Program MBG, Bukti Kegagalan Negara Mengurusi Rakyat
Oleh : Kanti Rahayu (Aliansi Penulis Rindu Islam)
Dilaporkan oleh Liputan6. com 16 Mei 2025, sejak peluncurannya 6 Januari hingga 12 Mei 2025, telah terjadi beberapa kasus keracunan makanan dalam program makan siang gratis. 17 kasus yang signifikan di 10 provinsi, ucap Taruna Ikrar, Kepala Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), pada pertemuan dengan anggota DPR komisi IX di gedung Senayan 15/5/2025.
Dan yang terbaru terjadi di Kota Bogor, Jawa Barat, sebanyak 223 siswa diduga mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program makan bergizi gratis (MBG). Hal ini mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB). "Sehubungan dengan insiden ini, Pemkot Bogor telah mengumumkan status Kejadian Luar Biasa (KLB). Pada hari Jumat, kami menetapkan KLB agar siapa pun yang terdampak dan berpotensi keracunan dapat segera mendapatkan perawatan di rumah sakit," ungkap Wali Kota Bogor. Dilansir Tempo.com 15/5/2025.
Jika ditelusuri lebih dalam, proses industrialisasi—yang merupakan kepentingan ekonomi dan bisnis perusahaan yang menjadi inti MBG—merupakan penyebab utama dari berbagai masalah yang dihadapi oleh MBG, termasuk kasus keracunan makanan. Hal ini jelas disebabkan oleh fakta bahwa industrialisasi menjadi semangat dalam sistem pangan dan gizi kapitalisme; yang berlangsung dalam konteks peradaban sekuler dan di bawah sistem ekonomi kapitalis serta sistem politik demokratis, di mana nilai material menjadi satu-satunya yang dihargai.
Adanya semangat industrialisasi di bidang pangan dan gizi ini dianggap keberhasilan MBG yang mengedepankan aspek ekonomi, pada saat jumlah korban keracunan terus meningkat. Contohnya, penciptaan lapangan kerja, dukungan terhadap produksi pangan lokal, dan lain-lain. Keberadaan Badan Gizi Nasional (BGN) yang berperan sebagai mitra korporasi semakin menegaskan hal ini, di samping adanya jaminan asuransi sebagai alternatif solusi. Akhirnya, perusahaan yang fokus pada bisnis menguasai keseluruhan sistem pangan dan gizi dari awal hingga akhir.
Harus diakui bahwa masalah yang melanda Program MBG—terutama terkait keracunan makanan—bukanlah sekadar masalah teknis yang akan teratasi seiring dengan waktu, peningkatan anggaran, dan penguatan pengawasan keamanan pangan. Namun, ini merupakan masalah yang bersifat paradigma.
Makanan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang.
Bagi anak-anak yang sedang dalam proses tumbuh dan berkembang, asupan gizi yang memadai sangat penting untuk mendukung belajar dan perkembangan kognitif mereka. Sementara anak-anak di bawah usia lima tahun berada dalam fase kritis perkembangan. Kekurangan gizi pada fase ini dapat menyebabkan masalah pertumbuhan yang tidak bisa diperbaiki.
Bagi wanita hamil, asupan gizi yang baik akan melindungi ibu dan janin karena dapat mencegah masalah selama kehamilan, kelahiran prematur, serta masalah pertumbuhan pada bayi. Untuk ibu yang menyusui, gizi yang memadai sangat penting untuk memastikan produksi ASI yang berkualitas dan mendukung perkembangan bayi secara maksimal. Ini menunjukkan bahwa kurangnya pemenuhan kebutuhan gizi di masyarakat, terutama pada kelompok rentan (termasuk orang tua), dapat mengakibatkan penderitaan dan kesusahan, serta generasi yang hilang akibat masalah kesehatan dan penurunan kemampuan berpikir.
Oleh karena itu, masalah serius ini merupakan dampak dari kelalaian pemerintah, berkaitan dengan komitmen terhadap sistem kehidupan kapitalis sekuler yang menjadi akar permasalahan. Terlebih lagi, sistem politik demokrasi yang menjadikannya sebagai pelayan bagi perusahaan-perusahaan dan sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan pangan sebagai barang dagangan.
Program MBG sebenarnya tidak berfungsi sebagai langkah pencegahan. Masalah stunting dan kurangnya gizi terjadi karena kebutuhan dasar tidak terpenuhi. Keterpenuhan kebutuhan dasar terhambat oleh pendapatan masyarakat yang lebih rendah dibandingkan dengan pengeluaran mereka. Pendapatan yang minim, bahkan bisa tidak ada, menyebabkan beban ekonomi yang terlalu berat. Sementara itu, biaya untuk memenuhi kebutuhan dasar semakin meningkat. Jika situasi ini berlanjut, kemungkinan besar angka kemiskinan akan bertambah.
Kualitas generasi dari segi nutrisi dan gizi bukanlah persoalan pada program makanan bergizi gratis, melainkan akibat kemiskinan yang menghalangi terbentuknya generasi yang sehat dan kuat. Oleh sebab itu, isu mendasar yang perlu diselesaikan adalah kemiskinan serta kesenjangan ekonomi yang muncul akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler.
Hadirnya generasi yang berkualitas tentu merupakan syarat penting untuk menciptakan peradaban manusia yang unggul. Oleh karena itu, negara Khilafah akan memperhatikan setiap detail kebijakan demi menjamin hak dan kebutuhan masyarakat. Beberapa kebijakan yang diterapkan adalah:
Pertama, negara harus memastikan dan memenuhi enam kebutuhan pokok setiap individu, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Dalam hal sandang, pangan, dan papan, negara wajib memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengaksesnya, seperti harga tanah, rumah, dan bahan makanan yang terjangkau.
Sedangkan untuk aspek kesehatan, pendidikan, dan keamanan, negara menyediakan jaminan tersebut secara gratis tanpa biaya. Negara juga harus menyiapkan fasilitas dan sarana yang cukup agar layanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan dapat terlaksana dengan baik.
Dalam agama Islam, setiap orang berhak mendapatkan makanan yang bergizi, tidak hanya bagi mereka yang kurang mampu. Negara memiliki tanggung jawab penuh untuk memudahkan warganya dalam memperoleh akses ke makanan bergizi, termasuk dengan menawarkan harga yang wajar untuk bahan pangan dan memastikan distribusi yang adil di seluruh daerah agar tidak ada kelaparan di tempat tertentu.
Pada era Kekhalifahan Utsmaniyah, telah ada kebijakan penyediaan makanan bergizi secara gratis yang diwujudkan melalui pembangunan imaret (dapur umum) yang dibiayai dengan wakaf, yang telah ada sejak abad ke-14. Semua imaret yang dibangun diwajibkan untuk menyediakan makanan yang akan didistribusikan secara gratis kepada masyarakat yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk pengurus masjid, guru, siswa, sufi, traveler, dan warga lokal yang memerlukan bantuan.
Kedua, pengalokasian dana negara untuk kesejahteraan dan kepentingan masyarakat. Di dalam baitulmal, terdapat bagian-bagian yang sesuai dengan tipe kekayaan yang ada. Pertama, ada bagian fai dan kharaj yang mencakup ganimah, anfal, fai, khumus, kharaj, status tanah, jizyah, serta pajak (dharibah). Kedua, kepemilikan publik mencakup sumber daya seperti minyak, gas, listrik, serta bidang pertambangan, perairan, sungai, mata air, hutan, dan aset lain yang dilindungi oleh negara untuk tujuan tertentu, seperti fasilitas umum termasuk rumah sakit, sekolah, jembatan, dan lain-lain. Ketiga, sedekah (zakat) yang dibagi sesuai dengan jenis harta zakat, yaitu zakat uang dan barang dagangan; zakat dari hasil pertanian dan buah-buahan; serta zakat untuk ternak unta, sapi, dan kambing.
Ketiga, negara membuka lapangan kerja yang luas dengan mengelola sumber daya alam dan mengembangkan sektor industri produktif. Negara akan membangun pabrik alat berat yang memiliki potensi untuk mempekerjakan banyak orang. Selain itu, negara juga akan memberikan dukungan modal, insentif, dan pelatihan keterampilan bagi para pencari nafkah agar mereka dapat memenuhi kebutuhan keluarga mereka.
Keempat, pemerintah menyediakan berbagai peluang kerja melalui pengelolaan sumber daya alam dan pengembangan sektor yang produktif. Negara mengembangkan industri alat berat yang dapat menyerap banyak tenaga kerja. Negara juga akan memberikan dukungan modal, insentif, dan pelatihan keterampilan kepada pencari nafkah agar mereka bisa memenuhi kebutuhan keluarga mereka.
Dengan adanya kebijakan dan mekanisme ini, semua rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka dengan baik. Ketersediaan gizi bagi setiap anak dapat terjamin karena negara berkontribusi signifikan dalam menciptakan suasana dan situasi ekonomi yang adil.
Posting Komentar