-->

Pengakuan Terhadap Israel, Pengkhianatan atas Sejarah Perjuangan Palestina?


Oleh : Arifah Azkia N.H., S.E
(Aktivis Dakwah Surabaya)

Ketika dunia masih menyaksikan penderitaan rakyat Palestina yang tak kunjung usai, Presiden Prabowo Subianto malah membuat pernyataan kontroversial saat melakukan konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron di Istana Merdeka, Rabu (28/5).

"Saya tegaskan bahwa kita juga harus mengakui dan menjamin hak Israel untuk berdiri sebagai negara yang berdaulat dan negara yang harus juga diperhatikan dan dijamin keamanannya. Karena itu Indonesia sudah menyampaikan begitu negara Palestina diakui oleh Israel, Indonesia siap untuk mengakui Israel dan kita siap untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel," kata Prabowo usai pertemuan bilateral dengan Macron. (CnnIndonesia.com)

Pernyataan itu, jika benar direalisasikan, bukan hanya sekadar keputusan politik luar negeri, melainkan menjadi simbol pengkhianatan terhadap sejarah panjang perjuangan rakyat Gaza, bahkan mengkhianati perjuangan para penakluk dimasa khalifah Umar, pasukan sultan Salahuddin, korban Nakba, intifada dan martir taufan al-Aqsa. Perlu diingat pula bahwasannya gagasan pengakuan terhadap kemerdekaan Israel jika Palestina diberi kemerdekaan adalah jebakan narasi solusi dua negara buatan Inggris dan Amerika yang terus sengaja digaungkan seolah-olah menjadi solusi yang tepat.

Mengakui Kemerdekaan Israel Merupakan Normalisasi Kejahatan

Allah SWT dalam firman-Nya berulang kali memerintahkan agar umat Islam berlaku adil dan membela yang lemah. Salah satunya di dalam Surah An-Nisa yang berbunyi :

"Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah di antara laki-laki, wanita-wanita dan anak-anak yang berdoa: 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu!" (QS. An-Nisa: 75)

Rakyat Palestina adalah simbol nyata dari kelompok yang dizalimi, yang bahkan setiap hari hidup di bawah penjajahan, pengusiran, penganiayaan, dan blokade yang sangat tidak manusiawi. Di tanah suci mereka, Masjid Al-Aqsha tempat suci ketiga bagi umat Islam terus dinodai. Berupaya dihancurkan sehancur-hancurnya, bahkan kompromi dua negara senantiasa digaungkan untuk merebut tanah para Nabi ini. Sungguh, mengakui negara yang melakukan semua kezaliman itu bukanlah bentuk perdamaian, tetapi bentuk normalisasi penjajahan. Bahkan hingga kini, PBB mencatat ribuan pelanggaran HAM yang dilakukan Israel. Maka jika Indonesia yang notabene negara muslim terbesar mengakui kemerdekaan Israel hal ini sama saja dengan menegaskan bahwa kita menerima dan merestui kejahatan yang terus berlangsung hingga hari ini.

Palestina Adalah Tanah Merdeka, Israel Adalah Penjajah

Tanah Palestina adalah kepemilikan sah kaum muslim, di mana dahulu umat Islam memperoleh tanah ini melalui penyerahan kunci Baitul Maqdis oleh Uskup Agung Yerusalem, Sofronius kepada Khalifah Umar bin Khattab. Hingga pada 1948 ketika Perang Dunia I, Inggris ingin mendapat dukungan Yahudi internasional, terutama di Amerika Serikat, maka mereka mengeluarkan Deklarasi Balfour yang menyatakan dukungan atas "tanah air nasional bagi orang Yahudi di Palestina". Dan hal Ini dilakukan tanpa persetujuan rakyat Palestina, sungguh sebuah pengkhianatan besar terhadap penduduk asli.

Hingga akhirnya mereka mulai membunuhi penduduk asli Palestina, merampas tanah-tanah mereka, menjajah, serta menggenosida rakyat Palestina hingga hari ini. 

Palestina Butuh Khilafah, Bukan Kompromi

Jika kita menelaah kembali sejarah Islam, maka akan kita dapati bahwa pembebasan wilayah seperti Syam, Andalusia, dan Yerusalem dahulu tidak pernah dilakukan melalui diplomasi sekuler, tetapi melalui dakwah dan jihad di bawah komando daulah Khilafah. 

Sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab membebaskan Yerusalem tanpa pertumpahan darah dengan kewibawaanya sebagai seorang Khalifah. Dan juga Shalahuddin Al-Ayyubi membebaskan kembali Palestina dari tangan pasukan Salib melalui jihad yang visioner dan terorganisir.

Sejatinya solusi hakiki bagi Palestina bukanlah dua negara, bukan normalisasi, bukan pula kompromi diplomasi munafik. Umat Islam harus menyadari bahwa selama tidak ada sistem Islam dalam institusi daulah Khilafah, maka Al-Quds akan terus ditindas dan dipermainkan.

Khilafah bukanlah utopia. Ia adalah sistem yang pernah menguasai dunia selama berabad-abad dan menjamin kehormatan umat. Dalam sistem ini, tidak ada ruang untuk kompromi dengan penjajah. Al-Quds adalah tanah Islam, dan setiap jengkalnya wajib dibebaskan, bukan dinegosiasikan.

Maka, agenda utama kaum muslimin saat ini adalah mewujudkan kembali Khilafah yang akan memimpin pasukan jihad membebaskan Palestina. Demi kemuliaan Islam.

Wallahu a'lam bissowab