-->

Lapangan Kerja Sulit, Ekonomi Makin Mencekik

Oleh Zahratul jannah

Jumlah masyarakat menengah terus menurun dalam 10 tahun terakhir. Menurut data hasil dari Badan pusat statistic (BPS)  Pada tahun 2019, masyarakat kelas menengah mencapai 57,33 juta. Jumlah tersebut terus menurun hingga pada 2024 mencapai 47,85 juta. Berkurangnya lapangan kerja di sektor formal atau lapangan kerja layak diperkirakan menjadi salah satu penyebab angka kelas menengah menurun.

Sungguh miris melihat kondisi negara kita saat ini. Dimana kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari yang terus meningkat. Pajak tinggi dengan fasilitas yang tak memadai. Masyarakat terus diperas tanpa ada bukti yang jelas kemana uang itu sampai. Masyarakat dijerat dengan banyaknya inflasi. Lapangan pekerjaan semakin langka seakan semua peluang ekonomi ditutup dan dipersulit. Membuat banyak insan yang tak berpikir panjang, memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan tragis. 

Tak sedikit kasus bunuh diri, tindak kejahatan, hingga penganiayaan dengan alasan ekonomi yang sulit. Dampaknya menjalar ke semua sisi tanpa adanya tindakan dan penanganan yang pasti. Hal ini juga disebabkan oleh sebuah system yang rusak yakni sistem kapitalisme. Di mana yang kaya bertambah kaya dan yang miskin semakin miskin.

Kurangnya lapangan kerja di sektor formal, membuat masyarakat kelas menengah terjebak sebagai pekerja gig atau pekerjaan yang relatif pendek alias pekerja serabutan. Ungkap salah satu Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB)  Muhammad Yorga Permana. Misalnya saja di DKI Jakarta, hasil studinya menunjukkan dalam 10 tahun terakhir, pekerjaan baru di daerah tersebut ditopang oleh ojek online. Tidak ada pekerjaan baru secara agregat di sektor formal, tetapi peningkatan di sektor transportasi logistik yang menggunakan internet ini meningkat pesat.

Yorga mengatakan bahwa 66% ojek online ini menginginkan bekerja di sektor formal sebagai pegawai atau buruh agar mendapatkan upah yang stabil. Namun, karena minimnya lapangan pekerjaan, akhirnya mereka tetap bertahan dengan pekerjaan yang sekarang. Tentunya ini menjadi ancaman, karena bekerja di gig tidak ada upah bulanan, tidak ada stabilitas pendapatan sehingga mereka masuk ke kelompok rentan.

Pemerintah dan negara tak menunjukkan solusi dan titik terang sedangkan masyarakat diambang keresahan dan kebingungan.Kita memerlukan sebuah solusi yang dapat menyelesaikan permasalahan hingga tuntas . Sebuah solusi yang dapat menyelesaikan satu permasalahan tanpa menimbulkan permasalahan yang lainnya. Sebuah solusi yang mengayomi tanpa menghakimi. Yang men-sejahterakan bukan menyengsarakan.

Rakyat memerlukan sebuah sistem perubahan yang dapat mengalahkan sistem kapitalisme yang sedang menjadi pemilik tahta saat ini .Hanya satu solusi yang dapat sesuai dengan apa yang umat inginkan. Yakni dengan adanya sistem Islam, seorang khalifah dan sebuah negara Islam yang diterapkan secara kaffah yang mampu menyelesaikan semua permasalahan umat tanpa berkhianat dan menjerat.

Ajaran Islam menetapkan mekanisme jaminan kesejahteraan dimulai dari mewajibkan seorang laki-laki untuk bekerja. Namun, hal ini tentu butuh support system dari negara, berupa sistem pendidikan yang memadai sehingga seluruh rakyat khususnya laki-laki memiliki kepribadian Islam yang baik sekaligus skill yang mumpuni.

Pada saat yang sama, negara pun wajib menyediakan lapangan kerja yang halal serta suasana yang kondusif bagi masyarakat untuk berusaha. Caranya tidak lain dengan membuka akses luas kepada sumber-sumber ekonomi yang halal, dan mencegah penguasaan kekayaan milik umum oleh segelintir orang, apalagi asing. Termasuk mencegah berkembangnya sektor nonriil yang kerap membuat mandek, bahkan hancur perekonomian negara. Sehingga ekonomi seluruh masyarakat terjamin dan terciptanya sebuah kesejahteraan dalam negara tanpa adanya pertikaian dan perselisihan. Tanpa ada lagi rasa takut pada kehidupan yang kejam.

Wallahu a’lam bishawab