DEMI PENAMBANGAN, LINGKUNGAN HIDUP MENJADI KORBAN
Oleh : Evi Derni S.Pd
Aktivitas pertambangan di Raja Ampat menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan ekosistem laut, khususnya habitat ikan kerapu. Sekaligus mengancam ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat pesisir. Guru besar ilmu ekologi pesisir dan laut IPB University dietriech geofrey bengein menjelaskan, bahwa dampak pertambangan terhadap perairan bisa bersifat langsung maupun tidak langsung.(kompas.com 05/07/2025).
Soal isu lingkungan ini memang trade off. Kalau bicara tentang tambang pasti fish a fish dengan lingkungan. Karena tidak pernah ada penambangan apalagi open fit meaning yang tidak merusak lingkungan. Tidak pernah ada trade off kalau mau ambil tambang pasti lingkungan rusak. Tapi kalau ingin lingkungan tidak rusak jangan berharap tambang bisa didapatkan.
Maka isu ini harus dibaca secara komprehensif artinya jika pengelolaannya pada Negara, satu tahap sudah benar. Karena dalam kasus aneka tambang PT gag ini terkait isu lingkungan, seberapa ongkos yang harus dibayar untuk kerusakan lingkungan yang terjadi kerusakan lingkungan di raja Ampat sangat sensitif. Raja Ampat dikenal sebagai kawasan konservasi laut paling kaya. Tidak hanya di Indonesia bahkan di dunia kawasan ini memiliki ratusan spesies karang, ribuan jenis ikan dan ekosistem yang belum banyak terjamah. Secara ekologis eksploitasi nikel di kawasan ini pasti tidak bisa tidak akan membuat ratusan hektar hutan tropis di babat habis.
Mengapa demikian? Karena nikel ini jenis pertambangan oven fit. Sebab nikel itu di permukaan sebagai hasil pelapukan dari batuan yang mengandung nife atau nikel dan ferum. Hasilnya adalah batuan-batuan beku yang asam. Jadi pasti ada di permukaan jelas yang diambil memang tanah. Maka tanahnya hilang otomatis hutannya harus dikeluarkan dulu jadi vigitasii alam hilang dalam waktu singkat dan artinya penggundulan yang akan berdampak pada limpasan tanah yang terbawa hujan ke pesawannya. Itulah mengapa ada larangan penambangan di pulau kecil.
Berbeda dengan penambangan di pulau besar masih bisa di manage. Dimana limpasan tanah atau lumpur yang dibawa air hujan masih bisa ditahan atau dikonsentrasikan di satu tempat. Namun di pulau kecil akan mengalir ke lautan menyebabkan sedimentasi di sekitar terumbu karang. Terumbu karang yang tertutup endapan tanah akan mati perlahan karena terumbu karang memerlukan ekosistem lingkungan laut yang dangkal, hangat. Kemudian kena sinar matahari. Jadi kalau tertutup sedimentasi tanah pasti mati. Itu sudah rumus efeknya merambat ke populasi ikan yang hidup di terumbu karang. Begitupun organisme lain, mungkin ada karenanya kritik dari para aktivis lingkungan. Benar adanya alih-alih mendatangkan kesejahteraan, aktivitas ini justru mengancam ekosistem yang bernilai.
Seperti apa bahayanya pertambangan nikel bagi lingkungan, mungkin bisa dibandingkan dengan kondisi di Halmahera atau di Morowali atau di beberapa tempat lain. Maka kondisi di Raja Ampat ini mungkin lebih parah. Halmahera adalah pulau besar yang terjadi di wedabe industrial Park. Tepatnya di desa lele save. Kondisinya sungguh parah sekali pencemaran lautnya. pertama, bahwa ikan-ikan yang ada di sana mengandung merkuri sehingga banyak penduduk di sana yang mengkonsumsi ikan. Ketika dicek darahnya mengandung logam berat dalam jumlah yang lebih besar dibanding wilayah-wilayah normal. Kedua, di wilayah Wedabe terjadi banjir yang selalu ada setiap saat. Karena bukaan lahan yang begitu sangat masif tanpa memperhatikan lingkungan. Ketiga, debu karena lalu lalang kendaraan tambang maupun jumlah pekerja yang semakin besar hingga menimbulkan debu hingga jumlah ISPA semakin meningkat. Belum lagi persoalan di daerah aliran sungai Kobe di wilayah Wedabe nikel.
Dahulu masyarakat di sana masih bisa menikmati air sungai untuk konsumsi tetapi sekarang untuk kepentingan mencuci juga sangat beresiko. Ini di Kepulauan besar, tidak terbayang bagaimana di wilayah kepulauan kecil seperti di pulau gag yang hanya 60 km2 kawasan hutan hutannya hanya sekitar 6000 hektar. Efek langsung saat ini yang terjadi karena baru beroperasi tahun 2018 atau sekitar 7 tahun belum terlalu tampak kecuali deforestasi. Jika hal ini diteruskan tentu daya tanggung dan daya dukung lingkungan di pulau kecil ini tambah parah dan problematik terkait dengan kebutuhan air, kebutuhan hasil laut, terumbu karang. Jika problematik maka ikan juga akan berkurang yang akan menjadi masalah pada penduduk. Begitupun jumlah penduduk pada konteks sosial misalnya di Wedabe, tingkat pelacuran, narkoba konflik penduduk yang menjadi sebuah kesatuan.
Islam mengatur bahwa Negara menjadi pihak yang berkewajiban mengelola tambang milik umum. Hasilnya akan dikembalikan lagi untuk kepentingan umat. Tidak bisa di kavling untuk individu maupun entitas perusahaan sebagaimana yang terjadi dalam sistem Kapitalisme saat ini.
Industri swasta dapat berperan sebagai ajir atau pekerja untuk mengerjakan proses penambangan. Mulai dari front end hingga back end. Namun mereka hanya diupah untuk melaksanakan proses penambangan bukan sebagai pemilik industri. Swasta tidak punya hak sedikitpun terhadap barang tambang yang mereka ekstrak.
Dengan mengembalikan hak milik pada umat dan mengalihkan pengelolaan pada Negara, berbagai potensi kerusakan lingkungan yang terjadi dalam ideologi Kapitalisme. Akibat motif ekonomi dapat ditekan sejak awal. Islam sama sekali tidak melarang pertambangan.
Negara akan membagi zona wilayah setidaknya menjadi 3 zona, yakni zona penduduk industri dan konservasi, zona industri dikhususkan untuk aktivitas industri baik dari aspek penambangan, pengolahan hingga distribusi dan manajemen limbah, zona konsentrasi dikhususkan untuk menjaga biodiversitas alam dan tidak di otak-atik untuk keperluan penduduk maupun industri sekalipun ada potensi tambang di dalamnya.
Dengan demikian Islam menjamin bahwa industri tambang dapat terus berjalan tetapi juga dapat dirasakan manfaat produk nya pada pemilik aslinya yaitu umat Islam dan dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalkan.
Wallahu a'lam bishowab.
Posting Komentar