-->

Jebakan Solusi Dua Negara, Bentuk Pengkhianatan


Oleh : Asha Tridayana

Kekejaman Israel terhadap Palestina sudah melebihi batas. Begitu banyak tentara dan rakyat Palestina yang telah menjadi korban. Mereka berjuang habis-habisan dalam membela tanah Palestina agar tidak sampai jatuh ke tangan Zionis Israel. Dunia internasional pun memberikan solusi dua negara agar perdamaian segera terwujud. Namun, solusi tersebut hanya akan menguntungkan Israel sementara kaum muslim Palestina justru akan semakin terusir.

Sejatinya rakyat Palestina membutuhkan dukungan atas perjuangannya selama ini dalam menjaga tanah kaum muslim di Palestina. Namun, sungguh mengejutkan pernyataan dari Presiden Prabowo yang terang-terangan siap menjalin hubungan diplomatik dengan Zionis Israel setelah Palestina mendapatkan kemerdekaannya. Hal ini disampaikan saat konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron di Istana Merdeka, Rabu (28/5). Tentu menjadi sorotan baik di dalam negeri maupun luar negeri. Karena sejak Indonesia berdiri telah dikenal sebagai negara yang menolak tegas hubungan diplomatik dengan Israel. Sekalipun Indonesia kerap mendukung two states solution sebagai upaya penyelesaian konflik Israel-Palestina

Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah menilai kemerdekaan Palestina sulit terwujud berdasarkan Konvensi Montevideo tahun 1933, melihat kondisi penduduknya yang tidak tetap, batas wilayah tidak jelas dan kemampuan pemerintahan yang tidak efektif. Apalagi Israel sudah dikenal sebagai negara yang kerap ingkar janji dalam setiap kesepakatan. Disamping itu, keputusan Prabowo cenderung akan mempersulit pemerintahannya sendiri karena terdapat potensi penolakan dari masyarakat luas di Indonesia (www.cnnindonesia.com 30/05/25).

Selain memberikan pengakuannya terhadap Israel, pada kesempatan yang sama saat konferensi pers bersama Macron di Istana Merdeka, Presiden Prabowo juga mendukung upaya Prancis dan Arab Saudi dalam menyelenggarakan KTT pada Juni di New York, Amerika Serikat. Dalam rangka mendorong solusi dua negara dan mewujudkan perdamaian di Timur Tengah. Hal ini didukung oleh pernyataan Guru besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, bahwa pengakuan atas Israel dan kemerdekaan Palestina sejalan dengan two states solution. Selaras dengan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas yang turut menambahkan sebelum Indonesia membuka hubungan diplomatik, Israel mesti mendapatkan hukuman sesuai hukum Internasional lebih dulu atas kejahatan kemanusiaan yang selama ini dilakukan terhadap Palestina (www.tempo.co 30/05/25).

Sementara KH Yahya Cholil Staquf selaku Ketua Umum PBNU menanggapi ucapan Presiden Prabowo sebagai bentuk konsistensi politik luar negeri Indonesia yang mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa di dunia melalui solusi dua negara. Menurutnya, hal inilah yang dapat menyelamatkan nyawa rakyat Palestina. Kemudian masyarakat Internasional harus berkonsolidasi dalam menjalankan konsensus atau kesepakatan terkait masalah Israel-Palestina (www.detik.com 31/05/25).

Sungguh disayangkan, Indonesia yang selama ini menolak Israel sebagai entitas negara kini melalui Presiden Prabowo justru menyatakan kesiapannya menjalin hubungan diplomatik yang berarti mengakui kemerdekaannya. Sekalipun dengan syarat Palestina mendapatkan kebebasan. Pernyataan tersebut juga sejalan dengan solusi dua negara buatan Amerika dan Inggris yang merupakan jebakan bagi kaum muslim. Seolah memberikan jalan keluar padahal sama saja mengusir rakyat Palestina dan membuka pintu untuk Israel karena tidak ada jaminan Israel akan berhenti menyerang Palestina.

Tidak hanya itu, penyataan Presiden Prabowo juga menjadi bentuk pengkhianatan terhadap perjuangan rakyat Palestina selama ini menjaga tanah kaum muslim. Bahkan mengkhianati perjuangan para penakluk di masa sebelumnya seperti Khalifah Umar, pasukan Sultan Salahuddin. Belum lagi para korban Nakba, intifada dan martir Taufan al Aqsa. Seolah peduli dan memikirkan nasib rakyat Palestina tetapi sejatinya hanya mencari keuntungan dibalik dukungannya terhadap rencana Barat dan sekutunya. Karena begitu mudahnya memberikan pengakuan kepada musuh yang jelas-jelas sangat keji menyerang kaum muslim.

Mereka pun berdalih sebagai upaya untuk menekan Israel agar mau mendengar suara negara lain. Ibarat anak kecil yang dijanjikan sesuatu dengan iming-iming. Tentu hanyalah harapan palsu. Suara PBB saja selama ini hanya isapan jari, tidak pernah sekalipun dihiraukan oleh Israel. Justru pernyataan tersebut menggiring pada citra pemerintahan yang buruk. Karena Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar malah membuka celah normalisasi dengan pihak pembantai muslim Palestina.

Apalagi fakta bahwa Israel dari dulu sering kali melanggar kesepakatan dan tidak ada keinginan untuk berdamai. Sehingga tidak mungkin solusi dua negara berhasil. Sekalipun besarnya keinginan agar genosida segera dihentikan dan Palestina mendapatkan kemerdekaan. Namun, jangan sampai kaum muslim terjebak dengan narasi Barat yang pada akhirnya hanya menguntungkan mereka sementara kaum muslim kembali menjadi korban tertindas.
 
Satu-satunya cara yang dapat membebaskan Palestina dari serangan Israel, tidak lain jihad dibawah komando Khilafah. Seluruh tentara kaum muslim bergerak mengusir penjajah dan mencegahnya kembali menginjakkan kaki di tanah Palestina. Bukan terbawa dengan solusi dua negara, sama saja mengakui zionis Israel yang jelas-jelas selama ini menghancurkan hidup rakyat Palestina dan mempersilakan untuk hidup berdampingan.

Sehingga perjuangan menegakkan Khilafah seharusnya lebih serius dan sungguh-sungguh karena itulah thariqah perjuangan Rasulullah saw dan memang menjadi solusi tuntas atas konflik Israel-Palestina. Terlebih dibalik Israel terdapat negara adidaya saat ini yang mesti dilawan dengan institusi negara juga. Adanya Khilafah yang mempersatukan seluruh kaum muslim dunia akan memiliki kekuatan yang dapat menggentarkan musuh-musuh Islam. Tidak mengherankan mereka selalu berusaha memecah belah kaum muslim agar tidak bersatu.

Dengan begitu, sebagai umat Islam yang satu sudah semestinya turut membela Palestina melalui penegakkan Khilafah bukan yang lain. Seperti yang dijelaskan oleh Al-Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, “(Imam itu perisai) yakni seperti as-sitr (pelindung), karena imam (Khalifah) menghalangi/mencegah musuh dari mencelakai kaum Muslimin, dan mencegah antar manusia satu dengan yang lain untuk saling mencelakai, memelihara kemurnian ajaran Islam, dan manusia berlindung di belakangnya dan mereka tunduk di bawah kekuasaannya".

Wallahu'alam bishowab.