Krisis Tambang Nikel Raja Ampat, Potret Buram Kapitalisme SDA
Oleh : Efriyani, M.Pd (Aktivis Muslimah Lubuklinggau)
Penambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, memicu kritik dari masyarakat sipil. Selain mencemari lingkungan, penambangan tersebut juga berpotensi melanggar ketentuan pidana, tak terkecuali tindak pidana korupsi.
Oleh karena itu izin penambangan nikel di Raja Ampat yang dikeluarkan pemerintah terhadap PT GAG Nikel patut dipertanyakan. Jika izin tersebut keluar dengan adanya persekongkolan, bukan tidak mungkin hal itu mengarah pada tindak pidana korupsi.
(metrotv.com/07 Juni 2025)
Kementerian Lingkungan Hidup menemukan banyaknya pelanggaran serius di Raja Ampat terkait aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat. Di wilayah yang terkenal akan keindahan pariwisatanya itu, terdapat empat perusahaan tambang nikel yang menjadi objek pengawasan KLH.
Keempat perusahaan itu yakni PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa.Tirto, Jumat (6/6/2025).
Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan mengancam ekosistem Raja Ampat, yang notabene merupakan salah satu kawasan laut terkaya di dunia. Pemerintah pusat merespons, tetapi belum ada jaminan perubahan sistemik yang mencegah kejadian serupa di masa depan.
Kasus ini menjadi simbol bagaimana sistem saat ini gagal melindungi alam dan manusia, dan menunjukkan konflik abadi antara keuntungan ekonomi dan keberlanjutan ekologi.
Sistem Kapitalisme Dan Kegagalannya
Dalam sistem kapitalisme, orientasi utamanya adalah profit. Hal ini tercermin dari beberapa hal seperti Sumber daya alam (SDA) seperti tambang nikel dapat dimiliki dan dikelola oleh korporasi domestik maupun asing, selama memiliki izin resmi dari pemerintah.Pemerintah bertindak sebagai regulator, bukan pelindung SDA milik rakyat. Perizinan bisa dipengaruhi oleh kepentingan elite politik dan oligarki, merekalah penguasa dan pengendali ekonomi, bukan pemerintah. Dalam hal eksplorasi tambang para oligarki bisa menggunakan lobi, kampanye politik dan media untuk mempertahankan status quo dan menghindari tanggung jawab ekologis.
Mekanisme hukum kadang mandul atau lambat ketika pelanggaran sudah terjadi. Maka wajar jika tambang nikel di Raja Ampat bisa beroperasi walau berdampak buruk terhadap lingkungan. Misalnya dengan penggundulan hutan untuk pertanian komersial atau tambang, pencemaran udara dan air oleh industri, perubahan iklim akibat pembakaran bahan bakar fosil, eksploitasi berlebihan terhadap lahan,laut dan keanekaragaman hayati. Belum lagi dampak sosial akibat sistem kapitalisme ini yaitu adanya ketimpangan ekonomi, terjadinya konflik agraria, kriminalitas terhadap pembela lingkungan bahkan menimbulkan krisis iklim global dan merusak budaya masyarakat lokal dan melanggar hak-hak komunitas.
Allah SWT telah tegas melarang manusia untuk melakukan tindakan fasad/kemaksiatan, di antaranya adalah menghancurkan lingkungan, seperti firmanNya :
وَلَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَٰحِهَا وَٱدۡعُوهُ خَوۡفًا وَطَمَعًاۚ إِنَّ رَحۡمَتَ ٱللَّهِ قَرِيْبٌ مِّنَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi sesudah bumi itu Allah perbaiki. Berdoalah kalian kepada Dia dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sungguh rahmat Allah amat dekat dengan kaum yang berbuat baik (TQS al-A’raf [7]: 56).
Ironisnya lagi proyek tambang ini diklaim sebagai bagian dari "transisi hijau". Padahal metode penambangannya jelas merusak hutan, mencemari laut dan mengganggu kehidupan masyarakat lokal. Inilah watak dari sistem Kapitalisme yang menyulap kerusakan menjadi keuntungan; membungkus eksploitasi dengan jargon pembangunan berkelanjutan. Hal ini sebenarnya telah Allah ingatkan dalam firman-Nya:
ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena ulah tangan manusia. (Dengan itu) Allah bermaksud menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (TQS ar-Rum [30]: 41).
Jelas, berdasarkan ayat ini, berbagai bencana kerusakan di daratan dan di lautan seperti kekeringan, minimnya hujan, pencemaran sungai, banyaknya penyakit dan wabah, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan disebabkan oleh ulah (kemaksiatan) manusia. Dalam sistem Kapitalisme, pelaku utama kerusakan alam adalah oligarki kapitalis.
Berbagai bentuk bencana tersebut adalah “hukuman” sebagai konsekuensi dari sebagian kemaksiatan manusia di dunia. Tujuannya adalah agar mereka bertobat kepada Allah SWT dan kembali pada syariah-Nya. Di antaranya dengan mengembalikan pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan tuntunan syariah Islam sehingga tidak sampai merusak alam.
Islam Solusi Tuntas Pengelolaan SDA
Dalam sistem Islam yang diterapkan secara kaffah oleh Khilafah, pengelolaan sumber daya alam diatur berdasarkan hukum syariah. Islam memandang bahwa:
"Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud)
Ini menjadi dasar hukum bahwa tambang, energi, dan SDA strategis adalah milik umum (milkiyah ‘ammah).
Islam menetapkan SDA tidak boleh dimiliki oleh individu atau korporasi.
Negara bertindak bukan sebagai regulator, tapi sebagai pengelola amanah rakyat.Hasil pengelolaan tambang dikembalikan sepenuhnya untuk pemenuhan kebutuhan rakyat, seperti pendidikan gratis, kesehatan berkualitas, dan infrastruktur publik.
Tanggung jawab negara untuk menjaga kelestarian alam sebagai amanah dari Allah, bukan komoditas dagang.
Perbandingan : Islam vs Kapitalisme
Adapun dalam Aspek Kapitalisme Kepemilikan SDA : Bisa dimiliki individu/ korporasi,sedangkan Peran negara hanya sebagai Regulator (Penerbit izin dan pajak) dan Tujuan Pengelolaannya hanya semata Profit, pertumbuhan ekonomi,jika di lihat Posisi Rakyat maka rakyat hanya sebagai Objek pembangunan ,kadang di korbankan bahkan untuk Perlindungan Alam pun Lemah,tunduk pada industri
Sedangkan dalam Aspek Khilafah Islamiah Kepemilikan SDA adalah Milik umum (Milkiyah'ammah) dan negara berperan sebagai Pengelola amanah SDA untuk rakyat yang bertujuan untuk Kemaslahatan umat dan kelestarian alam sedangkan Posisi Rakyat adalah sebagai Pemilik hak hasil SDA,Dilayani
Serta Perlindungan Alam karena Kuat,bagian tanggung jawab syar'i
Sistem Kepemilikan: Kunci Perbedaan Dasar
Dalam sistem Kapitalisme mencakup Kepemilikan pribadi mencakup tanah, tambang, bahkan sumber daya vital.
Negara bisa menjual atau memberi izin eksploitasi SDA kepada korporasi.Kepemilikan umum hampir tak ada kecuali beberapa layanan publik dasar.
Sedangkan dalam sistem Islam : Kepemilikan dibagi menjadi tiga kepemilikan Individu barang pribadi (pakaian, rumah, kendaraan), kepemilikan Umum:SDA strategis (tambang, air, energi),kepemilikan Negara: aset milik daulah, bukan komersial.
Privatisasi SDA adalah haram.SDA wajib dikelola oleh negara dan hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat
Mengapa Harus Kembali Ke Islam?
Kerusakan alam seperti yang terjadi di Raja Ampat adalah buah pahit dari sistem kapitalisme, yang menjadikan alam dan manusia sebagai objek eksploitasi. Perubahan nyata tidak akan datang dari pergantian pejabat, melainkan dari perubahan sistemik menuju syariah Islam kaffahdalam bingkai Khilafah.
Khilafah bukan utopia, tapi sistem yang telah terbukti selama lebih dari 13 abad Menjaga alam, Melindungi harta milik umat, Menjamin kesejahteraan seluruh rakyat, Muslim maupun non-Muslim.
Saatnya umat Islam kembali kepada aturan Allah yang adil, menjaga bumi dengan amanah, dan membangun peradaban yang berpihak pada rakyat dan alam, bukan kapitalis.
Posting Komentar