-->

Kecurangan Beras Premium, Mengapa Regulasi Tak Bergigi


Oleh : Tri S, S.Si

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, beras oplosan beredar bahkan sampai di rak supermarket dan minimarket, dikemas seolah-olah premium, tapi kualitas dan kuantitasnya menipu. Hal ini menjadi sebuah keprihatinan serius di sektor pangan nasional. Temuan tersebut merupakan hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan yang menunjukkan 212 merek beras terbukti tidak memenuhi standar mutu, mulai dari berat kemasan, komposisi, hingga label mutu.
(kompas.com, 2025/07/13) 

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengungkap ada temuan sebanyak 157 merek beras premium yang tidak sesuai dengan standar mutu yang berlaku. Dari jumlah tersebut, hanya 26 merek yang memenuhi ketentuan. “Premium yang sesuai hanya 26. Jadi bisa bayangkan 80 persen, lebih hampir 90 persen yang tidak sesuai,” ujar Amran dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring melalui kanal YouTube Kementerian Pertanian, Kamis, 26 Juni 2025. Temuan itu berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap sampel beras yang dilakukan oleh 13 laboratorium milik Badan Urusan Logistik (Bulog). Pengujian mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 31/Permentan/PP.130/8/2017 tentang Kelas Mutu Beras dan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023
(Tempo.co, 26/6/2025) 

Pemerintah memberikan ultimatum tegas kepada para pengusaha beras agar segera mematuhi regulasi yang berlaku, khususnya terkait mutu, harga, dan kesesuaian informasi pada kemasan produk. Hal ini disampaikan usai Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap hasil investigasi nasional yang menunjukkan anomali pada produk beras yang beredar di pasaran dan berpotensi merugikan konsumen hingga Rp99,35 triliun per tahun. “Kami mencoba mengecek, bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, Kepolisian, dan Kejaksaan. Ada anomali: harga di tingkat penggilingan turun, tetapi harga di konsumen naik. Kami temukan mutu tidak sesuai, harga melebihi HET, dan berat tidak pas,” tegas Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dikutip dari siaran pers yang diterima, Minggu, 29 Juni 2025.
(metrotvnews.com, 29/6/2025) 

Kondisi yang sangat disayangkan kembali terjadi, kecurangan beras baik dalam timbangan dan kualitas atau jenis sudah terjadi beberapa waktu ini. Lagi-lagi masyarakat dan negara menderita kerugian besar, yang menambah parahnya kondisi yang ada saat ini. Mirisnya pelakunya adalah perusahaan besar yang notabene sebagai pemasok terbesar komoditas pangan dan negara sudah memiliki regulasi, tapi masih juga terjadi kecurangan demi kecurangan. Praktek kecurangan adalah suatu keniscayaan dalam kehidupan yang jauh dari aturan agama. Dimana yang mereka lakukan hanya demi kesenangan dunia semata, semua mereka lakuka demi keuntungan, bahkan mereka rela hingga menghalalkan yang haram dan melanggar regulasi, tanpa takut akan konsekuensinya. Kenapa hal ini masih sering terjadi? 

Dalam sistem saat ini, hal yang dianggap biasa dan lumrah, karena mereka menerapkan sistem kapitalisme. Berlarutnya persoalan ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan juga sistem sanksi saat ini, dan hal ini juga erat kaitannya dengan sistem pendidikan yang gagal mencetak individu yang amanah dan bertakwa. Dimana ketika sistem tegas dalam menerapkan sanksi dalam setiap pelanggaran, maka akan meminimalkan kecurangan-kecurangan yang ada. Ditambah lagi generasi hasil pendidikan yang luar biasa akan menjadikan individu pribadi dan penegak hukumnya orang yang amanah dan bertanggung jawab. Selain itu juga ketidak hadiran peran negara dalam mengurusi pangan, mendukung terjandinya kecurangan saat ini. Karena pengelolaan hulu ke hilir dikuasai oleh korporasi yang orientasinya bisnis, mereka tidak memikirkan kesejahteraan rakyat apalagi beban berat yang ditanggung masyarakat mereka tidak pernah mau peduli.

Penguasaan negara terhadap pasokan pangan tidak lebih dari 10%, negara memilih terikat dengan pasar global, dan menyerahkan masalah ekonomi cukup ditnagan korporasi, mereka mencukupkan diri dengan pesan yang minim di dalamnya sehingga ia tidak punya bargaining power terhadap korporasi. Hal ini berimbas pada pengawasan dan penegakan sangsi. Negara mau nerapkan sanksi yang tegas tapi mereka tidak mampu bergerak, mereka tersandra oleh kebijakan yang mereka buat sendiri, sehingga hnaya mampu menangani masalah ynag ada dengan sekadarnya saja, dan tidak mampu menyelesaikan sampai ke akar-akarnya. 

Hal ini akan jauh berbeda kondisinya dalam pemerintahan ynag menerapkan hukum islam. Dimana pejabat atau penguasaIslam mengharuskan mereka orang yang amanah dan juga bertanggungjawab dalam menjaga tegaknya keadilan, tanpa harus pilah dan memilah. Siapa yang melakukan kecurangan akan ditindak tegas meski mereka keluarganya sendiri atau pejabat negara sekalipun. Sehingga hal ini akan meminimkan kecurangan yang ada dalam berbagai bidang utamanya dalam masalah pangan atau ekonomi masyarakat. Apalagi dalam islam, penguasa adalah pelayan rakyat, namanya pelayan otomatis akan mengupayakan berbagaimacam hal agar mampu membahagiakan tuannya. Artinya dia akan mengupayakan pelayanan terbaik untuk kesejahteraan rakyanya. Selain itu juga sebagai raain dan junnah bagi rakyatnya, maka penguasa akan meli dungi rakyatnya dari para korporasi yang hanya mencari keuntungan sendiri yang itu merugikan rakyat. 

Dan juga dalam islam tegaknya aturan didukung oleh tiga hal. Ketakwaan individu, control masyarakat dan tegaknya aturan oleh negara. Dimana hal ini hanya akan terwujud dengan sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Yakni yang bersumber dari syariat islam ynag sudah jelas sumbernya, meski bnayak orang ynag tidak suka karena menurut mereka tidak manusiawi tapi sesungguhnya hal inilah yang membuat para pelaku kecurangan takut untuk melakukan aksinya. Selain itu islam juga memiliki qadi hisbah yang akan memeriksa dan memastikan regulasi terkait hal ini berjalan dengan baik dan sesuai aturan. Dimana hal itu akan dilakukan di tempat, sehingga ketika terjadi kecurangan akan langsung ditindak kepada yg bersangkutan. Islam juga menetapkan negara harus hadir secara utuh untuk mengurusi pangan mulai produksi-distribusi-konsumsi. Dimana dalam setiap prosesnya akan dipastikan tidak terjadi kecurangan, bahkan disini nanti akan membutuhkan banyak tenaga yang akhirnya juga akan membuka lapangan pekerjaan untuk rakyat, sehingga menamabah pemasukan rakyat dan akhirnya daya beli rakyat juga meningkat. Sehingga kehadiran negara atau pemerintah disini bukan hanya memastikan pasokan tersedia, namun juga mengurusi rantai tata niaga agar berjalan sedemikianrupa sehingga tidak terjadi kecurangan seperti saat ini yang baru diketahui setelah kasus merebak dimana-mana. Dan dalam hal konsumsi, pemerintah juga berperan untuk memastikan agar pangan benar-benar sampai kepada seluruh individu rakyat, sehingga tidak akan ditemukan rakyat yang kelaparan dan tidak mampu mencukupi kebutuhan pokoknya. Sedang untuk rakyat yang tidak mamapu juga menjadi tanggung jawab pemerintah secara penuh. Inilah gambaran penuh ketika pemerintah menerapkan hukum islam. Semoga sistem islam segera menjadi pilihan untuk menggunakan sistem alternatif dalam menyelesaikan masalah yang ada.