-->

Kekerasan Terhadap Anak, Akibat Rapuhnya Bangunan Keluarga, Masyarakat dan Sistem


Oleh : Dewi Ummu Azkia

"Permata Hati" kata indah yang disematkan pada anak, sesuatu hal yang pantas disandang seorang anak karena anak adalah karunia Allah yang lahir dari buah cinta dua insan laki-laki dan perempuan yang telah mengikat janji suci atas nama Allah yakni pernikahan. 
Kehadiran anak dalam rumah tangga adalah sebuah Rizqi sekaligus amanah. 

Namun, di era kapitalisme saat ini banyak sekali kejadian demi kejadian perlakuan terhadap anak, yang bahkan sudah tidak masuk akal bagi manusia yang berfikir waras. 
Alih-alih berharap anak anak menjadi permata hati, orang-orang terdekat anak, bahkan ke dua orang tua sang anak, menjadi pelaku perusak dan penghancur masa depan anak, bahkan menjadi monster penindas dan monster pembunuh anak. 

Seperti kasus yang baru-baru ini di Pekanbaru, ada bayi berumur 2 tahun yang tewas akibat penyiksaan oleh pengasuhnya (kompas.com). 
Hal senada juga terjadi di pasar Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, di mana satpol PP menemukan anak yang ditelantarkan ayahnya. Anak tersebut penuh luka diduga akibat penyiksaan orang tuanya. 

Data kekerasan terhadap anak periode bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2024 (dirujuk dari SIGA KEMEN PPPA), berdasarkan jenis kekerasannya, tercatat terjadi kasus kekerasan, seksual sebanyak 11.771 kasus dan kekerasan fisik sebanyak 4890 kasus. 
Sedangkan berdasar hubungan pelaku dengan korban, tercatat kekerasan yang dilakukan teman (pacar) sebanyak 4183 kasus dan kekerasan oleh orangtua sebanyak 2707 kasus. 

Melihat data diatas tentu sangat membuat prihatin, 
Kekerasan terhadap anak menduduki angka tertinggi ke 2 dilakukan oleh orang-orang terdekat anak di dalam keluarga, di mana kekerasan tersebut berupa kekerasan fisik dan kekerasan seksual.
Para pelaku biasanya bersikap kasar dan tak mampu mengendalikan emosi yang akhirnya meluapkannya kepada anak. 

Fenomena ini adalah dampak dari kerusakan moral akibat lemahnya iman dan minimnya ilmu berumahtangga yang benar, juga rapuhnya pemahaman akan hak dan kewajiban suami istri serta merosotnya fungsi dan peran sebagai orang tua.
 
Sistem kehidupan Sekularisme Kapitalistik punya andil besar dalam mencetak para orang tua yang tidak tahu bagaimana cara mendidik dan mengasuh anak.  
Sistem ini bahkan menghilangkan fitrah orangtua yang punya kewajiban melindungi anak-anak dan menjadikan rumah sebagai tempat yang paling aman untuk anak. 

Himpitan ekonomi di era Kapitalisme saat ini juga sering menjadi alasan orangtua menyiksa dan menelantarkan anak. Lingkungan dan tayangan media juga bisa menjadi pemicu terjadinya kekerasan pada anak, termasuk juga menjadi pemicu terjadinya kekerasan seksual.  

Sistem ini juga membuat hubungan sosial antar anggota masyarakat kering dan individualis, tidak peduli pada sesama, sehingga memudahkan terjadinya kekerasan terhadap anak. 

Di Indonesia, sebenarnya sudah ada regulasi atau Undang-Undang tentang Perlindungan Anak, termasuk juga perlindungan atas kekerasan seksual pada anak, juga tentang pembangunan keluarga. Namun kenyataannya, semua itu tidak mampu menuntaskan persoalan kekerasan pada anak. Sebab Undang-Undang tersebut dibangun dengan paradigma sekuler kapitalis, sehingga tidak menyentuh akar permasalahan terjadinya beragam kekerasan pada anak yang disebabkan oleh faktor yang kompleks dan saling berkaitan, serta tidak adanya langkah-langkah preventif atas kasus-kasus yang terjadi. Biasanya baru ramai dibahas, setelah kejadian dan viral di media sosial. 

Ketika pelaku ditangani hukumpun sanksi yang dikenakan tidak membuat jera bagi pelakunya dan masyarakat umum lainnya.
Dalam Islam, anak-anak adalah aset yang sangat berharga, yang diharapkan menjadi pemimpin di masa mendatang. Generasi gemilang di masa datang dimulai dari anak-anak yang tumbuh dan terdidik dengan keimanan yang kokoh, menguasai tsaqofah yang kuat serta mumpuni dalam sains dan teknologi. 

Untuk menggapai hal demikian Islam memiliki regulasi yang rapi, mendalam dan komprehensif. 
Sistem pendidikan Islam berbasis aqidah Islam akan mencetak generasi yang tangguh dan berkepribadian Islam yang kuat. Hal ini akan berdampak pada pemuda-pemudi yang siap nikah dari sisi usia, siap pula dari sisi spiritual, psikologis dan ilmu parenting yang memadai. 

Sistem Ekonomi Islam, sangat jelas dalam pemisahan antara kepemilikan umum, kepemilikan negara dan kepemilikan individu. Kepemilikan umum yang melimpah dari sumber daya alam akan dikelola negara dengan amanah untuk memenuhi kebutuhan pokok seluruh rakyat, sandang, pangan dan papan menjadi tanggung jawab negara dan penguasa akan memastikan kesejahteraan seluruh rakyatnya dan membuka lapangan kerja seluas-luasnya, serta memastikan seluruh laki laki dewasa yang sehat jiwa raga mampu memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga akan terjamin pemenuhan keluarga oleh kepala keluarga, sehingga seorang istri akan fokus menjadi ummu warobatul bait, juga siap menjadi ummu madrosatul ula. Seorang istri akan terhindar dari stres karena memikirkan kebutuhan rumah tangga dan mengurus anak, serta tidak perlu menjadi tulang punggung keluarga. 

Sistem media informasi dalam Islam tidak akan membiarkan tayangan tayangan yang menggugah syahwat dan merusak pemikiran. 
Sistem sanksi dalam Islam sangat tegas bagi pelaku kriminal kejahatan terhadap anak dan hukumannyapun mampu membuat jera, serta cepat penanganan nya. 

Syariah Islam yang begitu agung ini tidak bisa diterapkan parsial, harus diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan, dalam sistem politik yang diajarkan Rosulullah Saw. dan diteruskan para Khulafaur Rasyidin serta para Khalifah setelahnya, yakni sistem Khilafah.