Tak ada Listrik dan Air Bersih di Bukit Kayangan, bukti Mandulnya Peran Negara
Oleh : Ummu Zalfa
Namanya memang Bukit Kayangan, Sangatta, Kutai Timur (Kutim). Tapi kenyataannya jauh dari kesan surgawi. Di balik gemuruh alat berat tambang batu bara yang tiada henti, 96 kepala keluarga di RT 28, Dusun Bukit Kayangan, Desa Singa Gembara, Sangatta Utara, hidup dalam gelap. Tanpa listrik. Tanpa air bersih. Sudah puluhan tahun.
Tiang listrik berdiri. Pipa PDAM membujur di dalam tanah. Tapi aliran tidak pernah sampai ke rumah-rumah mereka. Seolah-olah pembangunan hanya lewat, tanpa benar-benar menyapa.
“Tiang sudah ada. Pipa juga. Tapi tidak bisa jalan. Alasannya karena kami di kawasan tambang,” keluh Hadi, Ketua RT setempat, Minggu (18/5/2025). Bukit Kayangan, yang secara geografis berada di kawasan konsesi tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC), nyaris terisolasi.
Untuk masuk ke wilayah itu, warga harus melewati portal dan pos penjagaan Objek Vital Nasional. Sebuah ironi di tengah kemegahan industri tambang terbesar di negeri ini. Yang lebih menyakitkan, tak ada satu pun dari jeritan itu yang benar-benar sampai ke telinga pengambil kebijakan. Pemerintah? Belum terlihat. Perusahaan tambang? Datang, tapi katanya prosedur belum selesai.
Yulia Mutiawati, seorang ibu rumah tangga di sana, hanya bisa berharap. Suaranya lirih, tapi isi hatinya keras. “Pemerintah cobalah tinjau ke sini. Kami ini juga warga. Jangan tunggu kami berteriak lebih keras. Kalau bisa perusahaan jangan bertele-tele. Langsung saja bantu atau ganti rugi. Kasihan warga sini,” pintanya.
Mereka tidak menuntut yang muluk. Tidak minta rumah mewah. Tidak minta mobil mahal. Cukup air bersih. Cukup listrik. Dua hal yang di tempat lain bisa didapat hanya dengan menekan saklar atau membuka keran. Tapi di sini? Masih sebatas mimpi. Bukit Kayangan, di tengah kemegahan bisnis tambang yang bernilai triliunan, masih berkubang dalam gelap dan debu. Di provinsi yang katanya kaya raya.
Kekayaan Alam yang Melimpah
Sungguh ironis. Di tengah kekayaan energi yang sangat melimpah ternyata masih ada daerah yang tidak mempunyai aliran listrik bahkan air bersih. Ke mana sebenarnya negara ini? Padahal air dan listrik adalah kebutuhan yang sangat penting, tapi ternyata negara saat ini gagal memberikan pelayanan yang terbaik kepada rakyatnya.
Banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Salah satunya karena kebijakan pemerintah sendiri. Seperti keberadaan UU pengelolaan SDA, seperti perizinan tambang batubara dan nikel. Kedua tambang itu membuang limbah tanpa mengolahnya. Ini jelas membuat air di sekitarnya tercemar hingga akhirnya membuat masyarakat di sekitar tempat penambangan kesulitan air bersih.
Kemudian masalah penggundulan hutan, baik karena penebangan liar, pembakaran, atau karena pembukaan tambang, menyebabkan hilangnya pohon-pohon yang seharusnya menyimpan air tanah sehingga membuat air tak bisa disimpan. Akhirnya, ketika air hujan datang, tanah tidak kuasa menahan beban. Banjir pun melanda. Sehingga, saat musim kemarau tiba, daerah itu pun akan terdampak kekeringan.
Adanya kapitalisasi air juga membuat masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih dengan mudah. Sebagai contoh, masuknya pengusaha-pengusaha air minum membuat mereka menguasai sumber air minum besar. Hanya demi keuntungan, mereka pun menjual air itu. Jika masyarakat ingin mendapatkan air bersih, harus membeli dulu, padahal air kemasan tersebut juga berasal dari mata air di Indonesia.
Munculnya masalah air merupakan akibat penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini hanya menjadikan keuntungan sebagai tujuan utamanya. Dalam sistem ini, pengusahalah yang berkuasa sehingga apa pun usahanya, asal bisa mendapatkan uang, akan dilakukan, meskipun bisa merampas hak masyarakat sekitar. Sebagaimana hak mereka mendapatkan air bersih.
Kapitalisme juga melemahkan negara dalam melakukan mitigasi. Mereka hanya membuat kebijakan demi keuntungan. Tanpa memperhatikan dampak besar dari kebijakan tersebut. Kalaupun ada upaya untuk memperbaiki atau menyediakan kebutuhan akan air, itu hanyalah solusi sesaat. Bahkan, solusi tersebut juga dipasrahkan pada pihak swasta. Negara tidak segan menggandeng investor untuk berinvestasi dalam bidang ini.
Kapitalisme juga membuat negara hanya sebagai fasilitator. Negara malah berlepas tangan dari tanggung jawabnya. Ini karena mereka mengalihkan tanggung jawab memenuhi kebutuhan masyarakat kepada swasta. Ini tentu bukan cara yang nyata membela masyarakat, tetapi demi keuntungan pribadi.
Solusi Islam
Islam memiliki pandangan yang beda mengenai pengurusan hajat hidup masyarakat. Air merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sehingga Islam akan melarang privatisasi air. Ini berdasarkan sabda Rasulullah
“Muslim berserikat dalam tiga hal: padang gembalaan, air, dan api.” (HR Abu Dawud).
Hadis ini menunjukkan bahwa air merupakan harta milik umum. Setiap harta milik umum berarti milik seluruh masyarakat, bukan milik perorangan atau badan tertentu.
Islam mempunyai sistem pemerintahan yang akan menjalankan aturan di atas. Sistem ini namanya Khilafah. Pemimpin Khilafah (khalifah) akan membuat kebijakan sesuai syariat. Sehingga, tidak akan ada pengelolaan tambang, hutan, dan pembangunan infrastruktur dengan bebas.
Bahkan, khalifah akan mencurahkan dana secara maksimal untuk dapat mengendalikan air sehingga air bisa berguna bagi kebutuhan masyarakat dan tidak terjadi banjir. Upaya khalifah ini sudah pernah dilakukan pada masa kegemilangan Islam.
Sebagai contoh, saat membangun Baghdad tahun 758M, khalifah mengandalkan kemampuan dua astronom untuk mengetahui wilayah mana saja yang tergenang air dan tidak. Kemudian khalifah juga membangun bendungan, terusan, dan alat pengintai dini. Bahkan muncul penemuan nilometer untuk memprediksi banjir di sungai Nil.
Semua itu dibiayai oleh khalifah dari baitulmal. Kas negara yang berasal dari pendapatan jizyah, fai, kharaj, ganimah, pengelolaan SDA, dll. akan cukup untuk membiayai kebutuhan masyarakat, termasuk untuk penyediaan dan pengendalian air.
Sebagai negara muslim, harusnya Indonesia mampu menawarkan dan memberikan contoh yang nyata dalam me-riayah (mengurusi) masyarakat. Terutama untuk memenuhi kebutuhan akan air. Selama kapitalisme masih mencengkeram dunia, selamanya krisis air akan ada. Jadi, jika ingin menyelesaikan secara tuntas, hanya Islam jawabnya.
Negara pun akan memperhatikan rakyatnya, sehingga ketika masih ada rakyat yang tidak mendapatkan aliran listrik dan air bersih, maka itu akan langsung di urusi dan tidak di biarkan begitu saja.
Wallahu a'lam
Posting Komentar