakat dari kriteria ketaqwaan individu, minimnya kontrol antar anggota masyarakat dan kurangnya kecepatan penguasa dalam mengawasi distribusi bahan pangan, kesemuanya mengakibatkan hal serupa terus berulang. Ditambah sanksi yang diberikan kepada pelaku penipuan yang terlalu ringan, sehingga menambah deretan kecurangan demi kecurangan terus berlangsung.
Pada masa kejayaan Islam, para Qodhi Hisbah akan berkeliling ke pasar untuk mengawasi berjalannya jual-beli supaya tidak ada kecurangan.
Dalam sejarah tercatat bahwa Khalifah Umar bin Khattab memberi sangsi tegas kepada penjual susu yang dicampur air (tapi mengatakan susu murni).
Memang benar ditemukannya beras dengan kwalitas dan kuantitas yang tidak sesuai yang beredar di pasaran oleh Menteri Pertanian akan ditindak, beliau akan berkoordinasi dengan polisi untuk menindak para pengusaha beras yang melakukan kecurangan,
akan tetapi kita tidak bisa berharap banyak akan tuntas persoalan kecurangan pengusaha karena sudah menjadi rahasia umum di negeri kita ini praktek suap (riswah) pelaku penegak hukum yang masih marak.
Para pengemban dakwah ideologis harus terus bersuara, mengopinikan Islam Kaffah supaya masyarakat faham sehingga mereka rindu dan menuntut untuk diterapkan di semua lini kehidupan.
Wallahu a'lam bishowab
Posting Komentar