-->

Ramai Kasus Hubungan Sedarah, Bukti Rusaknya Sistem Sosial Sekuler

Oleh : Ghooziyah

Dalam beberapa tahun terakhir, berita mengenai hubungan sedarah atau incest semakin sering menghiasi pemberitaan. Pelaku bukan hanya orang dewasa dengan gangguan jiwa, tetapi juga remaja bahkan anak-anak. Hubungan terlarang ini terjadi antara ayah dan anak, kakak dan adik, bahkan ibu dan anak. Tak jarang, kasus ini berlangsung bertahun-tahun, terjadi di bawah satu atap, dan tak diketahui oleh lingkungan sekitar.

Munculnya fenomena seperti ini bukan sekadar kasus kriminal individual, tapi tanda bahaya kerusakan sosial yang sangat dalam. Ada yang salah dengan sistem nilai, lingkungan keluarga, pendidikan, dan pengawasan masyarakat. Kasus-kasus ini tidak muncul dalam ruang hampa—ia lahir dari masyarakat yang sistem sosialnya telah lumpuh, dan nilai-nilai moral telah disingkirkan dari akar kehidupan.

Sistem Sosial Sekuler: Akar Penyimpangan

Sistem sosial dalam masyarakat sekuler memisahkan agama dari kehidupan, termasuk dari urusan keluarga dan pergaulan. Seksualitas bukan lagi persoalan yang diatur oleh agama atau akhlak, tetapi dijadikan barang konsumsi, hiburan, bahkan ekspresi kebebasan pribadi. Dari sinilah kebobrokan dimulai.

Pornografi bebas beredar. Seks bebas dianggap normal. Nilai-nilai moral tradisional direndahkan sebagai kolot dan kuno. Dalam lingkungan seperti ini, manusia kehilangan batas antara yang halal dan haram. Bahkan ikatan keluarga yang mestinya menjadi pelindung justru berubah menjadi ladang kejahatan.

Sekulerisme menghilangkan kontrol spiritual dan sosial yang selama ini dijaga agama. Ketika masyarakat dididik untuk hidup bebas tanpa tanggung jawab akidah, maka nafsu menjadi kompas hidup. Dan saat nafsu dijadikan raja, tak ada lagi rasa malu, tak ada lagi takut kepada Tuhan, dan tak ada lagi pagar yang membatasi perilaku menyimpang.

Faktor Pemicu: Dari Pornografi hingga Lemahnya Institusi Keluarga

Beberapa pemicu utama maraknya incest dalam sistem sekuler antara lain:

1. Paparan Pornografi: Anak-anak dan remaja bisa dengan mudah mengakses konten seksual. Bahkan iklan, film, dan media sosial dipenuhi rangsangan seksual yang merusak fitrah mereka.

2. Minimnya Pendidikan Seksual Islami: Dalam sistem pendidikan sekuler, anak tidak diajarkan untuk memahami pergaulan dalam perspektif halal dan haram, tetapi dari sudut pandang kesehatan dan kebebasan tubuh.

3. Lemahnya Keluarga: Struktur keluarga rusak karena sistem ekonomi kapitalis. Banyak orang tua sibuk bekerja, tak mampu membina anak dengan benar, atau bahkan menjadi pelaku kekerasan.

4. Lingkungan Sosial Individualistis: Masyarakat yang acuh tak acuh tidak memiliki kepedulian sosial. Tidak ada konsep amar ma’ruf nahi munkar. Pelaku menyimpang merasa aman dan tak terpantau.

5. Hukum yang Lemah: Negara sekuler lebih fokus pada penindakan setelah kejahatan terjadi, bukan pada pencegahan dan pembentukan moral sejak dini.

Islam Menjaga Sistem Sosial dengan Tatanan Ilahiah

Berbeda dengan sistem sekuler, Islam membangun sistem sosial berdasarkan akidah yang sahih dan aturan Allah. Pergaulan dibatasi dengan hukum syariah yang jelas. Aurat dijaga. Pandangan dikendalikan. Ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan) diatur secara ketat. Ini bukan untuk membatasi kebebasan, tetapi untuk menjaga kehormatan dan keselamatan umat.

Islam juga mengharamkan semua bentuk zina, termasuk incest. Hukuman bagi pelaku zina berat dan jelas: cambuk atau rajam, tergantung status pelaku (muhshan atau tidak). Sanksi ini bukan sekadar hukuman fisik, tetapi efek jera yang menanamkan rasa takut kepada Allah dan rasa malu di hadapan masyarakat.

Keluarga dalam Islam bukan hanya institusi biologis, tetapi institusi pendidikan akhlak dan keimanan. Ayah ibu adalah pendidik pertama dan utama. Negara wajib menciptakan lingkungan sosial dan ekonomi yang memungkinkan keluarga berfungsi optimal. Bukan seperti kapitalisme yang memaksa ibu meninggalkan rumah demi upah, atau membiarkan anak terpapar kebebasan tanpa kendali.

Amar Ma’ruf dan Hisbah: Pilar Kontrol Sosial Islam

Islam juga menekankan pentingnya peran masyarakat dalam menjaga kemurnian lingkungan sosial. Konsep amar ma’ruf nahi munkar bukan hanya anjuran, tapi kewajiban. Setiap individu harus peduli pada perilaku sekitarnya. Ada mekanisme hisbah, yaitu pengawasan dan koreksi dari masyarakat terhadap pelanggaran syariah secara langsung dan terorganisir.

Jika seseorang mengetahui ada perilaku menyimpang, ia tidak boleh diam. Ia harus menasihati, melapor, bahkan jika perlu melibatkan negara. Negara Islam (Khilafah) memiliki institusi khusus untuk menangani pelanggaran sosial dan moral, bukan hanya berdasarkan laporan, tetapi juga proaktif menelusuri potensi kerusakan di masyarakat.

Inilah sistem preventif dan kuratif dalam Islam: mencegah kerusakan sejak dini, dan jika terjadi, menangani dengan tegas, cepat, dan menyeluruh. Hasilnya bukan hanya menurunkan angka kejahatan, tapi juga menjaga suasana kehidupan yang bersih, suci, dan beradab.

Kesimpulan: Saatnya Umat Sadar Sistem

Kasus-kasus hubungan sedarah yang marak bukan sekadar tragedi keluarga. Ia adalah bukti nyata dari kerusakan sistem sosial sekuler yang melandasi masyarakat hari ini. Ini bukan hanya soal moral pribadi, tapi soal sistem yang membentuk, membiarkan, dan gagal mencegah kerusakan itu.

Islam telah membawa sistem sosial yang mencegah kemaksiatan sejak akar, menjaga kehormatan manusia, dan membangun peradaban suci. Maka, solusi bukan sekadar edukasi atau penegakan hukum sekuler yang reaktif. Solusi hakiki adalah kembali kepada aturan Allah, menegakkan sistem sosial Islam dalam naungan Khilafah yang akan memelihara fitrah manusia dan mencegah kerusakan menyebar.

Umat harus sadar. Jika kita terus bertahan dalam sistem sekuler ini, maka kerusakan demi kerusakan akan terus terjadi dan makin membesar. Saatnya umat Islam mengangkat kepala, menyatukan barisan, dan memperjuangkan tegaknya sistem Islam sebagai satu-satunya jalan penyelamat umat dan generasi.

Wallahu a'lam