-->

Gagal Panen, Harga Pupuk Melambung Tinggi


Oleh : Maryeni, S.Pd. 

Ketersediaan pupuk subsidi, menjadi kendala tersendiri bagi sejumlah petani padi di wilayah Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Barjo selaku salah satu petani dikelurahan O mangun harjo kecamatan Purwodadi, Kabupaten Musi Rawas mengaku sejumlah kendala ataupun masalah kini tengah dihadapi petani. Bahkan, sejak 3 musim terakhir hasil panen padi petani di Musi Rawas turun dan dapat dikatakan gagal panen, kata barjo saat dibincangi Spripoku.com, jum’at (8/11/2024). 
 
Selain sering terlambat pendistribusiannya, harga pupuk subsidi juga dikeluhkan petani. Pasalnya setiap musim, harga pupuk subsidi selalu naik. Yang biasanya harga urea masih Rp.140.000 per saknya untuk kemasan 50Kg, sekarang naik lagi jadi Rp. 150.000 per saknya. Hanya saja, petani tak berani mempertanyakan alasan kenaikan harga tersebut, karena Kembali lagi ada permainan harga dari pihak penjual yang menyulitkan petani.

Pupuk sangat dibutuhkan petani untuk mengoptimalkan hasil pertanian. Jika tidak ada pupuk bersubsidi, petani harus membeli pupuk nonsubsidi dengan harga mahal. Hal ini tentu membebani petani. Petani sangat berharap negara hadir dengan menyediakan pupuk dengan harga terjangkau. Penyediaan pupuk merupakan bukti bahwa negara hadir untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Namun realitasnya tidak demikian.

Sekalipun tepat sasaran, harganya juga tetap naik diatas harga eceran tertinggi, yang ini adalah masalah SDM yang Kembali lagi masalah sistem, Dimana kesejahteraan kehidupan begitu berpengaruh kepada bagaimana orang mencari keuntungan dalam berdagang. Kemudian untuk mnejadi kelompok tani yg boleh mendapatkan subsidi pupuk, harus melalui proses main belakang lagi.
Inilah buah sistem demokrasi kapitalisme yang diadopsi oleh negeri ini sebagai bentuk penjajahan gaya baru yang menindas rakyat khususnya para petani dan terbukti gagal membentuk ketahanan pangan di dalam negeri secara mandiri.

Petani Sulit Dalam Sistem Kapitalis

Pada kenyataannya, petani negeri ini mengalami kesulitan dalam bertani. Mereka susah mencari pupuk, kalaupun ada, harganya mahal. Mereka dihadapkan dengan hama tanaman yang merusak pertanian atau teknologi pertanian yang masih tradisional.

Di sisi lain, produktivitas lahan pertanian yang tersedia juga menurun akibat menurunnya kualitas tanah, dampak iklim, irigasi, kesulitan mendapatkan bibit terbaik, dan teknologi terbaik. Tidak hanya itu, berbagai regulasi yang digulirkan pemerintah yang bergantung kepada kebijakan nasional menyebabkan keran impor tidak bisa ditutup. Ditambah lagi kebijakan pasar bebas. Masyarakat menjadi ketergantungan kepada produk impor yang rata-rata bisa didapatkan dengan harga murah, sehingga kedaulatan pangan hanya sekadar ilusi.

Alhasil, negara terus menyandarkan kebutuhan pangannya dari impor, padahal impor terus-terusan justru memperlihatkan kelemahan negara dalam mencukupi kebutuhan rakyat. Juga menunjukkan kalau kebijakan politik pertanian yang ada tidak mendukung kebutuhan rakyat, tetapi justru mendukung para konglomerat. Namun, selama kebijakan yang diambil berlandaskan materi (keuntungan) sebagaimana pandangan kapitalisme, negara tidak akan mampu menyelesaikan masalah secara tuntas.

Meski berbagai regulasi tertulis adalah untuk mewujudkan kedaulatan pangan, tetapi hal tersebut tidak sesuai dengan implementasi. Begitu pula dalam kebijakan hal lain. Hal ini wajar terjadi dalam negara yang memiliki prinsip dan pilar-pilar kapitalisme neoliberal. Negara dengan sistem kapitalisme liberal tidaklah memiliki konsep yang jelas serta peran negara juga sangat minim. Negara memposisikan diri sebagai regulator dan fasilitator, sedangkan pengurusan pangan diserahkan kepada perusahaan.

Padahal, negara memiliki tanggung jawab terhadap kemaslahatan rakyat, dalam hal ini menguatkan para petani dengan tidak memberi ruang kepada para pihak korporasi atau kepentingan tertentu di balik kebijakan impor. Pemerintah juga semestinya memberikan dukungan penuh terhadap para petani guna terwujudnya swasembada pangan dan menutup celah impor yang akan menyebabkan produk dalam negeri sulit bersaing.

Negara memastikan dan menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan setiap individu. Negara tidak boleh bergantung kepada pihak asing sehingga tercipta kemandirian dalam setiap kebijakan yang notabene untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Butuh negara yang memiliki visi misi jelas dalam menyelesaikan krisis dengan tidak menimbulkan masalah baru. Negara seperti ini hanya ada pada negara yang berlandaskan Islam, bukan kapitalisme.

Dalam sistem Islam, tingkat produksi dan konsumsi akan dijaga agar kebutuhan seluruh masyarakat bisa terpenuhi secara layak. Negara juga akan membangun ketangguhan dengan swasembada atau kemandirian bangsa. Kelebihan produksinya bisa diekspor atau dijual ke wilayah lain untuk mendapatkan keuntungan yang dimanfaatkan untuk mengurusi warga negaranya. Keuntungan tersebut juga untuk biaya operasional dalam mendukung visi negara, yakni menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia.

Tujuan penguasa melalui politik ekonomi Islam berbeda dengan para kapitalis yang hanya ingin memenuhi nafsu keserakahannya. Para kapitalis menciptakan jurang kemiskinan yang dalam antara si kaya dan miskin. Terjadi ketimpangan ekonomi. Modal dan keuangan hanya beredar di kalangan para oligarki yang akan menciptakan ekonomi yang tidak sehat dan rentan menimbulkan kontraksi sosial.

Solusi Islam Bagi Para Petani

Islam memberikan jaminan kepada semua rakyatnya dalam melakukan usaha, termasuk petani. Negara wajib membantu semua petani yang kesulitan, baik berupa modal maupun sarana produksi pertanian termasuk pupuk. Karena petani punya posisi strategis untuk menjamin kesediaan bahan pangan dalam Negeri.  
Sistem ekonomi Islam akan mengatur masalah produksi pangan (ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian), distribusi (kecurangan, praktik ritel, dll.), hingga konsumsi. Sistem keuangan Islam akan mengelola penghasilan negara (kharaj, ganimah, fai, jizyah, pengelolaan SDA) untuk keperluan masyarakat, terutama ketahanan pangan. Sistem sanksi Islam juga akan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melakukan kecurangan. Upaya sistem Islam dalam mewujudkan ketahanan pangan di antaranya adalah sebagai berikut.

Pertama, Islam akan mengatur masalah lahan pertanian. Negara harus menjamin ketersediaan lahan pertanian dan tidak boleh mengizinkan lahan subur mengalami alih fungsi lahan. Negara juga tidak akan membiarkan lahan pertanian mati (tidak digarap pemiliknya). Jika terjadi demikian, negara akan mengambilnya dan memberikan kepada orang yang mampu mengelolanya. Kebijakan ini diterapkan berdasar hadis Rasulullah saw., “Orang yang memagari tanah, tidak berhak lagi (atas tanah tersebut) setelah (menelantarkannya) selama tiga tahun.”

Kedua, negara akan membuat kebijakan industri berbasis industri berat. Politik industri mengarah pada kemandirian industri dengan membangun alat-alat produksi sehingga dapat menopang teknologi untuk pertanian secara mandiri.

Ketiga, negara perlu memiliki kemandirian riset. Riset pangan dan teknologi dilakukan untuk meningkatkan produksi pangan yang akan dimanfaatkan masyarakat, bukan untuk bisnis atau keuntungan oligarki.

Keempat, seluruh kebijakan di atas perlu anggaran. Anggaran dalam Islam berasal dari Baitul mal yang telah diatur sesuai dengan syariat Islam.

Kelima, negara mengatur distribusi pangan. Setidaknya ada dua cara, yaitu mekanisme harga dan non harga. Mekanisme harga maksudnya adalah negara memastikan harga pangan di pasar stabil dan terjangkau.

Selain itu, negara dalam sistem Islam akan menciptakan sistem transaksi yang adil yang bisa menjaga keseimbangan produksi dan konsumsi secara terus-menerus dan ramah lingkungan. Sedangkan dalam sistem kapitalisme, produksi terus digenjot paksa untuk memenuhi ambisi para kapitalis. Negara dalam Islam juga tidak akan memproduksi barang di luar kebutuhan konsumsi masyarakat dunia. Dengan begini, masyarakat tidak akan mengonsumsi barang/jasa di luar kebutuhan dan dapat tercegah dari budaya konsumtif.

Negara akan melakukan pengawasan pasar hingga tidak terjadi penimbunan barang, kartel, penipuan, dsb. Saat negara menemui ketidakseimbangan penawaran dan permintaan, negara mengambil langkah intervensi pasar, seperti menyuplai barang yang langka. Khusus untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, negara akan mengeluarkan kebijakan non harga. Negara akan memenuhi seluruh kebutuhan pokok selama mereka kesulitan bekerja, semisal karena sakit atau cacat.

Apabila seluruh aturan berjalan baik, negara dapat menjamin ketahanan pangan untuk rakyatnya. Hal ini tidak bisa dilakukan, kecuali negara mengambil Islam sebagai ideologinya, bukan kapitalisme yang lebih mementingkan para kapitalis. Jadi, jika ingin ketahanan pangan tidak sekadar angan-angan, kaum muslim wajib kembali kepada sistem Islam.

Wallahu'alam Bishawab.