Palestina : “Sabuk Penghubung” Kebangkitan Umat dan Khilafah
Oleh : Fadhilah Nur Syamsi
Perang Palestina-Zionis pada 7 Oktober 2023 memicu gelombang demonstrasi di seluruh dunia, terutama di Timur Tengah, Afrika Utara, Eropa Barat, dan Amerika Serikat. Terjadi peningkatan 32.000 133 Ciambar I demonstrasi pada bulan Oktober 2024 di level tertingginya sejak Mei 2024, ketika mahasiswa mendirikan kamp demonstrasi pro-Palestina di seluruh AS. Lonjakan demonstrasi pada bulan Oktober bertepatan dengan peringatan setahun genosida atas Palestina. Survey tersebut menunjukkan bahwa isu Palestina mendominasi reaksi dan dukungan dunia.
Di sisi yang lain, dunia hari ini mengalami apa yang disebut sebagai “Permacrisis” yakni menggambarkan periode ketidakstabilan dan ketidakamanan yang berkepanjangan yang ditandai oleh serangkaian kejadian yang belum pernah terjadi sebelumnya tanpa adanya tanda-tanda perbaikan dan potensi kemerosotan lebih lanjut. Istilah ini pada dasarnya adalah istilah untuk keadaan krisis yang berkepanjangan di mana rasanya mustahil untuk keluar atau kembali ke keadaan normal. Setelah keluar dari Covid-19 hingga sekarang dunia belum pulih. Sehingga analis dunia mewacanakan tatanan dunia alternatif. Dari peristiwa ini, konsep tatanan dunia baru di bawah Khilafah menemukan relevansinya.
Palestina Untuk Kebangkitan Umat dengan Khilafah
Ambisi zionis untuk menghapus Palestina secara terbuka disampaikan oleh PM Israel Netanyahu dengan menunjukkan Peta ‘The New Middle East Tanpa Palestina kepada Majelis Umum PBB pada September 2023. Seorang kritikus menyampaikan “Hari ini, Netanyahu memperjelas dengan peta kecilnya apa yang sebenarnya dicari dari normalisasi (hubungan Israel dengan Arab): menyingkirkan Palestina dari wilayah tersebut dan melegitimasi Israel yang lebih besar, semuanya dengan restu dari rezim Arab.” Zionis tidak menyembunyikan agenda genosidanya atas warga Palestina.
Zionis terus melakukan perang propaganda untuk menarik perhatian dan simpati dunia terhadap tindakannya. Israel dan para pendukungnya di pemerintahan barat dan media terus-menerus memberi tahu kita bahwa Israel bertindak untuk membela diri di Gaza. Zionis meneriakkan antisemitisme dan menyalahgunakan konsep tersebut, tetapi serangan gencar Israel untuk membela diri telah membuat Israel kehilangan kredibilitas. Fakta menunjukkan kejahatan yang zionis lakukan mulai dari pemenggalan bayi, kejahatan seksual, mutilasi, dan pembantaian. Seiring berjalannya waktu, banyak orang akhirnya meyakini bahwa Israel salah. Banyak pihak yang seiring berjalannya waktu pula sepakat dengan pernyataan Sekjen PBB Antonio Guterres ketika ia berkata, “Penting juga untuk menyadari bahwa serangan Hamas tidak terjadi begitu saja” dan “Rakyat Palestina telah menjadi sasaran pendudukan yang menyesakkan selama 56 tahun”.
Netanyahu membingkai perang brutalnya dalam konteks Khilafah-phobia yang ada di kalangan pemimpin Barat dan kelompok politik mereka, dengan maksud memperoleh dukungan dan restu mereka atas perang brutalnya di Gaza dan serangannya terhadap Lebanon, Yaman, dan Suriah. Peringatan akan tegaknya Khilafah pun disampaikan oleh Tulsi Gabbard, Direktur Intelejen Nasional AS, mengklaim bahwa penganiayaan dan pembunuhan terhadap minoritas agama di Bangladesh serta “ancaman teroris islamis” di negara itu “berakar” pada ideologi dan tujuan yang sama, yaitu untuk memerintah atau mengatur dengan Khilafah Islam.”
Ketiadaan Khilafah awal mula malapetaka Palestina
Barat (Inggris dan Perancis) melalui perjanjian Sykes-Picot tahun 1916 berkomitmen akan membagi wilayah Khilafah Utsmaniyah untuk kedua negara penjajah tersebut. Berikutnya, tahun 1917 dikeluarkannya Deklarasi Balfour oleh Inggris yang menjanjikan berdirinya negara Yahudi di Palestina. Akhirnya migrasi besar-besaran bangsa Yahudi dari Eropa, pengusiran, pencaplokan, hingga penjajahan tanah Palestina oleh entitas Yahudi, terjadi tanpa henti. Fakta inilah yang harus terus disampaikan di tengah umat, agar mereka mengingat sejarah Palestina hidup damai ketika Khilafah ada dan keterpurukan melanda saat Khilafah tidak lagi menjadi perisai mereka.
Kaum muslim harus memahami bahwa tanpa Khilafah, Palestina akan tetap terjajah sebab pokok persoalan utama Palestina adalah berdirinya entitas Yahudi di tanah Palestina. Maka, satu-satunya solusi hakiki bagi Palestina adalah tegaknya Khilafah dan hadirnya seorang Khalifah yang akan mengusir dan memerangi zionis dengan jihad fii sabilillah. Meski zionis dan barat berupaya membuat propaganda negatif terhadap opini Khilafah.
Peristiwa 7 Oktober adalah momentum yang menjadi barometer baru perubahan politik dunia. Opini Khilafah makin kencang ditengah dinamika politik dunia saat ini. Tentu kita sebagai kaum muslim harus mengambil sikap politik atas peristiwa ini. Maka, sejatinya penjajahan Palestina adalah sabuk penghubung (conveyor belt) untuk menyatukan umat dalam memperjuangkan tegaknya Khilafah sebagai solusi realitis bagi pembebasan Palestina dan solusi problem dunia!
Menguatkan Opini Khilafah Di tengah Umat
Tegaknya Khilafah bagaikan mimpi buruk bagi negara-negara kafir penjajah. Ketakutan ini telah digambarkan oleh Barat sejak 2004. Saat Dewan Intelijen Nasional AS (National Intelligent Council/NIC) merilis laporan dalam bentuk dokumen berjudul Global Tren 2020 “Mapping The Global Future”. Dokumen tersebut berisikan prediksi masa depan dunia tahun 2020. Salah satu prediksi yang akan terjadi pada tahun 2020-an adalah kebangkitan kembali Khilafah Islam (A New Chaliphate), yakni pemerintahan global Islam yang akan mampu melawan dan menjadi tantangan nilai-nilai Barat.
Selanjutnya, mereka membuat strategi dengan menjadikan opini Khilafah sebagai common enemy dengan menciptakan Khilafah-pobia di tengah-tengah umat untuk mencegah mimpi buruk itu menjadi kenyataan. Umat Islam hari ini, sesungguhnya mereka telah menyaksikan kebrutalan Zionis, lambannya solusi Palestina, dan mulai menolak sekulerisme.
Untuk menguatkan opini Khilafah dibutuhkan partai politik ideologis yang berfungsi sebagai narrator kebangkitan umat dengan membangun opini Khilafah. Serta mengaitkan Peristiwa Palestina dengan solusi Islam (Jihad dan Khilafah) dengan isu lokal.
Saatnya partai politik ideologis dan pengembannya terus membangun narasi yang kuat tentang Khilafah. Insya Allah, fajar kemenangan akan segera terbit dan menjadi kabar gembira bagi orang-orang beriman.
Wa Allahu’alam Bi Shawab.
Posting Komentar