Harga Tiket Turun, Kebijakan Populis Musiman yang Tak Mengurai Akar Persoalan
Oleh : Linda Anisa, S.Pd
Dikutip melalui laman www.viva.co bahwa Pemerintah memberikan potongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada harga tiket pesawat yang mulai berlaku pada 1 Maret 2025. Di mana, potongan PPN itu diberikan pada penerbangan domestik yang dapat menekan harga tiket pesawat hingga 14 persen. Masih melalui laman yang sama, Presiden Prabowo Subianto juga memastikan akan ada penurunan tarif tol saat arus mudik dan balik Lebaran tahun 2025. Aktivitas masyarakat yang mudik Idul Fitri dan berlanjut arus balik, lazimnya akan ramai. Kata Presiden Prabowo, dalam konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat, 28 Februari 2025.
Lagi-lagi, negara mengeluarkan kebijakan yang seolah-olah dapat menyelesaikan persoalan yang ada, seperti menurunkan harga tiket transportasi dan tarif tol. Kebijakan ini memang pantas disebut sebagai kebijakan populis, karena sering kali kebijakan semacam ini hanya terjadi dalam periode-periode tertentu, seperti menjelang masa Lebaran. Sebuah kebijakan yang bertujuan mengurangi beban masyarakat dalam jangka pendek, tetapi tidak menyentuh akar permasalahan yang ada.
Menurunkan harga tiket transportasi dan tarif tol dalam waktu tertentu seolah menjadi solusi, namun sesungguhnya, kebijakan tersebut tidak mengurai masalah mendasar. Biaya transportasi yang tinggi dan tarif tol yang membebani masyarakat tidak pernah benar-benar teratasi karena kebijakan ini hanya berlaku dalam waktu terbatas. Setelah periode tertentu berakhir, tarif akan kembali ke harga semula, atau bahkan bisa meningkat lebih tinggi. Jadi, meskipun kebijakan tersebut memberikan solusi sementara, hal itu tidak menyelesaikan persoalan secara komprehensif dan berkelanjutan.
Lebih dari itu, negara juga terlihat kurang tegas dalam mengawasi atau menangani pelanggaran yang terjadi di lapangan, terutama ketika pihak swasta dengan leluasa menaikkan tarif demi mengejar keuntungan. Dalam sistem kapitalisme, di mana negara menyerahkan pengelolaan transportasi kepada pihak swasta atau investor, tarif transportasi menjadi semakin sulit dijangkau oleh sebagian besar masyarakat. Karena tujuan utama perusahaan swasta adalah meraih keuntungan, mereka akan menaikkan tarif tanpa mempertimbangkan kemampuan daya beli rakyat. Inilah dampak dari penerapan sistem kapitalisme yang memberi kebebasan kepada pihak swasta tanpa ada pengawasan yang memadai.
Dalam sistem kapitalisme, negara lebih sering berpihak pada kepentingan pihak korporat dengan kebijakan populis otoriter. Kebijakan-kebijakan yang tampak pro-rakyat seringkali hanya diterapkan pada saat-saat tertentu, dan bukan sebagai solusi permanen. Negara, dalam hal ini, lebih berperan sebagai fasilitator yang menguntungkan perusahaan-perusahaan besar, sementara kepentingan rakyat yang membutuhkan transportasi murah, aman, dan nyaman sering kali terabaikan.
Sebenarnya, transportasi berkualitas yang murah, aman, dan nyaman hanya akan tercapai dalam sistem ekonomi yang adil, seperti yang diterapkan dalam Islam di bawah institusi Khilafah Islam. Di bawah Khilafah, negara bertanggung jawab untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya secara menyeluruh, tidak hanya dalam periode tertentu seperti bulan Ramadhan, tetapi sepanjang tahun.
Dalam pandangan Islam, negara memiliki peran sebagai raa’in (pengurus) yang bertanggung jawab untuk mengurus segala kebutuhan rakyat, termasuk transportasi. Negara dalam Islam tidak hanya berfungsi sebagai regulator, tetapi juga sebagai penyedia layanan yang memastikan hak-hak dasar masyarakat terpenuhi dengan baik.
Islam melarang negara untuk menyerahkan pengelolaan sektor-sektor vital, seperti transportasi, kepada pihak swasta yang hanya berorientasi pada keuntungan semata. Negara dalam Islam bertugas menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan rakyat tanpa mengomersilkan hajat hidup mereka. Baitulmal, sebagai lembaga keuangan negara, akan membiayai kebutuhan ini dengan memanfaatkan kekayaan negara yang terkumpul dari sumber-sumber yang halal dan sah, seperti zakat, kharaj, dan lainnya.
Dengan demikian, pemenuhan kebutuhan transportasi bagi publik menjadi tanggung jawab negara, yang tidak hanya melihatnya sebagai masalah ekonomi, tetapi juga sebagai kewajiban sosial yang harus dipenuhi demi kesejahteraan bersama.
Faktanya, kebijakan populis yang diterapkan negara, seperti menurunkan harga tiket dan tarif tol, hanya memberi solusi sementara tanpa menyelesaikan akar persoalan. Sistem kapitalisme yang membebaskan pihak swasta untuk mengelola transportasi justru membuat biaya transportasi semakin tinggi dan tidak terjangkau oleh sebagian besar rakyat. Negara perlu berpihak pada kepentingan rakyat, bukan pihak korporat, dan memperkenalkan sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.
Dalam pandangan Islam, negara bertanggung jawab penuh dalam memenuhi kebutuhan transportasi bagi rakyatnya, tanpa bergantung pada kepentingan swasta, dan hal ini hanya dapat terwujud dalam sistem Khilafah Islam yang adil dan berkeadilan.
Wallahu a’lam bi ash-sawab
Posting Komentar