-->

Rahmat Islam Selamatkan Alam


Oleh : Urip Abidin, Aktivis Dakwah

Mencuatnya kampanye “Save Raja Ampat” disusul dengan tuntutan eksploitasi alam di kawasan itu dihentikan karenanya eksploitasi di kawasan tersebut dianggap mengancam keberlangsungan ekosistem laut dan hutan tropis. Tentu saja, eksploitasi tambang berdampak pada kerusakan lingkungan akibat menyerahkan pengelolaan tambang kepada para pemilik modal. Sementara konsep pembagian kepemilikan dalam Islam memastikan sumber daya alam (SDA) termasuk tambang tidak dikuasai oleh individu (swasta) baik domestik maupun asing. Sehingga eksploitasi tidak menyebabkan kerusakan.

Di Indonesia sendiri berdasarkan catatan dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) ada 380 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Nikel dengan total area eksplorasi sekitar 983.300,48 hektar. Sayangnya, luasnya area pertambangan tidak memberikan dampak kesejahteraan bagi rakyatnya. Yang terjadi justru sebaliknya, kerusakan alam yang mengakibatkan hilangnya mata pencaharian bagi penduduk sekitar. Hal itu semakin meningkatkan angka kemiskinan di negeri ini.

Kerusakan hutan tropis di Indonesia akibat industri pertambangan menempati urutan tertinggi dari 26 negara yang diteliti. Indonesia menyumbang angka 58,2 persen deforestasi (penggundulan hutan). Kondisi ini disebabkan karena pemberian izin dari negara untuk berbagai pembukaan tambang di tangan korporasi termasuk di area konservasi.

Sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan di negeri ini menjadi penyebab utama kerusakan alam akibat pengelolaan tambang. Sistem kapitalisme menganut kebebasan kepemilikan, sehingga tidak ada pembagian kepemilikan seperti dalam Islam. Dalam pandangan kapitalisme semua individu bebas memiliki apapun sebanyak apapun selama bisa memilikinya.

Sumber daya alam (SDA) termasuk tambang dalam pandangan kapitalisme merupakan komoditas yang boleh dimiliki oleh individu. Posisi negara hanyalah sebagai fasilitator dan regulator bagi para pemilik modal. Dengan begitu para pemilik modal baik itu dalam negeri maupun asing akan berusaha mendekati penguasa agar mengeluarkan berbagai aturan yang memudahkan mereka untuk melakukan eksploitasi.

Keserakahan para pemilik modal dalam mengelola tambang hanya memikirkan bagaimana mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa mempedulikan dampaknya terhadap sosial maupun ekologi. Sehingga daerah yang terdapat eksplorasi tambang sering ditemui ketimpangan ekonomi yang semakin tajam. Bahkan tak jarang terjadi konflik agraria, kriminalisasi masyarakat dan para aktivis lingkungan. Dampak yang paling besar dari kerakusan oligarki itu adalah timbulnya krisis iklim global dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Dalam Islam, kepemilikan tambang merupakan bagian dari harta milik umum (masyarakat). Jangankan individu atau swasta, negara pun tidak berhak untuk menguasai tanpa izin dari masyarakat.

Rasulullah SAW bersabda, "Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api" (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Hadits ini menunjukkan adanya beberapa objek yang menjadi hak bersama dan tidak boleh dikuasai oleh individu, yaitu air (sungai, danau, laut), padang rumput (hutan), dan api (sumber energi, tambang). 

Dalam Islam tambang harus dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada masyarakat baik secara langsung maupun berbentuk manfaat lainnya. Karena merupakan milik masyarakat maka dalam mengelola tambang negara tidak sedang dalam orientasi bisnis. Artinya tidak untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.

Negara sebagai penanggung jawab dalam mengeksploitasi sumber daya alam harus memperhatikan dampak yang ditimbulkan. Dalam eksploitasi sumber daya alam tidak diperbolehkan sampai menimbulkan kerusakan alam ataupun membahayakan masyarakat dan lingkungan.

Allah SWT dengan tegas melarang manusia untuk melakukan tindakan kerusakan, seperti merusak alam dan sebagainya, “Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi sesudah bumi itu Allah perbaiki. Berdoalah kalian kepada Dia dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sungguh rahmat Allah amat dekat dengan kaum yang berbuat baik” (TQS al-A’raf: 56).

Dengan demikian pemulihan lingkungan pasca penambangan (rehabilitasi lahan pasca tambang) menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas eksploitasi tambang tersebut. Sekalipun hal itu akan mengurangi keuntungan yang didapatkan dari penambangan. Karena tujuannya rehabilitasi lahan adalah mengembalikan fungsi ekologis dan nilai ekonomis lahan agar dapat dimanfaatkan kembali atau kembali ke kondisi alaminya.

Dalam pandangan Islam apabila negara melakukan aktivitas penambangan tetapi lalai atau tidak memikirkan rehabilitasi lahan pasca penambangan maka dianggap berbuat zalim dan bermaksiat di hadapan Allah SWT. Khalifahnya berdosa dan bisa dituntut atau diadukan ke Mahkamah Madzalim (hakim yang mengurusi kezaliman penguasa).

Dengan demikian maka eksplorasi tambang akan tetap memberikan manfaat bagi masyarakat tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan yang merugikan masyarakat itu sendiri. Tentu hal ini tidak mungkin terwujud jika negeri ini masih menjadikan sistem kapitalisme sebagai ideologinya. Sudah seharusnya negeri menjadikan Islam sebagai ideologi. Menjadikan syariat Islam sebagai aturan untuk mengelola negara dan sumber daya alam. Karena Islam adalah agama Rahmatan lil ‘alamin sudah pasti syariatnya akan melindungi alam dari kerusakan.[]