PENAMBANGAN NIKEL DI RAJA AMPAT, PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM HARUS SESUAI SYARIAT
Oleh : A. Salsabila Sauma
Tagar #SaveRajaAmpat memenuhi laman sosial media hampir sepekan ini. Aktivitas penambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, memicu kritik dari masyarakat sipil dan aktivis lingkungan. Selain mencemari lingkungan dan menimbulkan kerusakan ekologis, penambangan tersebut juga berpotensi melanggar ketentuan pidana, tak terkecuali tindak pidana korupsi. (metrotvnews)
Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) menemukan banyaknya pelanggaran serius di Raja Ampat terkait aktivitas pertambangan nikel di wilayah tersebut. Terdapat empat perusahaan tambang nikel yang menjadi objek pengawasan, yaitu PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa.
Hanif Faisol Nurofiq, Menteri KLH, mengungkapkan PT Mulia Raymond Perkasa tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUO). Dijelaskan Hanif lebih lanjut, PT Kawei Sejahtera Mining terbukti membuka tambang di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH. Sementara PT Anugerah Surya Pratama melkukan kegiatan pertambangan tanpa manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbah larian. Untuk PT Gag Nikel, perusahaan ini beroperasi di Pulau Gag yang tergolong pulau kecil. Sehingga aktivitas pertambangan di dalamnya bertentangan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (tirto)
DAMPAK LINGKUNGAN DARI TAMBANG NIKEL
Di mata dunia, Raja Ampat bahkan sudah terkenal dengan keindahan lautnya. Sekitar 75% jenis terumbu karang yng ada di dunia terkumpul dan hidup di sini. Namun, berdasarkan pengamatan Greenpeace Indonesia, sejak tambang nikel beroperasi. Dampak kerusakan lingkungan yang paling terlihat adalah pembukaan lahan, deorestasi, dan limpasan lumpur ke wilayah pesisir.
Juru Kampanye Hutan, Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik menjelaskan, ketika pulau-pulau kecil di Raja Ampat di ekploitasi, maka kecil kemungkinan untuk bisa pulih. Hal ini disebabkan pulau yang ditambang akan mencemari lingkungan, mengurangi kesuburan tanah, dang mengkontaminasi tanah dengan logam berat sehingga menghambat pertumbuhan tanaman dan pohon-pohon. (BBC Indonesia)
Apabila kerusakan lingkungan terus terjadi. Semua makhluk hidup yang tinggal di atas dan di sekitar wilayah tersebut akan mengalami kerugian yang menyengsarakan. Hewan dan tumbuhan akan kehilangan tempat hidupnya. Manusia akan terganggu kesejahteraannya. Hal-hal seperti ini yang jarang, atau bahkan tidak pernah diperhatikan oleh para perusahaan pertambangan
AKIBAT KERAKUSAN OLIGARKI
Segala kerusakan lingkungsn yang terjadi di negeri ini tak bisa dilepaskan dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme. Oligarki adalah anak kandung kapitalisme. Para oligarki inilah yang memegang kuasa dan kendali atas ekonomi, bukan pemerintah. Sehingga mudah sekali bagi mereka untuk melobi dan menggunakan kampanye politik untuk mempertahankan kekuasan dan menghindari tanggung jawab dari kerusakan ekologis akibat pertambangan mereka. Dalam usahanya, oligarki hanya memikirkan keuntungan pribadi, sedangkan pemerintah akan menjadi bagian dari gratifikasi mereka. Maka, wajar saja apabila pertambangan yang dinilai melanggar tindak pidana ini tetap bisa lolos perizinannya.
Perpaduan antara sistem kapitalisme yang rakus dan kekuasaan oligarki menciptakan berbagai dampak buruk bagi lingkungan. Bisa dilihat dengan maraknya deforestasi (pengundulan hutan) untuk pertanian komersial atau tambang. Sudah banyak dilakukan pengunduluan hutan tropis di Kalimantan untuk dijadiakn kebun kelapa sawit dan pengundulan hutan untuk dijadikan tambang. Kemudian pencemaran udara dan air oleh industry karena tidak adanya pengelolaan yang benar untuk limbah industrial. Ada lagi perubahan iklum akibat pembakaran bahan bakar fosil, eksploitasi berlebih terhadap lahan, laut, dan keanekaragaman hayati.
Segelitntir elit ekonomi dan politik ini memanfaatka kekuasaan mereka untuk menguras sumber daya alam demi keuntungan pribadi. Tak jarang, mereka pun mengorbankan kesejahteraan petani dan rakyat kecil yang hidup di lingkungan tempat mereka membuka lahan komersial. Mereka merusak lingkungan lokal dan kerap melanggar hak-hak komunitas.
Naasnya, kerasukan oligarki tidak mendapt hambatan karena memiliki koneksi langsung ke kekuasaan politik. Hal tersebut mampu membuat mereka lolos dari segala bentuk pelanggaran hukum, baik pidana, maupun perdata. Lagi-lagi ini akibat diterapkannya sistem kapitalisme di negeri ini. Tidak ada kesejahteraan kecuali bagi mereka yang memiliki kekuasaan.
PENGELOLAAN SDA SESUAI SYARIAH ISLAM
Eksploitasi tambang nikel di Raja Ampat adalah cerminan dari kegagalan sistem hukum kapitalisme dalam menjaga, mengelola, dan merawat sumber daya alam. Segala kerusakan ekologi akibat penambangan oleh oligarki adalah akibat kesalahan konsep kepemilikan. Tambang adalah sumber daya milik umum, wajib dikuasai dan dikelola oleh negara untuk mengurusi hajat hidup rakyatnya. Sehingga haram dimiiki oleh swasta apalagi asing.
Rasulullah SAW. bersabda:
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara; air, padang rumput, dan api”.
(HR Abu Dawud dan Ahmad).
Dalam Islam, tambang akan dikelola sepenuhnya, tanpa merusak ekologi, oleh negara. Hasilnya untuk kesejahteraan rakyat secara adil. Manusia berfungsi sebagai penjaga bumi. Oleh karena itu Islam memandang alam sebagai amanah dari Allah SWT yang harus dijaga. Alam boleh dimanfaatkan, tetapi tidak boleh sampai merusak lingkungan. Islam akan memastian pengelolaan sumber daya alam harus sesuai dengan tuntutan syariah yang tidak menimbulkan kerusakan dan kerugian. Dan negara tidak boleh menjadi mitra bisnis korporasi tambang. Hasil tambang nikel atau sumber daya alam lan wajib dikelola Khilafah dan hasilnya disalurkan ke Baitul Mal.
Kini, sudah saatnya negeri ini melepaskan diri dari jeratan sistem Kapitalisme. Sistem yang terbukti rusak dan hanya membawa kerusakan bagi bumi dan diganti dengan sistem Islam kaffah.
Wallahu’alam bi showab
Posting Komentar