-->

Persatuan Orang Kafir Hanya Fatamorgana

Oleh : Henise

Menguliti propaganda solidaritas Barat dan mengungkap fakta permusuhan abadi terhadap Islam dan kaum Muslimin.

Narasi Persatuan Kafir: Hanya Fatamorgana

Dalam berbagai pemberitaan, seringkali tergambar seolah-olah negara-negara Barat dan para pemimpin dunia non-Muslim bersatu padu dalam satu barisan untuk perdamaian, HAM, dan kemanusiaan. Mereka duduk bersama dalam KTT, menggelar pertemuan G7, G20, bahkan mengeluarkan pernyataan bersama saat terjadi konflik global. Namun, di balik kemasan diplomasi dan panggung politik internasional itu, tersembunyi realitas yang kontras: permusuhan ideologis dan politik yang sangat tajam.

Lihat saja perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok, persaingan pengaruh antara Rusia dan Barat, atau konflik di dalam Uni Eropa pasca-Brexit. Bahkan negara-negara yang tampak saling mendukung hari ini, bisa saling menjatuhkan besok hari demi kepentingan nasional atau ideologi mereka. Itulah kenyataan sistem global saat ini: kepura-puraan dan kepentingan sesaat.

Lebih dari itu, narasi persatuan mereka semakin terbongkar saat berhadapan dengan umat Islam. Ketika umat Muslim Palestina dibantai, negara-negara Barat bukannya menunjukkan solidaritas sejati, malah berlindung di balik dalih “hak membela diri” bagi penjajah Zionis. Begitu juga saat negara-negara Muslim ingin mandiri secara politik dan ideologis, mereka langsung dicap ekstremis, radikal, atau ancaman global. Solidaritas mereka bukan untuk kebenaran, tapi untuk melanggengkan dominasi.

Sejarah Membuktikan Permusuhan Kafir terhadap Islam

Al-Qur’an telah sejak awal membuka tabir permusuhan ini:
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu hingga kamu mengikuti agama mereka." (QS. Al-Baqarah: 120)
Ayat ini tidak hanya menjelaskan sikap pribadi, tetapi menggambarkan arah politik kaum kafir secara umum terhadap Islam. Mereka tidak akan pernah ridha Islam tegak secara kaffah, apalagi jika umat Islam memiliki institusi politik independen seperti Khilafah. Sejak zaman Rasulullah ﷺ hingga hari ini, fakta permusuhan itu terus berulang.

Pada masa Nabi ﷺ, berbagai kabilah kafir saling bermusuhan satu sama lain. Namun, saat Islam bangkit dan menjadi ancaman bagi sistem jahiliyah mereka, mereka bersatu untuk memerangi Nabi dan kaum Muslimin, seperti dalam Perang Khandaq (Ahzab). Kabilah Quraisy, Yahudi Bani Quraizhah, Ghathafan, dan lainnya yang tadinya bertikai justru bersatu karena satu alasan: memusuhi Islam.

Fenomena yang sama terjadi hari ini. Negara-negara kapitalis Barat, meski saling bersaing dalam urusan ekonomi dan militer, tetap bersepakat satu hal: Islam kaffah tidak boleh tegak. Inilah mengapa mereka kompak memerangi gerakan kebangkitan Islam, mempropagandakan Islamofobia, serta menanamkan kurikulum sekuler di negeri-negeri Muslim. Solidaritas mereka palsu, namun permusuhan terhadap Islam adalah nyata dan konsisten.

Islam dan Politik Global: Siapa Kawan, Siapa Lawan

Dalam pandangan Islam, relasi antarnegara ditentukan oleh ideologi dan posisi mereka terhadap dakwah Islam. Negara yang memerangi Islam, menghalangi dakwah, atau menjajah negeri Muslim, harus diperlakukan sebagai musuh. Adapun negara yang tidak memusuhi Islam, dan membuka diri terhadap dakwah, bisa dijalin hubungan damai.

Inilah prinsip tegas yang ditunjukkan Rasulullah ﷺ dan diterapkan dalam sejarah Khilafah. Islam tidak naif melihat dunia. Islam tidak tertipu dengan jargon “kemitraan strategis”, “persahabatan antar bangsa”, atau “koalisi internasional”, jika sejatinya mereka memusuhi umat Islam dan menghalangi tegaknya hukum Allah.

Sayangnya, sebagian penguasa negeri Muslim hari ini justru terjebak dalam diplomasi palsu. Mereka mengira dengan ikut forum-forum internasional dan menyesuaikan diri dengan standar Barat, umat Islam akan dihargai. Padahal, selama umat ini tidak menyerahkan totalitas pada ideologi mereka, maka tetap dianggap musuh. Bahkan yang sudah tunduk pun tetap tidak akan diberi kedaulatan sejati.

Ilusi Solidaritas Kemanusiaan dan Standar Ganda Barat

Satu hal yang paling menohok adalah standar ganda Barat dalam merespons tragedi kemanusiaan. Ketika Eropa diserang, dunia diminta berkabung. Tapi ketika anak-anak Gaza dibantai, dunia diminta diam. Saat perang Rusia-Ukraina pecah, miliaran dolar bantuan dikucurkan, simpati global digalang. Tapi saat rakyat Yaman, Suriah, Palestina, atau Rohingya menderita, mereka dituding sebagai bagian dari konflik internal dan ekstremisme.

Begitu pula dalam isu pengungsi. Pengungsi dari Ukraina disambut hangat di Eropa. Tapi pengungsi dari Suriah, Palestina, atau Afghanistan dicurigai dan diperlakukan diskriminatif. Semua ini menunjukkan bahwa standar mereka bukan pada nilai kemanusiaan, tapi kepentingan ideologis dan rasial.

Inilah wajah asli kapitalisme global. Kemanusiaan hanyalah alat propaganda. Solidaritas hanyalah bungkus palsu untuk melanggengkan penjajahan ideologi. Maka dari itu, sangat keliru jika umat Islam berharap belas kasih dan bantuan dari sistem global yang sejak awal membenci mereka.

Solusi Islam: Persatuan Hakiki di Bawah Khilafah

Satu-satunya bentuk persatuan sejati yang pernah terbukti menyatukan umat manusia lintas ras dan wilayah adalah Khilafah Islamiyah. Khilafah menyatukan kaum Muslimin dari Maroko hingga Indonesia, dari Afrika hingga Asia Tengah, di bawah satu kepemimpinan, satu hukum, dan satu misi dakwah.

Dalam sistem Khilafah, relasi antarumat manusia dibangun bukan atas dasar kepentingan ekonomi atau kekuasaan, tapi atas dasar dakwah dan keadilan. Umat Islam diperintahkan untuk berlaku adil bahkan terhadap non-Muslim yang tidak memusuhi mereka:
"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama..." (QS. Al-Mumtahanah: 8)

Namun terhadap mereka yang memusuhi Islam dan memerangi kaum Muslimin, Allah memerintahkan sikap tegas:
"Janganlah orang-orang mukmin menjadikan orang kafir sebagai wali (penolong/pemimpin) dengan meninggalkan orang-orang mukmin." (QS. Ali Imran: 28)

Persatuan umat Islam bukan fatamorgana. Ia pernah ada, dan insya Allah akan kembali. Tapi itu hanya akan terwujud jika umat ini kembali kepada Islam secara total, menolak sistem kufur, dan memperjuangkan tegaknya Khilafah.

Penutup

Persatuan orang-orang kafir hanyalah ilusi yang dibangun oleh propaganda global. Mereka bersatu bukan atas dasar kebenaran atau kemanusiaan, tetapi demi menjaga dominasi dan menekan kebangkitan Islam. Standar ganda, kebijakan imperialistik, dan permusuhan ideologis mereka terhadap umat Islam tidak akan pernah hilang, selama Islam belum tegak sebagai kekuatan politik global.

Saatnya umat ini melepaskan diri dari ketergantungan pada sistem dunia kafir. Sudah cukup umat ini ditipu oleh retorika palsu dan janji-janji damai yang semu. Islam punya sistem yang adil, pemersatu, dan mulia. Saat Khilafah tegak, dunia akan melihat makna sejati dari keadilan, persatuan, dan kemanusiaan.

Wallahu a'lam