-->

Pemimpin Baru Dalam Demokrasi: Harapan atau Ilusi?

Oleh : Henise

Dalam bingkai demokrasi, pemilihan pemimpin baru seringkali menjadi momen yang ditunggu-tunggu, penuh dengan harapan untuk perubahan. Namun, sistem demokrasi sering kali hanya menawarkan janji-janji yang di kemudian hari tak terealisasi. Pemilu menjadi ajang sirkulasi elit, di mana kandidat kerap lebih fokus pada kepentingan politik dan kekuasaan daripada kepentingan rakyat.

Siklus Janji dalam Demokrasi

Sejak reformasi, Indonesia telah menyelenggarakan berbagai pemilu dengan harapan memperbaiki keadaan negara dan masyarakat. Namun, setelah lebih dari dua dekade, pemimpin yang dihasilkan dari proses demokrasi sering kali tersandung masalah korupsi dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan rakyat. Demokrasi, yang seharusnya membawa kesejahteraan, justru stagnan dalam menghasilkan kebijakan yang pro-rakyat.

Banyak kepala daerah dan pejabat publik yang dihasilkan dari pilkada langsung justru terjerat dalam skandal korupsi. Birokrasi yang diharapkan menjadi lebih efektif, malah cenderung lambat dan kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Hal ini menyebabkan tingkat apatisme politik meningkat, ditunjukkan dengan semakin banyaknya jumlah golput dalam setiap pemilu.

Tantangan Demokrasi dan Harapan yang Terkikis

Selain itu, demokrasi modern dihadapkan dengan tantangan polarisasi dan disinformasi yang memperburuk kualitas kepemimpinan. Pemilu seringkali hanya menjadi alat kampanye penuh manipulasi, di mana janji-janji politik dijadikan komoditas untuk meraih simpati pemilih. Namun, setelah terpilih, kepentingan politik kembali menjadi prioritas, meninggalkan rakyat yang masih menunggu realisasi janji-janji kampanye.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: Apakah sistem demokrasi saat ini benar-benar mampu menciptakan perubahan yang diharapkan, atau hanya menjerat rakyat dalam siklus janji-janji yang tidak pernah terpenuhi?

Islam sebagai Solusi Satu-satunya

Dalam Islam, kepemimpinan tidak hanya sebatas memperoleh kekuasaan, tetapi menjadi amanah untuk mengurus umat dengan adil dan bijaksana. Sistem Islam menekankan akuntabilitas pemimpin terhadap rakyat dan kewajiban untuk menerapkan syariat sebagai panduan dalam menjalankan pemerintahan. Pemimpin dalam Islam dipilih bukan berdasarkan janji politik, melainkan integritas dan ketakwaannya kepada Allah serta komitmennya dalam menerapkan hukum-hukum Allah secara menyeluruh.

Dalam sistem Islam, pemimpin yang berkhianat akan dimintai pertanggungjawaban, baik oleh rakyat maupun oleh hukum Allah. Dengan demikian, sistem Islam menawarkan solusi yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan dibandingkan dengan demokrasi yang hanya mengutamakan kepentingan politik dan kekuasaan.

Kesimpulan

Pemimpin baru dalam demokrasi sering kali hanya menawarkan harapan tanpa kepastian, terjebak dalam siklus janji-janji kosong. Sistem Islam menawarkan solusi yang terbaik dengan menekankan pada tanggung jawab dan amanah pemimpin terhadap rakyat. Hanya dengan penerapan syariat Islam, kepemimpinan yang adil dan bertanggung jawab dapat terwujud, membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat.

Wallahu a'lam