-->

Maraknya Tawuran, Bukti Gagalnya Sistem Pendidikan Sekuler


Oleh : Lihna Novia

Perilaku remaja saat ini semakin hari semakin memprihatinkan. Perilaku yang ditampakkan tidak mencerminkan seorang pelajar yang terdidik dan berkarakter. Kenakalan yang dilakukan tidak bisa lagi dianggap sebagai kenakalan remaja biasa. Pergaulan bebas, narkoba, dan tawuran yang mengarah pada tindakan kriminal menjadi pemandangan sehari-hari yang membuat para orang tua mengelus dada. Akhirnya, orang tua menyerah dan angkat tangan dalam menangani kenakalan anak-anak mereka.

Kapolresta Bogor Kota, Kombes Eko Prasetyo, dan jajaran berhasil mengungkap 11 kasus tawuran selama April hingga awal Juni tahun ini. Total orang yang diamankan sebanyak 32 orang, dengan rata-rata usia pelaku tawuran antara 15 sampai 20 tahun.

Berbagai jenis senjata tajam diamankan sebagai barang bukti. Di sekitar tempat kejadian ditemukan 31 bilah celurit ukuran besar, 19 bilah celurit ukuran sedang, 21 bilah celurit ukuran kecil, 3 pucuk pedang, 7 golok, 2 bilah samurai, 6 bilah klewang, dan 5 bilah pedang Tramontina.
(Sumber: [Detik News](https://news.detik.com/berita/d-7946692/polresta-bogor-ungkap-11-kasus-tawuran-selama-april-juni-32-pelaku-ditangkap))

Melihat berbagai kasus tawuran dan kenakalan remaja yang mengarah pada tindak kriminal di Kota Bogor, Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, menyampaikan bahwa pelajar nakal akan dikirim ke barak militer di Markas Batalion Infanteri 315 Garuda, Gunung Batu, Kota Bogor. Pelajar tersebut akan dibina karakternya melalui kedisiplinan oleh pelatih dari TNI.
Kebijakan ini diambil sebagai kelanjutan dari kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Namun, benarkah kebijakan ini merupakan solusi yang tepat untuk menghentikan kasus tawuran di Kota Bogor secara tuntas?

Akar Persoalan, Diterapkannya Sistem Pendidikan Sekuler

Yang harus dipahami, seluruh problematika yang menimpa remaja saat ini sejatinya adalah bukti kegagalan sistem pendidikan yang diterapkan. Sistem hidup sekuler yang memisahkan peran agama dari kehidupan—termasuk dari sistem pendidikan, sosial, dan keluarga—menjadi akar persoalan yang sesungguhnya.

Ini merupakan potret buram betapa negara abai dalam menciptakan sistem kehidupan yang mampu membentengi generasi dari penyimpangan perilaku dan kerusakan kepribadian sejak dini.
Sistem pendidikan nasional yang tidak berasaskan akidah Islam terbukti tidak mampu mencetak anak didik yang saleh, berkepribadian, dan memiliki iman serta takwa yang tinggi kepada Allah. Padahal, iman dan takwa kepada Allah adalah filter dan benteng utama seseorang dari kemaksiatan.

Jadi, kebijakan Pemkot Bogor dengan mengirimkan anak-anak nakal ke barak militer adalah kebijakan tambal sulam yang tidak menyentuh akar persoalan. Pendidikan pembinaan yang singkat (hanya dilakukan selama tiga minggu) tidak mungkin mengubah kepribadian seseorang. Apalagi jika pembinaan fisik tersebut tidak dibarengi dengan pembinaan secara pemikiran dan mental spiritual, yang menjadikan Allah satu-satunya Zat yang harus ditakuti.

Jika di barak militer hanya dilakukan pembinaan fisik tanpa pembinaan pemikiran untuk meningkatkan iman dan takwa (IMTAQ), dikhawatirkan pengiriman "anak-anak nakal" ke barak militer justru membentuk mereka menjadi "jagoan-jagoan" baru yang semakin meresahkan masyarakat. Alih-alih mewujudkan generasi emas, output sistem pendidikan saat ini malah melahirkan generasi cemas.

Penyelesaian berbagai kasus kenakalan remaja, termasuk tawuran, harus melalui solusi yang komprehensif dan menyentuh akar persoalan. Solusi yang mampu mengubah kepribadian anak-anak kita menjadi pribadi yang saleh dan memiliki kepribadian Islam yang takut kepada Allah.

Oleh karena itu, untuk mengubah kepribadian seseorang, dibutuhkan integrasi dan sinergi antara sistem pendidikan, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, bahkan sistem kenegaraan yang kondusif.

Penerapan Islam Kaffah Membentuk Generasi yang Bersyaksiyyah Islam

Penerapan syariat Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan merupakan suatu keharusan dalam membentuk generasi yang memiliki syaksiyyah (kepribadian) Islam. Akidah Islam sebagai asas dan pondasi sistem pendidikan mampu melahirkan generasi gemilang yang berkualitas, sebagai agen perubahan peradaban.

Hal ini telah terbukti selama berabad-abad ketika sistem pendidikan Islam diterapkan oleh institusi negara Khilafah. Sebutlah Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqas, Mush'ab bin Umair, dan lainnya. Mereka adalah barisan pemuda pada zaman Nabi yang terkenal dengan ketakwaannya. Mereka senantiasa membersamai Rasulullah saw. dalam berdakwah dan berjuang menyebarkan risalah Islam.

Belum lagi kita mengenal sosok Thariq bin Ziyad, Shalahuddin Al-Ayyubi, Imam Syafi'i, dan Muhammad Al-Fatih. Mereka adalah para pemuda Islam yang tangguh, selalu terdepan dalam dakwah dan jihad. Sosok-sosok pemuda seperti mereka hanya lahir dari sistem pendidikan Islam, bukan dari sistem pendidikan sekuler.

Gambaran Sistem Pendidikan Islam

Secara umum, sistem pendidikan Islam memiliki dua tujuan pokok.

Pertama, membangun kepribadian Islami, yakni membentuk pola pikir (`aqliyah`) dan jiwa (`nafsiyah`) bagi anak-anak umat. Ini karena akidah Islam adalah asas kehidupan bagi setiap Muslim, sehingga harus dijadikan asas berpikir dan bersikap.

Terdapat banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang menggugah pemikiran sebagai buah dari keimanan kepada Allah Taala.
Misalnya, QS Ali Imran ayat 191: *"Dan mereka berpikir tentang penciptaan langit dan bumi."*
Lalu hadis Rasulullah saw.: *"Berpikir sesaat lebih baik daripada beribadah setahun."*
Juga banyak ayat dan hadis lain yang mengingatkan agar seorang Muslim selalu kembali kepada landasan akidah Islam, seperti QS At-Taubah ayat 24.

Artinya, strategi pendidikan harus dirancang untuk mewujudkan identitas keislaman yang kuat, baik dalam aspek pola pikir maupun pola sikap. Metodenya adalah dengan penanaman tsaqafah Islam, berupa akidah, pemikiran, dan perilaku Islam ke dalam akal dan jiwa anak didik. Dengan demikian, kurikulum pendidikan negara (Khilafah) harus disusun dan dilaksanakan untuk merealisasikan tujuan tersebut.

Kedua, mempersiapkan anak-anak kaum Muslim agar di antara mereka menjadi para ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik dalam ilmu-ilmu keislaman (ijtihad, fikih, peradilan), maupun dalam berbagai bidang sains (teknik, kimia, fisika, atau kedokteran).
Di pundak para ilmuwan dan pakar inilah kelak akan ada kesanggupan membawa negara dan umat Islam menempati posisi puncak di antara bangsa-bangsa lain di dunia.

Kesimpulan

Jelaslah bahwa hanya dengan penerapan sistem pendidikan Islam dalam bingkai Khilafah, satu-satunya solusi yang mampu menyelesaikan problematika pelajar saat ini, sekaligus menyelamatkan generasi dari rusaknya penerapan sistem pendidikan sekuler yang bobrok dan merusak.