KRIMINALITAS MARAK, BUAH SISTEM HIDUP YANG RUSAK
Oleh : Nurjannah
Mayat bayi berjenis kelamin laki-laki ditemukan didalam parit (anak sungai) di Kecamatan Tanggaran Kabupaten Sambas pada jumat 7 februari 2025. Polisi berhasil mengungkap kasus tersebut dan mengamankan ibu bayi tersebut yang diketahui merupakan anak dibawah umur. Kapolres Sambas AKBP sugiyatno, melalui Kasat Reskrim Polres Sambas, AKP Rahmad kartono, mengatakan kepolisian mendapatkan informasi mengenai adanya penemuan mayat baru lahir didalam parit. Setelahnya anggota Satreskrim polres Sambas bersama Polsek Teluk Keramat melakukan penyelidikan terhadap kasus tersebut. Dari hasil penyelidikan diketahui jika pembuang bayi tersebut adalah ibu bayi (terduga pelaku) anak dibawah umur. Ungkap Rahmad kepada wartawan.(rri.co.id 10/02/2025)
Kriminalitas makin marak dengan kadar kekerasan yang makin mengerikan dan pelaku yang makin muda usianya. Hal ini menunjukkan bahwa sistem sekuler kapitalis mandul dan gagal menjaga nyawa manusia serta sistem hidup yang rusak ini merusak di semua lini kehidupan.
Pendidikan yang sekuler dan liberal, institusi pendidikan seakan tidak berdaya untuk menghentikan tindak kriminal pada generasi. Sistem pendidikan bertajuk “merdeka” telah menjadikan para siswa bebas melakukan segala hal, termasuk kekerasan. Kurikulum pendidikan sama sekali tidak mengarah pada pembentukan sosok pribadi yang bertakwa. Kurikulum justru sibuk mencetak calon pekerja demi memasok kebutuhan buruh untuk industry.
Adapun perilaku anak didik tidak menjadi hal yang difokuskan untuk diurus. Dari sistem pendidikan sekuler ini lahirlah orang-orang yang tujuan hidupnya mencari materi sehingga materi menjadi hal terpenting dalam hidupnya yang harus dikejar dengan berbagai cara tanpa peduli halal atau haram.
Sistem informasi (media) yang liberal saat ini dengan berbagai konten rusak dan merusak dibiarkan mengudara oleh penguasa sehingga menjadi panutan semua kalangan baik orang tua maupun anak-anak. Diantara role model mereka adalah influencer di medsos, jadilah mereka ikut-ikutan tren yang ada.
Krisis identitas generasi atau pemuda kehilangan jati diri mereka tidak memahami hakikat dirinya dan perbuatannya serta tidak paham tujuan hidupnya didunia sehingga melakukan hal-hal yang bisa menunjukkan eksistensinya. Gharizah baqa’ (naluri mempertahankan diri) mereka meluap-luap, tetapi tidak tahu cara memenuhinya sehingga aktivitas kekerasan yang dilakukan.
Sebenarnya pemuda itu butuh fasilitas untuk menyalurkan energy besarnya dengan penyediaan fasilitas seperti lapangan bola, tempat olahraga ,tempat latihan bela diri dan lainnya secara gratis. Namun sayang sistem kapitalisme yang serba materialistic, sangat minim dalam penyediaan fasilitas seperti itu, bahkan ruang hidup pemuda makin sempit akibat pembangunan yang kapitalistik.
Disisi lain, kapitalisme menuntun para pemuda menjadikan capaian materi sebagai tujuan hidupnya, sehingga mereka tidak peduli pada tuntunan agama. Yang penting mereka memiliki materi, hidupnya seolah-olah sudah sukses. Untuk meraih materi tersebut mereka berpikir liberal yaitu menghalalkan segala cara. Jadikan mereka tidak memiliki pegangan hidup dan gampang terombang ambing . mereka gampang untuk mengonsumsi alcohol maupun melukai orang lain dengan senjata tajam. Emosi mereka bebas lepas tanpa kendali iman dan takwa sehingga segala sesuatu mereka lakukan demi eksistensi diri dan kelompoknya. Mereka mudah tersulut emosi sehingga sekedar ejekan dimedsos bisa memicu amarah dan akhirnya terdorong untuk melakukan tindakan kekerasan bahkan menghilangkan nyawa orang lain.
Disisi lainnya, disfungsi keluarga, generasi tidak mendapatkan pengawasan dan pendidikan dari orangtuanya. Kesibukan bekerja menjadikan orangtua abai mendidik anaknya untuk menjadi orangtua yang bertakwa. Bahkan sekedar memastikan anaknya dirumah dan tidak berbuat onar diluar rumah saja sulit dilakukan orangtua.
Inilah bukti Negara gagal menyejahterakan rakyat. Sikap orangtua yang sibuk mengejar materi bukan tanpa sebab, sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan inilah yang menjadi akar permasalahan rusaknya tatanan kehidupan. Lemahnya hukum dan penegakkannya, tidak dapat dirasakan sebagai solusi untuk menjadikan masyarakat jera dalam berbuat maksiat. Keadilan yang ditegakkan seperti istilah pepatah “hukum tumpul keatas, tajam kebawah".
Hal ini sangat berbeda dengan sistem islam. Sistem islam mewujudkan masyarakat dengan peradaban mulia, memberikan solusi tuntas dan menentramkan jiwa dalam menyelesaikan tindak kriminalitas yang terjadi ditengah tengah masyarakat. Islam diterapkan dalam seluruh lini kehidupan. Misalnya dalam sistem pendidikan, dibangun diatas asas aqidah islam sehingga generasi yang dihasilkan adalah generasi dengan kepribadian mulia. Hal ini mewujudkan sosok generasi yang beriman dan bertakwa serta menjadikan tujuan hidupnya adalah meraih ridlo Allah. Begitu juga didalam lingkungan masyarakat, islam membangun masyarakat dengan suasana keimanan, menjadikan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar sebagai tugas seluruh manusia. Dengan begitu kemaksiatan dan kriminalitas akan tercegah dan minim terjadi. Begitu juga dalam sistem sanksi dan penegakkan hukum. Negara akan bertindak tegas bagi pelaku kemaksiatan tanpa pandang bulu. Sebagaimana Rasulullah bersabda : ”demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya“.(HR.AlBukhari-Muslim).
Oleh karena itu, Negara akan berperan optimal dalam menjaga dan melindungi masyarakat. Penguasa memahami fungsinya sebai ra’in (pengurus) rakyat sehingga memberikan perhatian penuh pada rakyat. Negara akan membangun sistem ekonomi yang menguatka fungsi keluarga dengan menerapkan aturan yang menjamin kesejahteraan. Khilafah akan mengelola sumber daya alam untuk kepentingan rakyat. Hanya dengan sistem islam kriminalitas akan terselesaikan, nyawa manusia akan dilindungi dan juga kesejahteraan akan terwujud.
Wallahu a'lam bishowab.
Posting Komentar