Pornografi Anak Marak, Negara Harus Bertindak
Oleh : Erna Ummu Azizah
Kasus pornografi kian hari kian ngeri, bukan hanya orang dewasa namun anak-anak pun menjadi korbannya. Padahal anak adalah calon penerus generasi bangsa. Jika hari ini anak terjerat pornografi, akan jadi apa ke depannya nanti?
Seperti dikutip dari laman berita online, "Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri membongkar kasus eksploitasi anak, dan penyebaran konten pornografi melalui aplikasi telegram." (Sindonews, 13/11/2024)
Dalam kasus pornografi anak, tersangka mencari talent serta beradegan asusila dengan anak di bawah umur dan merekamnya menjadi sebuah konten video asusila, lalu disebarkan melalui media sosial group telegram yang dibuatnya dengan nama acilsunda, dan mematok harga Rp300.000.
Tersangka menjerat para korban dengan menawarkan dan menjanjikan bakal memberikan satu telepon genggam, yang kenyataannya korban anak di bawah umur hanya diberikan uang sebesar Rp200.000.
Selain kasus tersebut, Bareskrim Polri juga berhasil menangkap sebanyak 58 tersangka terkait kasus tindak pidana pornografi anak. Penangkapan ini berlangsung selama kurun waktu 6 bulan. Pengungkapan kasus pornografi online anak ini dimulai dari Mei sampai November 2024 dengan sebanyak 47 kasus dan 58 tersangka.
Diketahui bahwa para tersangka mulai membawa website pornografi sejak 2015 dengan keuntungan mencapai ratusan juta rupiah. Selain menangkap puluhan pelaku, aparat kepolisian juga telah mengajukan pemblokir situs atau web pornografi online, dengan jumlah mencapai 15.659 situs.
Sekulerisme Pangkal Maraknya Pornografi Anak
Maraknya kasus pornografi anak merupakan dampak dari lemahnya keimanan dan kebebasan perilaku serta berorientasi materi. Iman yang lemah akan membuat orang selalu mengikuti hawa nafsunya, berbuat bebas sesuka hatinya, tak peduli meski itu dilarang agama dan membuat dosa, yang penting membuat senang dan mendatangkan uang.
Semua itu berpangkal dari sekularisme. Akibat sistem sekuler dan media yang bebas, penayangan konten porno dibiarkan untuk meraup keuntungan, tanpa memedulikan masa depan dan kualitas generasi. Potret individu yang demikian adalah buah dari sistem pendidikan yang mengabaikan pembentukan ketakwaan generasi.
Sistem hukum yang lemah dan tidak membuat jera pun menjadi faktor semakin maraknya kasus pornografi anak. Hukum penjara sekian tahun nyatanya tak membuat jera, apalagi jika hukum bisa dibeli, asal ada uang hukuman bisa ringan bahkan pelaku bisa bebas berkeliaran. Maka wajar jika kasus pornografi anak kian marak.
Sistem Islam Sebagai Solusi Hakiki
Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna memiliki seperangkat aturan kehidupan. Begitu juga mekanisme pencegahan konten porno untuk menjaga akal. Islam mengatur aturan menutup aurat laki-laki dan perempuan, menjaga pandangan dan aturan menjaga interaksi lawan jenis. Sistem Islam akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang akan menguatkan keimanan, sehingga akan menutup rapat akses konten porno.
Islam memiliki sistem keamanan digital yang mampu melindungi generasi dari pemikiran (konten) rusak dan merusak. Juga sistem pendidikan Islam membentuk generasi berkepribadian Islam. Sehingga akan lahir generasi takwa yang menjaga diri dan masyarakat dari hal-hal haram dan nista yang membuat Allah murka.
Selain itu, Islam juga memiliki sistem sanksi yang berfungsi sebagai zawâjir dan jawâbir. Zawâjir (pencegah) berarti dapat mencegah manusia dari tindak kejahatan. Juga sebagai jawâbir (penebus) dikarenakan ’uqubat dapat menebus sanksi akhirat. Sanksi dalam sistem Islam begitu tegas, adil dan manusiawi. Dan yang berhak menjatuhkan sanksi tersebut adalah negara melalui hakim (qadhi).
Oleh karena itu, penerapan sistem Islam secara menyeluruh (kaffah) yang akan mewujudkan rahmatan lil alamin, sangat membutuhkan peran negara. Begitu pun dengan kasus maraknya pornografi anak, maka negara harus bertindak. Negara tidak boleh abai, karena setiap amanah akan dimintai pertanggungjawaban, tidak hanya di dunia namun juga di akhirat kelak. Wallahu a’lam bis showab.[]
Posting Komentar