-->

Penambangan Nikel kabupaten Raja Ampat

Oleh : Ummi Naura

Aktivitas penambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, memicu kritik dari masyarakat sipil. Selain menemari lingkungan, penambangan tersebut juga berpotensi melanggar ketentuan pidana, tak terkecuali tindak pidana korupsi.

Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah mengatakan, Kepulauan Raja Ampat masuk dalam kualifikasi pulau-pulau kecil yang dilindungi lewat Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada Pasal 35 huruf k mengamanatkan pelarangan penambangan mineral di pulau-pulau kecil yang menimbulkan kerusakan ekologis, mencemari lingkungan, atau merugikan masyarakat sekitar.

Sedangkan Pasal 73 ayat (1) huruf f mengatur soal sanksi pidananya. Ancaman pidana penjara mencapai 10 tahun.

"Jadi kalau kemudian ada izin pertambangan nikel yang keluar di Raja Ampat, kalau kita merujuk pada UU 27 Tahun 2007, jelas adalah tindak pidana." kata Herdiansyah kepada Media Indonesia, Sabtu, 7 Juni 2025.

Oleh karena itu, ia mempertanyakan izin penambangan nikel di Raja Ampat dikeluarkan pemerintah terhadap PT GAG Nikel. Herdiansyah berpendapat, jika izin tersebut keluar dengan adanya persekongkolan, bukan tidak mungkin hal itu mengarah pada tindak pidana korupsi.

Karena sesuatu yang dilarang, tapi akhirnya diberikan izin, artinya ada semacam tawar-menawar antara otoritas pemberi izin daa penerima izin. Jatuhnya bisa suap, bisa gratifikasi. 

Kerusakan Lingkungan Raja Ampat Akibat Tambang Nikel yang Mengerikan

Aktivitas penambangan nikel menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan Raja Ampat, mulai dari deforestasi hingga pencemaran laut yang menyebabkan Kerusakan lingkungan di Raja Ampat menjadi sorotan utama akibat aktivitas tambang nikel yang masif di beberapa pulau kecil. Penambangan ini menyebabkan berbagai dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan dan masyarakat setempat. Aktivitas pertambangan ini telah memicu kekhawatiran mendalam tentang keberlanjutan ekosistem Raja Ampat yang terkenal kaya akan keanekaragaman hayati.

Deforestasi menjadi salah satu dampak paling terlihat dari penambangan nikel di Raja Ampat. Hutan-hutan yang dulunya hijau kini berubah menjadi lahan gundul akibat pembukaan lahan untuk aktivitas pertambangan. Selain deforestasi, sedimentasi dan pencemaran laut juga menjadi masalah serius yang mengancam ekosistem perairan Raja Ampat. Limbah tambang yang mencemari laut merusak terumbu karang dan mengancam kehidupan biota laut.

Perlu kita ketahui semua ini terjadi karena karena dalam sistem demokrasi liberalisme yang akan membuka peluang sebesar-besarnya kepada sang pemilik modal  untuk menguasai SDA yang ada di Indonesia demi mendapat kan ke untungan yang besar.
Kita harus sadar dalam sistem kebebasan yang akan menguntungkan oligarki 
Sejatinya rakyatlah yang menjadi korban 
Kapitalisme juga lah yang memandulkan peranan negara dalam mengurusi rakyatnya bukan hanya lalai tetapi justru negara hanya berperan sebagai legelatur berpangku tangan terhadap peranan dan tanggung jawabnya terhadap rakyatnya

Berbeda dengan sistem periayahan dalam Islam negara lah sebagai pelindung dan bertanggung jawab penuh terhadap urusan rakyat. Islam juga sudah mengatur hak kepemilikan apa saja yang boleh di miliki oleh individu ,hak orang banyak, dan juga hak negara. Untuk kasus raja Ampat ini adalah kepemilikan umum ada hak orang banyak di situ dan tidak boleh di serahkan kepemilikan kepada individu atau kelompok, dan swasta. 

Selanjutnya, negaralah yang wajib menggalinya, memisahkannya dari benda-benda lain, meleburnya, menjualnya atas nama kaum muslim, dan menyimpan hasil penjualannya di baitulmal kaum muslim. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara barang tambang terbuka (terdapat di permukaan bumi) dan yang ada di dalam perut bumi. Khilafah akan membiayai berbagai kebutuhan masyarakat dengan pemasukan baitulmal dari hasil pengelolaan harta kepemilikan umum ini.

Demikianlah gambaran kebijakan Khilafah dalam rangka mengelola tambang sebagai bagian dari aset rakyat/milik umum. Konsep eksplorasi SDA berdasarkan dalil-dalil syarak mustahil terjadi di dalam sistem kapitalisme, melainkan Khilafah sebagai sistem pelaksana syariat Islam kafah.