-->

Tunjangan Guru Naik, Guru Sejahtera


Oleh : Sri Wahyu Anggraini, S.Pd (Aktivis Muslimah Lubuklinggau)

Presiden Prabowo Subianto mengumumkan akan menaikkan gaji guru pada puncak hari guru nasional (www.cnbcindonesia.28/11/2024)
Tentunya ini merupakan kabar yang menggembirakan dan kebijakan ini amat disambut meria oleh semua guru. Namun ternyata, setelah dijelaskan kembali
pernyataan presiden terkait kenaikan gaji guru nyatanya bukanlah kenaikan gaji namun hanya kenaikan tunjangan untuk guru swasta atau non ASN itu pun hanya 500.000. ( misal gaji pokok Rp 1.500.000 lalu ditambah tunjangan 500.000 menjadi Rp 2.000.000). 

Kebijakan ini jelas menggambarkan adanya ketidakseriusan pemerintah dalam menjamin kerjaan guru kenaikan tunjangan ini jelas tidak akan mampu meningkatkan kesejahteraan para guru. Tetapi walaupun demikian kesejahteraan Rakyat tidak hanya sebatas dengan besaranya gaji dan tunjangan yang didapatkan tetapi juga sangat berkaitan dengan kondisi perekonomian yang meliputi kehidupan masyarakat dan kebutuhannnya. Tapi sayangnya sistem ekonomi hari ini tidak menunjukkan keberpihakan pada Masyarakat, bahwa untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka harus mengeluarkan banyak modal dan biaya yang besar dimana mereka sendiri yang harus menanggungnya seperti akan kebutuhan sandang, pangan, papan, Tarif BBM, Listrik, gas dan PPN yang senantiasa mengalmi kenaikan dibandingkan gaji Guru. Faktanya masih banyak guru yang mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya karena kekurangan biaya (gaji kecil), bahkan tak sedikit dari mereka yang terjerat pinjol atau pinjaman online hingga judol atau judi online.

Berdasarkan survei data dari institute memprihatinkan bahwa 89% guru merasa pendapatannya tidak mencukupi, 79% memiliki utang, dan 58% bekerja sama dengan kasus guru terlibat judi online. (Republika.co.id)

Juga sangat sering kita dapatkan di media dalam sistem kapitalisme bahwa guru dipandang sebagai mesin yang dijadikan sebagai alat penunjang produksi yang tenaganya digunakan untuk menyiapkan generasi yang siap terjun ke dunia kerja atau industri tanpa memperhatikan pola pikir dan pola sikap, sehingga nantinya banyak generasi yang dihasilkan hanya sebatas mengejar materi, generasi yang hanya memiliki kemampuan bekerja dan dijadikan sebagai mesin penggerak ekonomi. Inilah yang terus dikejar oleh sistem ekonomi kapitalisme padahal pertumbuhan ekonomi ala kapitalis tidak sejalan dengan kesejahteraan masyarakat. Hal ini diperparah dengan lenyapnya peran negara sebagai pengurus atau raa'in dalam sistem kapitalisme ini. Negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator yang tugasnya hanya sebatas melegalisasi kebijakan, keterlibatan pihak swasta dalam mengelola sumber daya alam, kesehatan, hingga pendidikan karakter penguasa yang menerapkan asad sekuler (pemisahan agama dalam kehidupan) menjadikan mereka jauh dari karakter Islam, pemikiran dan tingkah lakunya yang tidak dilandasi oleh Islam. Menjadikan mereka mudah berbuat zalim atau tidak adil silang rasa prihatin dan peduli pada rakyatnya sehingga tidak mengasihi dan mencintai rakyatnya. Hal ini jelas membuktikan kegagalan sistem kapitalisme sekularisme dalam memberikan solusi dan jaminan kesejahteraan bagi para guru saat ini.

Sungguh amat berbeda dalam penerapan aturan islam, Dalam Islam, Negara akan sangat memperhatikan dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan guru Karena Guru memiliki peran yang sangat penting dan strategis. Guru mencetak generasi yang berkualitas, mencetak generasi pembangun bangsa dan penjaga peradaban. Banyak ayat di dalam Alquran yang menjelaskan kedudukan orang-orang berilmu dan para pemberi ilmu. Kedudukan guru yang begitu mulia menjadikan kesejahteraannya tidak boleh diabaikan. Dalam islam bahwa Guru sebagai pengajar dan mendidik generasi secara khusus. Kesejahteraannya menjadi tanggung jawab penguasa atau khalifah, apalagi penguasa dalam Islam diposisikan oleh syariat sebagai raa'in (pengurus rakyat). Penguasa memiliki tanggung jawab yang besar dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya termasuk Guru, karena Guru adalah rakyat pada umumnya.

Negara bertanggungjawab mewujudkan kesejahteraan semua guru tanpa terkecuali dan tidak membedakan antara guru satu dengan guru yang lainny seperti sistem saat ini ada perbedaan terkait Guru ASN dan Non ASN, makan dalam sistem tidak ditemukan hal yang demikian. Khilafah juga memastikan bahwa guru mendapatkan gaji yang layak dan tidak ada perbedaan disetiap guru. Gaji guru digunakan hanya untuk nafkah kepada keluarga yang ditanggungnya. Dengan kata lain gaji guru tidak akan habis untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya, karena hal yang demikian sudah semestinya smmenjadi tanggungjawab negara pada rakyatnya 
Selain itu bukan hanya terkait Gaji, Guru juga harus dituntut untuk memilki pola pikir dan pola sikap islam.

Pada masa Khilafah Abbasiyah gaji guru sangat fantastis dan jauh berbeda dengan kondisi sekarang. Gaji para pengajar di masa itu sama dengan gaji para muazin, yakni 1.000 dinar/tahun (sekitar 83,3 dinar/bulan). Dengan nilai 1 dinar sama dengan 4,25 gram emas dan harga emas saat ini sekitar Rp1,5 juta/gram, ini berarti gaji guru pada masa itu sekitar Rp6,375 miliar/tahun atau Rp531 juta/bulan.

Selain kebijakan penggajian penerapan sistem ekonomi Islam dalam bingkai negara juga menjadikan kebutuhan-kebutuhan guru muda dijangkau harga kebutuhan pokok seperti, pangan, sandang dan papan dijaga kestabilannya dengan support besar negara di sektor hulu maupun hilir, aktivitas pelayanan pendidikan, kesehatan hingga keamanan disediakan negara secara gratis dan cuma-cuma. Ditambah lagi jaminan kebutuhan dan penghidupan yang cukup. Dengan demikian guru bisa fokus mendidik generasi dengan ilmu terbaiknya tanpa harus dihantui untuk memenuhi kebutuhan di hari esok ataupun mencari tambahan nafkah demi mencukupi kebutuhan keluarganya.

Kesejahteraan Guru tidak akan pernah terasa apabila tidak diterapkannya yariat Islam dalam kehidupan sungguh hanya aturan islamlah yang mampu memuliakan guru hingga mencetak generasi unggul dan bertakwa.

Wallahu a'lam Bishowab.