-->

Malam Takbiran, Malam Kemaksiatan


Oleh : Nur Fauzi H, Pendakwah Muda

Kenapa? Ada yang salah? Iya, Anda tidak salah membacanya. Kita tahu bersama tiap tahun setidaknya minimal dua kali umat Islam mendapati malam takbiran. Malam yang seharusnya penuh keberkahan, malah jadi ajang kemaksiatan.

Anak tahun 90-an pasti masih merasakan bagaimana perkembangan dari malam takbiran. Beberapa yang tidak berubah adalah jalan kaki berkeliling kampung dengan membawa penerangan berupa obor, sambil menggemakan takbir dalam rangka syiar dan dakwah. Memang begitu seharusnya, menunjukkan persatuan dan semangat dari umat Islam dalam menyambut hari raya dengan memperbanyak takbir. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar. La ilaha illallah wallahu akbar. Allahu akbar wa lillahil hamd. Sangat membekas di ingatan kita semua, dengan sejuta kenangan di dalamnya.

Tahun demi tahun, takbiran mengalami perkembangan. Inovasi semakin banyak dilakukan. Tadinya hanya menggunakan obor sederhana, sekarang menggunakan lampion berbagai bentuk dan warna. Tadinya hanya bertakbir dengan lisan saja, sekarang ditambah pengeras suara dan alunan musik yang penuh nada. Apakah sudah cukup? Belum...

Tidak berhenti sampai di sana, inovasinya semakin menggila, bahkan dipandang umum di berbagai wilayah Indonesia. Para wanita diikutsertakan dalam barisan, bahkan seringkali campur laki-laki perempuan, dengan dalih formasi dan keindahan. Belum lagi para wanita dihias pernak-pernik dari ujung rambut sampai ujung kaki. Bukan bertakbir lagi, malah sering didominasi dengan menari dan menyanyi. Ditambah munculnya patung-patung super besar dan bercahaya, semakin menambah gemerlap barisannya. Asap dan ledakan dari petasan pun tidak boleh ketinggalan. Apakah itu saja? Belum...

Bisa kita saksikan bersama di banyak media berita. Keberkahan takbiran, berubah menjadi sumber kemaksiatan. Ajang minuman keras, tawuran semakin beringas, muda mudi tidak malu berduaan secara bebas, tabarruj para wanita semakin membuat cemas, dan perbuatan lainnya yang melampaui batas. 

Mirisnya... Agenda takbiran semacam ini diusung oleh banyak panitia, bahkan dijadikan sebuah lomba. Alhasil umat lebih sibuk menata strategi untuk merebut tropi, daripada membenahi diri untuk menyambut hari raya yang suci.

Wajar saja ini terjadi. Umat tidak pernah diedukasi. Mereka jadi gagal memahami esensi dari takbiran yang mulia ini. Belum lagi para dai yang terkesan tidak peduli. Membiarkan umat tersesat dan terperangkap, membatasi materi keislaman dengan alasan "umat belum siap". 

Ditambah peran pemimpin negeri, yang membiarkan ini semua terjadi. Wajar saja... Hampir keseluruhannya, dari masyarakat hingga negara, semuanya terjangkit virus "takut mati cinta dunia". Maka aturan dari Allah hanya sekadar formalitas saja, diambil perkara akhlak dan ibadahnya saja. Lainnya? Dibuang entah ke mana. Itulah pemikiran sekuler yang sangat berbahaya, memisahkan kehidupan dan agama.

Maka sudah sepantasnya kita sadar, untuk segera kembali ke jalan yang benar. Menyerukan kebaikan, serta mencegah kemungkaran. Berdakwah kepada keluarga, masyarakat kepada umumnya, juga kepada pemimpin negeri islam di seluruh dunia. Sampai akhirnya, islam dapat diterapkan secara sempurna.[]