Refleksi Ibadah Haji, Mewujudkan Persatuan Hakiki
Oleh : Binti Masruroh
Hampir dua juta kaum muslimin dari berbagai negara di dunia telah selesai melaksanakan rangkaian ibadah haji di tanah suci Mekkah. Ibadah Haji sejatinya tidak hanya sekedar ibadah ritual, tetapi memiliki makna yang sangat mendalam yakni menjadi cermin persatuan umat Islam seluruh dunia.
Kaum muslimin dari seluruh penjuru dunia dari berbagai bangsa berkumpul di Tanah Suci Mekkah untuk melaksanakan rukun islam yang kelima. Ibadah haji manifestasi persatuan umat yang melampaui sekat bangsa, ras, dan bahasa. Mereka mengenakan pakaian ihram yang sama, melaksanakan ritual ibadah yang sama, melantunkan kalimat talbiyah yas sama, melambangkan persamaan dihadapan Allah SWT tanpa memandang ras, etnis, budaya, status sosial dan kebangsaan. Mereka disatukan oleh ikatan Aqidah Islam yang menghapus segala sekat dan perbedaan duniawi. Tidak ada lagi raja dan rakyat jelata, atasan dan bawahan, kulit putih atau kulit hitam, semua adalah hamba Allah yang memiliki tujuan yang sama mencari ridho Allah SWT.
Berbagai ritual dalam ibadah haji seperti tawaf, sa’i antara Safa dan Marwa, wukuf di Arafah yang dilakukan secara bersama menciptakan ikatan emosional yang sangat kuat diantara jamaah haji, segala perbedaan duniawi seolah lenyap. Pengalam bersama itu menumbuhkan rasa persatuan dan persaudaraan yang sangat mendalam, mengingatkan bahwa mereka adalah bagian satu tubuh dan bersaudara yang saling menyayangi. Allah SWT berfirman yang artinya “ Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara. (QS.Al-Hujurat:10).
Yang menjadi pengikat persaudaraan bukan sekedar hubungan biologis melainkan keimanan yaitu la ilaha illallah Muhammad Rasulullah. Persaudaraan kaum muslimin juga tidak dibatasi oleh kepentingan geopolitik. Siapa pun yang beriman kepada Allah dan Rasulullah SAW tanpa memandang asal negaranya mereka adalah bersaudara. Persaudaraan kaum muslimin diibaratkan seperti satu tubuh. Rasulullah SAW bersabda” Perumpamaan orang mukmin dalam saling mencintai dan menyayangi dan berempati ibarat satu tubuh. Apabila salah satu badan sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam. (HR. Muslim).
Nasionalisme Mengoyak Persatuan Umat
Nasionalisme merupakan paham yang mengajarkan kesetiaan tertinggi individu diserahkan kepada bangsa dan negara. Paham yang berasal dari barat ini, sengaja ditancapkan ke negeri-negeri kaum muslimin pasca Perang Dunia I. Paham mini telah menggeser ikatan persaudaraan dan persatuan kaum muslimin yang seharusnya berdasarkan Aqidah Islamiyah menjadi kepada bangsa dan negara. Paha mini telah memecah kaum muslimin yang sebelumnya dibawah satu kepemimpinan menjadi lebih dari 50 kepemimpinan.
Kaum muslimin di seluruh dunia yang jumlahnya hampir 2 milyar, merupakan kekuatan dunia yang disegani oleh siapapun, kalau mereka bersatu. Namun paham Nasionalisme telah mengoyak persatuan kaum muslimin.
Hari ini, ketika kaum muslimin di Palestina, mengalami penindasan yang luar biasa. Zionis Israel telah melakukan genosida, melakukan pembunuhan dan pembantaian terhadap warga sipil, baik wanita, lansia, anak-anak dan bayi yang baru lahir. Bahkan tidak hanya membunuh warga sipil, zionis laknatullah juga membombar negeri para nabi itu tanpa ampun, menghancurkan fasilitas umum seperti sekolah, tempat ibadah, rumah sakit, bahkan tempat pengungsian pun juga sasaran pengeboman. Negara muslim yang lain termasuk yang berdekatan dengan Palestina, satupun tidak ada yang melakukan aksi nyata mengirimkan pasukan jihad dan senjata untuk membantu saudaranya yang teraniaya.
Karena paham nasionalisme penderitaan kaum muslimin di Palestina tidak bisa dirasakan oleh para pemimpin negeri-negeri muslim yang lain. Mereka beranggapan masalah Palestina adalah urusan dalam negeri Palestina sendiri, tidak boleh ikut campur urusan dalam negeri negara lain. Bahkan Mesir menutup rapat pintu Rafah yang mengakibatkan bantuan logistic tidak bisa masuk ke palestina.
Persatuan Hakiki.
Persatuan umat Islam adalah persatuan seluruh umat Islam di dunia dibawah satu kepemimpinan. Karena umat Islam sejatinya adalah ummatan wahidan atau umat yang satu, yang menyembah pada satu Tuhan yaitu Allah SWT. Dan memiliki pedoman dan petunjuk hidup yang sama yakni Al Qur’an Karim. Ikatan Aqidah Islam inilah yang mampu mempersatukan umat Islam di seluruh dunia dibawah satu kepemimpinan.
Persatuan membutuhkan kesatuan aturan, yakni syariat Islam secara kaffah yang diterapkan oleh negara khilafah. Syariat Islam mengikat seluruh kaum muslimin di seluruh dunia untuk tunduk dan patuh tidak hanya sebagai bentuk kepatuhan kepada aturan negara tapi juga sebagai implementasi keimanan kepada Allah SWT.
Persatuan kaum muslimin juga membutuhkan satu pemimpin yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dan melaksanakan aktifitas dakwah ke seluruh penjuru dunia sehingga terwujud persatuan hakiki. Persatuan umat Islam secara hakiki hanya dapat terwujud ketika syari’at Islam diterapkan secara kaffah dalam institusi politik Islam global Khilafah Islamiyah yang akan mempersatukan kaum muslimin laksana satu tubuh dan membangun tujuan yang sama yakni menggapai ridho Allah SWT dibawah kepemimpinan seorang khalifah.
Secara historis kepemimpinan Islam pernah tegak selama 13 abad. Yakni sejak Rasulullah mendirikan negara di Madinah, kemudian sepeninggal Rasulullah SAW. dilanjutkan masa Khulafaur Rasyidin, kemudian masa kekhalifahan bani umayyah, dilanjutkan masa kekhalifahan bani abbasiyah, kemudian dilanjutkan masa kekhilafahan Turki Usmani. Sepanjang 13 abad kaum muslimin di seluruh dunia hanya dipimpin satu orang khalifah, pada masanya kaum muslimin memimpin peradaban dunia sebagai negara adidaya, menjadi mercusuar perkembangan iptek yang tiada bandingannya. Wilayah kekuasaan kaum muslimin mencapai ¾ belahan dunia. Ummatan wahidan dan khoiru ummah betul betul terwujud. Namun persatuan umat Islam secara hakiki telah dikoyak oleh paham nasionalisme sejak awal abad 20 yakni pasca Perang Dunia I.
Mewujudkan kembali Persatuan Hakiki
Mewujudkan kembali kepemimpinan umat yang menerapkan syariat Islam secara kaffah adalah menjadi kewajiban kaum muslimin secara keseluruhan. Rasulullah SAW telah memberikan teladan bagaimana membangun masyarakat dan negara dari masyarakat jahiliyah hingga terbentuk masyarakat dan negara Islam yang mulia. Rasulullah melakukan aktifitas dakwah Islam kepada masyarakat.
Rasulullah mula-mula berdakwah kepada para sahabat dengan merubah pemikirannya yang semula berdasarkan pemikiran jahiliyah yang mengedepankan manfaat menjadi pemikiran yang berlandaskan Aqidah Islam yang mengedepankan ridho Allah SWT semata.
Mereka yang telah tercerahkan dengan pemikiran Islam terus berinteraksi dengan masyarakat melakukan aktivitas dakwah ditengah masyarakat. Dengan dakwah yang terus menerus dilakukan akan membangun kesadaran umum ditengah tengah masyarakat akan kewajiban kaum muslimin untuk taat dan menerapkan syariat Islam secara keseluruhan.
Allah SWT berfirman yang artinya “Hai orang-orang yang beriman masuklah kalian kepada Islam secara keseluruhan, dan janganlah mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu ,”(QS. Al Baqorah: 208)
Masyarakat yang secara umum telah memahami kewajiban dari Allah untuk menerapkan syariat Islam secara keseluruhan akan menuntut untuk diterapkannya syariat Islam secara keseluruhan. Dari sanalah persatuan hakiki kaum muslimin akan terwujud dengan tegaknya Khilafah Islamiyah ala min hajinubuwah. Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Posting Komentar