Serius PR Menghambat Pendidikan?
Oleh : Eriyati
Larangan memberikan PR kepada siswa bakal menyasar jenjang SD dan SMP. Dinas Pendidikan Kota Bogor segera akan melayangkan surat edaran. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyampaikan terkait penghapusan PR untuk pelajar di Jabar (Instagram @dedimulyadi7).
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari arahan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor turut merespons baik kebijakan tersebut. Larangan memberi PR pada siswa dipandang dapat mengoptimalkan pembelajaran mereka selama di sekolah. Untuk itu, Humas Dinas Pendidikan Kota Bogor, Irfan Verdian, menjelaskan bahwa pihaknya akan segera melayangkan surat edaran (Radar Bogor, Selasa, 10 Juni 2025 sore).
Di sisi lain, larangan memberikan PR pada siswa di Kota Bogor sebenarnya sudah tertuang dalam kurikulum pendidikan sebelumnya. Irfan memberikan garansi bahwa segala kebijakan yang dilayangkan oleh Gubernur Jawa Barat tidak pernah luput dibahas secara internal, termasuk soal jam masuk siswa pukul 06.30.
Menurut Dedi Mulyadi (Tempo.co, Jakarta), rencana penghapusan PR itu, kata beliau, untuk menanggapi kekhawatiran sejumlah siswa yang merasa jam malam bisa menghambat aktivitas belajar, termasuk menyelesaikan PR. Dedi mengatakan seluruh pembelajaran harus dilaksanakan di sekolah. Di rumah, kata beliau, anak-anak didorong untuk beristirahat, membantu orang tua, atau membaca buku. Nanti bacaan mereka akan diuji oleh guru. “Tidak ada lagi belajar kelompok di rumah,” ujarnya.
Ia menambahkan, kebijakan penghapusan PR bukanlah hal baru. Saat menjabat sebagai Bupati Purwakarta, Dedi juga telah menerapkannya. Menurut beliau, PR seharusnya benar-benar pekerjaan rumah, seperti menyapu rumah, membereskan rumah, atau membantu orang tua memasak. PR, kata Dedi, tidak boleh diartikan sebagai tugas sekolah yang dibawa pulang.
Kebijakan beliau sudah bagus, akan tetapi apakah langkah ini yang dapat mengubah masalah pendidikan?
Apalagi di zaman kapitalis sekuler seperti sekarang ini, semuanya dilandasi oleh kepentingan materi dan keuntungan semata, ditambah dengan kebebasan yang merusak. Anak-anak yang tumbuh dalam sistem ini minim akidah, akhlak, dan bermental lemah. Bahkan hari-harinya dihabiskan dengan gadget. Yang ada di benaknya hanya kesenangan dan bagaimana cara menghasilkan uang. Malahan mereka melakukan hal-hal yang diharamkan oleh agama, bahkan bisa membahayakan jiwa.
Jadi, sebenarnya inti permasalahannya bukan pada ada atau tidaknya PR, melainkan sistem pendidikannya yang harus diubah. Dan sistem pendidikan ini hanya bisa berubah jika sistem yang dianut negara pun berubah. Selama sistem kapitalis liberal masih dianut oleh negara, maka hanya akan menghasilkan peserta didik yang bersifat materialistis: bersekolah hanya demi mendapatkan nilai, demi kemudahan mendapat pekerjaan, dan sebagainya, tanpa memperhatikan halal haram, norma, maupun adab.
Hanya khilafah yang menerapkan Islam kaffah yang telah terbukti mampu menghasilkan generasi terbaik melalui penerapan sistem pendidikan sesuai syariah.
Banyak sekali tokoh ilmuwan yang dihasilkan oleh sistem pendidikan Islam ini. Salah satunya:
Ibnu Qurra (ahli astronomi dan matematika),
Al-Khawarizmi (bapak matematika, penemu Aljabar),
Ibnu Sina (bapak kedokteran modern dan penemu obat bius),
Ibnu Al-Haytham (penemu lensa optik dan ahli matematika),
Al-Jazari (ahli mekanika dan penemu robot).
Masya Allah, dan masih banyak lagi ilmuwan-ilmuwan hasil dari generasi sistem khilafah.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Posting Komentar