Maraknya Peredaran Obat Terlarang, Bukti Upaya Pemerintah Belum Efektif
Oleh : Aktif Suhartini, S.Pd.I., Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
Perlu disadari, banyaknya kasus kejahatan yang terjadi disebabkan karena tuntutan ekonomi yang berada di ambang krisis, mulai harga bahan pokok yang naik, tingginya angka kemiskinan, sulitnya pekerjaan, dan angka pengangguran yang tinggi yang mendorong aksi kejahatan semakin tinggi, salah satunya terjadi di Kota Depok.
Sebagaimana yang diberitakan News.detik.com, (16/5/2025), Polisi Kota Depok menangkap empat tersangka pemilik warung sembako yang menjual obat terlarang di dua wilayah Bojongsari dan Durenseribu pada periode April-Mei 2025. Sasarannya banyak sekali, anak-anak muda, ada juga yang masih sekolah dan juga para masyarakat yang lain yang rata-rata putus sekolah. Mereka terbiasa memakai dan membeli obat-obatan tersebut, karena himpitan ekonomi sehingga pekerjaan haram pun terpaksa dikerjakan untuk bertahan hidup.
Ternyata, obat terlarang inilah dikonsumsi oleh anak-anak remaja baik yang putus sekolah atau yang statusnya pelajar digunakan untuk melakukan aksi tawuran. Tujuannya agar mereka berani melakukan aksi kejahatan. Jadi konsumsi obat terlarang bisa menjadi pemicu ataupun trigger.
Polisi pun menyebut para tersangka mendapatkan obat daftar G tanpa izin dari Tanah Abang, Jakarta Pusat. Tersangka dalam menjalankan usahanya juga menggunakan sistem cash on delivery (COD). Sistem jual ke konsumen dengan cara pesan barang, barang nyampe baru dibayar. Keempat orang anak-anak tersangka dikenai Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan RI Pasal 435 dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp. 5 miliar (News.detik.com, 16/5/2025).
Kasus peredaran obat terlarang di Depok ini melibatkan remaja putus sekolah mengindikasikan permasalahan serius dalam sistem sosial. Penjualan obat terlarang bukan kali ini saja terjadi, malah makin marak. Dan ini menunjukkan masih belum efektifnya upaya yang dilakukan pemerintah Kota Depok dalam menanganinya. Pasalnya, dalam sistem kapitalisme, selama yang dijual dapat mendatangkan keuntungan, meski merusak masa depan generasi, maka akan tetap dijalankan, ditambah lemahnya sanksi yang dijatuhkan. Negara dalam sistem kapitalisme hanya bertindak sebagai regulator untuk sang pemilik modal.
Sementara dalam sistem Islam, tidak ada ruang untuk berbisnis komoditas haram, apalagi yang merusak generasi. Negara akan memberikan jaminan kesejahteraan bagi rakyatnya karena negara sebagai pegurus rakyat. Tentunya negara mempunyai berbagai mekanisme dalam segala aspek kehidupan yang sesuai dengan hukum syara’ untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat.[]
Posting Komentar